"Aku sangat membutuhkannya, setidaknya dalam beberapa tahun ke depan sampai aku benar-benar bisa menjadi seorang laki-laki dewasa."
Kalau dulu duduk dekat Rini selama beberapa jam, ketiaknya akan berbau khas. Aku masih ingat betul bau ketiaknya itu. Terkadang aku suka, terkadang tidak. Aku penasaran, apakah masih begitu juga bau ketiaknya sekarang ini. Namun aku tidak berniat mencium bau ketiaknya itu sekarang. Kalau boleh memilih, aku lebih suka mencium ketiak Jenny...
Namun kini ada satu lagi yang membuat perbedaan. Sorot mata Rini tajam dan menusuk, seakan hendak menyelidiki segala sesuatu dari lawan bicaranya. Jujur saja, aku sedikit kurang nyaman dengan tatapannya. Beruntung aku dulu sorot matanya tidak setajam itu, kalau tidak mampus aku gak bisa bohong. Namun overall aku terpesona juga melihat penampilannya.
Bukan hanya Rini saja yang membuat perubahan suasana pada malam itu. Pada saat yang bersamaan, kami juga bertemu dengan Stanley, teman Jenny. Ketika kami bersalaman dan saling menyapa, aku melihat sedikit kecanggungan pada Jenny. Ketika aku melihat tatapan mata Jenny dan Stanley, aku merasa ada sesuatu atau cerita lama di antara mereka.
Stanley perawakannya tinggi kekar, atletis, macho. Gayanya lepas, percaya diri, ramah dan sangat menawan. Ia jelas lebih keren dariku. Kalau ia berkelakuan baik, pastilah banyak cewe-cewe mau menjadi pacarnya. Aku sedikit minder berdiri di dekatnya. Duh Gusti...
Seketika darahku berdesir dan sedikit gugup. Aku rasa, aku sedikit cemburu... Bukan sedikit, tapi agak banyakan! Aku belum pernah merasakan hal seperti ini seumur hidupku!
Ya Tuhan.. kini aku benar-benar gugup. Perutku agak mules, pandanganku agak nanar dan berputar. Aku rasa aku perlu Antimo!
Ternyata inilah sosok Stanley, cowo yang beberapa kali diceritakan Jenny secara sepintas. Memang sepintas, tapi setiap kali Jenny menyebut nama Stanley, ada perubahan nada suaranya. Di depanku, sepertinya Jenny ingin menyebut nama Stanley seperti menyebut nama orang lain, terkesan sosok biasa, tapi di telingaku malah terdengar tak wajar, hahaha. Â
Dulu aku tertawa dalam hati setiap Jenny menyebut nama Stanley. Itulah sebabnya aku merasa Stanley inilah "cerita yang tak ingin dibagi Jenny denganku." Mirip dengan cerita tentang Martha yang tak ingin kubagi dengannya.
Kalau dulu aku bisa tertawa, kini aku malah kicep! Penampilanku jelas kebanting kalau diadu dengan Stanley. Apalagi Stanley itu made in Australia, sementara aku adalah produk kearifan lokal. Ijazahku cuma S1, tapi asli lho bukan KW!
Dulu ketika masih bersama Rini, kami pernah bertemu dengan mantannya. Rini dan mantannya terlihat grogi, sementara aku tertawa santuy saja. Waktu pacaran dengan Martha juga begitu. Kami secara tak sengaja bertemu dengan mantannya. Mereka grogi, aku malah menggoda mantannya itu.