Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Renjanaku (6) The Best Of Romances Deserve Second Chances

29 September 2025   12:50 Diperbarui: 29 September 2025   12:44 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan di balik jendela kaca (dokpri)

"Aneh, sekarang aku membayar sesuatu bukan untuk masa sekarang atau masa depan, tetapi untuk masa lalu."

Selama dua jam, aku mempresentasikan proposalku kepada Martha, dan banyak berdiskusi dengannya. Aku berusaha menjelaskan satu persatu dengan jelas dan sabar kepadanya dengan sikap profesional. Murni bisnis, dan tidak melibatkan perasaan yang lain.    

Martha juga bersikap sama terhadapku selama presentasi tersebut. Kami berdiskusi memang benar-benar untuk kepentingan perusahaan. Untuk hal tersebut aku sedikit kagum dan menghormati sikapnya tersebut. Namun ada sedikit hal berbeda yang kurasakan pada gayaku ketika presentasi tadi.

Selalunya gayaku biasa saja, toh aku sudah puluhan kali mempresentasikan produk kepada customer. Tetapi kali ini berbeda. Aku berusaha melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan. Ketika menjelaskan, aku berusaha memilih kata-kata yang baik dan menjaga gestur tubuhku supaya tetap sopan dan menarik.

Pokoknya aku berusaha seperti seorang Model, seanggun mungkin memeragakan busana di atas catwalk dengan prinsip "sambil menyelam minum air." Busana dan Modelnya harus memikat. Busana itu mewakili produk, sedangkan Model itu mewakili diriku, "Aku masih seperti yang dulu versi zaman kiwari," hehe. Untuk itu aku tampaknya berhasil, cie cie...

Aku bisa merasakan Martha sedikit terpesona kepadaku. Cuma aku menduga, di dalam hatinya pasti ia bertanya: "Anak ini sekarang lebih memikat daripada dulu. cuman masalahnya apakah ia memang benar-benar telah berubah, atau hanya ketika pas berjualan saja?"  
Ah, semoga Martha tidak berpikir begitu.

Jarum jam sudah menunjukkan angka dua belas lewat tujuh ketika presentasiku selesai. Aku kemudian berkata kepada Martha, "Tha, terima kasih banyak ya untuk waktu dan kesediaanya menerima presentasiku"

Sambil tersenyum Martha berkata "Ya sama-sama dong, kita juga memang sangat membutuhkan equipment. Nanti aku sampaikan dengan Pak Imam, kita akan berdiskusi, trus kita usul ke Direktur, dan keputusannya ada ditangan Direktur, begitulah mekanismenya"

"Iya deh, thanks. Eh ini sudah jam makan siang. Dekat kantor kamu ini ada restoran enak, kalo kamu nggak keberatan, boleh ya aku traktir kamu makan siang" pintaku padanya dengan sopan. Martha terkejut mendengarnya. Lah aku juga! Belum pernah sekalipun agaknya aku mengajak dia makan siang pada saat istirahat jam kantor.

Dengan sedikit bercanda Martha menjawab "nyogok nih.."   

"Bukan, bukan.. yang jelas aku laper. Aku rasa kamu juga laper kan. Trus aku merasa, aku belum pernah sekalipun mengajak kamu makan siang pas jam istirahat kantor" jawabku dengan terbata sambil sedikit menunduk. Mukaku seketika memerah menahan malu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun