Dua tahun lalu Hendra diputuskan pacarnya, Mitha. Perpisahan ala ghosting itu membuatnya terpukul sehingga ia kemudian mengalami gangguan mental. Namun masa-masa berat itu sudah berlalu. Setelah dua tahun terapi rutin bersama seorang psikiater bernama dr. Andre, Hendra kemudian berhasil move-on. Ia kini bersiap melupakan masa lalu dan mulai menatap masa depan yang baru baginya.Â
Hendra baru saja memasuki ruang tunggu praktek dr. Andre. Sebenarnya ia belum membuat janji bertemu. Pertemuan terakhir mereka sekitar dua bulan lalu. Tidak ada masalah yang mengganggu pikirannya. Bahkan obat alprazolam sudah dua minggu tidak disentuhnya.Â
Mungkin sebaiknya tidak usah dimakan lagi. Namun ia teringat akan pesan dr. Andre, bahwa obat jenis tranquilizer tidak boleh langsung diberhentikan seketika. Harus dilakukan tapering-of pada obat tersebut, untuk menghindari efek samping gejala Putus obat seperti orang sakaw misalnya. Jadi itulah keperluannya bertemu dengan dr. Andre, karena ia tidak ingin mengkonsumsi obat tersebut lagi.
Seketika matanya terbelalak ketika melihat seorang wanita, dan satu-satunya manusia di ruang tunggu tersebut. Itu Mitha! Mata mereka segera beradu pandang. Oh, mungkin bukan Mitha, cuma mirip Mitha saja. Atau jangan-jangan Mitha, tapi ia berpura-pura seperti bukan Mitha!
Duh, jantungnya berdegub keras. Keringat dingin mulai menetes di rambutnya. "Duh, seharusnya obat tetap saja dimakan supaya gak bingung" gerutunya dalam hati.
Sambil mengernyitkan keningnya wanita cantik itu bertanya sopan, "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"
Sejenak Hendra ragu, "Entah ya mbak, saya gak yakin. Mungkin juga belum pernah, tapi sekarang jadi pernah bertemu deh."
"Hahaha... mas lucu juga ya, mungkin di kehidupan sebelumnya kali ya, hahaha..." wanita itu tertawa lepas sambil menyerahkan kartu namanya, "Oh ya, saya Mitha, dr. Mitha Astuty. Sebagai seorang dokter, saya setiap hari bertemu dengan banyak orang yang tentu saja tidak semua wajahnya saya ingat. Makanya tadi mas saya tanya, apa kita pernah bertemu, gitu loh mas."
"Duar!" jawaban itu bagaikan petir di siang bolong! Mitha-nya dulu adalah seorang dokter juga. Mereka pertama kalinya bertemu di Klinik tempat Mitha bekerja sebagai dokter Jaga. Ketika itu kulit dekat pangkal paha Hendra sobek terkena gerinda yang terlepas dari tangannya ketika hendak memotong pipa. Hendra masih bisa bersyukur karena gerinda itu tidak mau memilih tempat hangat berjarak beberapa senti meter saja dari pangkal pahanya. Teman-teman Hendra kemudian membawanya ke klinik tersebut. Â
Tangan terampil dr. Mitha segera saja mengatasi luka dan pendarahan di paha Hendra. Sensasi dari tangan lembut dokter itu ternyata sangat mujarab mengurangi rasa sakit saat paha Hendra dijahit.
Setelah proses penjahitan selesai, kemudian timbul masalah baru. Celana pendek Hendra yang penuh darah itu ternyata sudah keburu digunting ibu dokter pula sewaktu membersihkan luka tadi, dan tidak mungkin lagi dipakai.