Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Mr Saturday Rider Akhirnya Menangkan Balapan Hari Minggu

23 September 2020   13:30 Diperbarui: 23 September 2020   13:51 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maverick Vinales, sumber: Maverick Vinales: (twitter.com/YamahaMotoGP) via motogp.skor.id

"Bukan motor hebat yang membuat seorang pebalap bisa menjadi juara dunia, melainkan bagaimana cara seorang pebalap memaksimalkan segala kelebihan dan kekurangan motornya untuk dipadukan dengan bakat, tekad dan keberanian pebalap tersebut untuk mengalahkan rasa takutnya sendiri!"

Maverick "Top Gun" Vinales akhirnya bisa bernafas lega. Ia kini telah terbebas dari kutukan "grip ban belakang" yang selama ini menghantuinya. Pada balapan Misano jilid I yang berlangsung Ahad lalu, Vinales membuat kekeliruan besar dengan memakai ban kompon Medium-Hard pada saat balapan. 

Akibatnya matanya langsung pedih karena diasapi pebalap lain. Padahal pada sesi kualifikasi sehari sebelumnya, Vinales justru menggunakan ban kompon Hard-Soft untuk menyegel pole satu. Vinales disebut "Mr Saturday Rider" karena ia sering menguasai pole, tapi susah untuk menang keesokan harinya.

Setelah menjadi bahan tertawaan mahluk sejagad, Vinales kemudian membuat pengakuan yang mengejutkan. Vinales mengatakan bahwa ia telah lelah selama tiga tahun terakhir ini mencari solusi atas persoalan ban belakang yang selalu merundung YZR-M1. Terkadang grip ban belakang begitu mencengkram. Namun terkadang ban belakang seperti kehilangan grip, membuat ia kesulitan mengontrol motor. Kini ia menyerah, dan tidak ingin lagi membebani pikirannya dengan masalah tersebut.

Sama seperti Rossi, Vinales bukanlah tipikal pebalap pengembang (development rider) seperti Dani Pedrosa, apalagi seperti Casey stoner. Itulah sebabnya Vinales sering kesulitan di "Hari Minggu" (sesi balapan) ketika menemukan masalah baru di motornya. Apalagi masalah tersebut tidak kelihatan pada "Hari Sabtu" (sesi kualifikasi) Masalahnya, Vinales tidak selalu bisa menjelaskan secara teknis apa yang dirasakannya kepada mekanik, dan mekanik juga tidak sepenuhnya memahami dengan tepat apa yang dirasakan Vinales dengan settingan motornya.

Jadi kesuksesan Vinales sangat tergantung kepada settingan mekanik. Ketika Vinales mendapatkan settingan motor yang tepat, maka akan sulit mengalahkannya. Sebaliknya, kalau ada sedikit masalah di motor, apalagi ketika ia dalam kondisi bad-mood, maka ia akan tampil ogah-ogahan.

Masih ingat gestur tubuh Vinales melambaikan tangan di lap ke-14, ketika ia menghadapi masalah rem pada MotoGP Styria lalu? Itu sebenarnya tindakan yang sangat memalukan. Vinales seharusnya langsung masuk pit saja untuk retired.

Terbukti kemudian ketika motor Vinales menabrak air wall dan langsung terbakar. Belum lagi Vinales meluncur deras di atas aspal ketika melompat dari motor. Bagaimana kalau kebetulan ada pebalap di belakang Vinales? Bukan saja membahayakan nyawa Vinales sendiri ketika terlindas motor, tetapi juga nyawa pebalap yang mengendarai motor tersebut.

Dalam hal ini Race direction (Dorna dan FIM) telah melakukan kesalahan besar ketika membiarkan hal tersebut terjadi. Kalau MotoGP disiplin seperti F1, maka Vinales dan Yamaha seharusnya dihukum plus denda. Membiarkan seorang pebalap yang bermasalah dengan remnya sama saja dengan membiarkan seorang teroris berkeliaran di sirkuit. Selain bisa membunuh dirinya sendiri, ia pastinya bisa juga membunuh pebalap lainnya. Kalau Yamaha tidak bisa menjamin dan memastikan rem yang terpasang pada motor mereka itu aman, sebaiknya mereka itu dilarang ikut berpartisipasi!

Banyak pebalap mengira kalau kehebatan Marquez itu karena faktor motor Honda. Namun ketika melihat motor Honda terseok-seok dan menjadi juru kunci tanpa seorang Marquez, Vinales kemudian tersengat. Ternyata tidak ada motor yang sempurna!

"Bukan motor hebat yang membuat seorang pebalap bisa menjadi juara dunia, melainkan bagaimana cara seorang pebalap memaksimalkan segala kelebihan dan kekurangan motornya untuk dipadukan dengan bakat, tekad dan keberanian pebalap tersebut untuk mengalahkan rasa takutnya sendiri!"

Kini kepercayaan diri Vinales semakin bertambah kuat dan ia segera "Gass Poll" agar bisa "Semakin di Depan." Vinales kemudian memilih ban kompon Medium-Medium yang lebih moderat. 

Kemenangan Vinales ini sepertinya terbantu oleh nasib apes Pecco yang terjatuh ketika sedang memimpin balapan. Benarkah demikian? Menurut penulis tidak begitu. Penjelasannya begini. Dalam tulisan lalu, penulis memberi catatan. "Akan halnya penampilan Francesco Bagnaia yang menggila, memang agak diluar kelaziman karena ia membalap bak Marc Marquez."

Kenapa penulis berkata begitu, karena Pecco mengendarai Ducati Desmosedici V4 dengan ban kompon Hard-Soft, yang keausan bannya lebih cepat dari Yamaha dan Suzuki. Kala itu Pecco menggondol podium dua dengan best lap, 1:32,706.

Pada balapan MotoGP Emilia Romagna (Misano jilid II) Pecco kembali memakai ban kompon Hard-Soft, dan membukukan best lap, 1:32,319 atau lebih cepat 0, 387 detik. Selain itu Pecco juga selalu gas poll dengan pace tinggi sejak overtake Vinales di lap ke-7. Artinya pada Misano jilid II ini, ban Pecco lebih aus daripada Misano jilid I. Entah ada yang menyadarinya atau tidak.

Jantung penulis bergedup keras. Sampai berapa lamakah Pecco mampu mempertahankan race pace tinggi tersebut? Akankah ia menjadi pebalap ke enam yang berhasil menjuarai seri ketujuh ini? Marquez juga sangat menyukai kompon Hard-Soft. Namun ketika tahun lalu juara di sini, ia menggunakan ban kompon Medium-Medium!

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Pecco tak kuasa menentang Hukum Alam. Motornya tergelincir karena grip ban tak mampu lagi menahan beban motor di tikungan dengan kecepatan tinggi, dimana sudut antara aspal dengan motor juga sangat kecil.

Rekan setim Pecco, Jack Miller juga bernasib sial. Sempat memimpin selepas start, tapi motor Miller kemudian bermasalah dan ia harus segera mengakhiri balapan. Usut punya usut, ternyata tear-off (pelapis helm) Quartararo masuk ke airbox Desmosedici Miller, membuat motor itu seketika "bengek" "@fabioquartararo20 Saya menemukan sesuatu milikmu," tulis Miller yang juga mengunggah foto pelapis helm itu dengan tanda "20" yang merupakan nomor balap Quartararo.

Lain Vinales, lain pula Quartararo yang mengalami apes karena terkena penalti 3 detik. Penalti ini diberikan karena Quartararo lima kali terciduk melewati run-off (area berwarna hijau di tepi/luar lintasan) yang seharusnya tidak boleh dilewati pebalap lebih dari tiga kali.

Dulu run-off ini berisi gravel, yang berfungsi untuk meredam benturan ketika pebalap terjatuh. Ketika pebalap berada di lintasan run-off ini, artinya pebalap itu sebenarnya sudah keluar dari lintasan! Jadi run-off ini bak "pintu emergency" agar pebalap yang "kepepet" bisa kembali masuk ke lintasan.

Nah, dalam hal ini Race Direction menganggap Quartararo berbuat "nakal" karena "menyelam sambil minum air." Misalnya pada tikungan T3, kecepatan maksimal adalah 120 km/jam. Di atas itu, pebalap pasti akan keluar dari lintasan. Kebetulan di tikungan T3 itu ada lintasan run-off.

Rupanya Race Direction sudah lama memelototi data telemetri. Nah, kecepatan Quartararo sering diatas kecepatan maksimal dengan memanfaatkan run-off tadi. Wah, pantesan Quartararo disebut sebagai pebalap raja speed corner, rupanya "titik titik.."

Rekan setim Quartararo, Franky Morbidelli yang menjadi juara pada edisi Misano jilid I, kali ini bernasib apes setelah bersenggolan dengan Aleix Espargaro di awal balapan. Franky kehilangan banyak waktu ketika kembali ke lintasan, dan akhirnya pasrah finish di posisi ke-9. Franky masih bisa bersyukur karena sebenarnya sejak menjadi juara minggu lalu, ia masih menderita sakit perut yang masih terus berlanjut hingga balapan Misano jilid II ini.

Apa yang terjadi di Honda akhirnya membuka mata orang banyak. Honda memang "motor celeng." Larinya kencang di jalan lurus tapi susah untuk berbelok. Pebalap terpaksa harus sedikit ngesot (oversteer) di tikungan. Namun ada peningkatan dari pebalap Honda kali ini. Tampaknya Alex Marquez mulai bisa beradaptasi dengan motornya. Alex yang start dari posisi 17 berhasil finish di posisi ke-7. Nakagami sendiri finish di posisi ke-6. Lumayanlah untuk mengejar Aprillia

Sementara itu dua pebalap Suzuki mendapatkan hasil yang berbeda pula. Joan Mir yang start dari posisi 11, memilih ban kompon Medium-Medium. Sepanjang balapan Mir bermain sabar untuk menjaga tingkat keausan ban. Dua lap menjelang akhir, barulah Mir menunjukkan aksinya. "Sekali pukul," Mir langsung melewati Pol Espargaro dan Quartararo untuk menyegel podium dua.

Sebaliknya Alex Rins yang start dari posisi 18, tetap memilih ban kompon Medium-Soft, sama seperti pada balapan gagal sebelumnya. Tampaknya Rins tidak menyukai "pelajaran sejarah." Untunglah ada enam pebalap crash sehingga Rins berhasil finish di Posisi ke-12!

KTM kali ini tampil dengan strategi ban berbeda. Minggu lalu KTM menyeragamkan kompon ban sambil "memutar lagu berjudul Pasrah." Kali ini Pol Espargaro dan Brad Binder (Red Bull KTM Factory Racing) memilih ban Hard-Soft. Sedangkan Miguel Oliveira dan Iker Leucona (Red Bull KTM Tech 3) memilih ban Hard-Medium. Sayangnya Binder dan Leucona crash.

Pol Espargaro sejak awal sangat menjanjikan, tapi dua lap menjelang akhir harus pasrah diasapi Mir dan Quartararo. Ban belakang Pol sebenarnya sudah aus sehingga ia harus berjuang mati-matian untuk mempertahankan kecepatannya demi meraih Podium tiga. Oliveira juga bermain gemilang untuk finih di posisi ke-5. Peningkatan besar bagi KTM bila dibandingkan dengan hasil minggu lalu. Apalagi Emilia Romagna, Misano bukanlah sirkuit favorit bagi KTM. Namun KTM setidaknya berhasil menyelamatkan marwah mesin V4 dengan berada di Podium tiga.

Pol Espargaro, sumber : https://cdns.klimg.com/bola.net/library/upload/21/2019/01/espargaro_463a343.jpg
Pol Espargaro, sumber : https://cdns.klimg.com/bola.net/library/upload/21/2019/01/espargaro_463a343.jpg
Apa yang terjadi dengan Dovizioso dan Ducati awalnya seperti misteri. Apalagi ada tulisan "unemployed" di jersey Dovi. Namun menurut Dovi masalahnya terletak pada ban dan sistim pengereman. Dovi mengaku bahwa ia masih belum bisa menyesuaikan gaya pengeremannya agar sesuai dengan ban belakang Michelin 2020 yang kini gripnya lebih baik itu. Berbeda dengan Yamaha yang remnya kepanasan di Austria kemarin, permasalahan rem yang dimaksud Dovi bukanlah seperti begitu.

Misano adalah sirkuit dengan karakter tikungan cepat dimana Yamaha dan Suzuki biasanya justru langsung melahap tikungan dengan gaspol. Di Misano, Yamaha tidak bermasalah dengan rem. Sebaliknya Ducati, Honda dan KTM perlu penyelarasan antara rem, gas dan grip ban menjelang tikungan hingga titik Apex, untuk kemudian gas pol usai keluar dari tikungan. Rupanya Dovi dan Petrux ini "sebelas dua belas" juga dengan Vinales dan Rossi. Mereka ini bukan tipe development rider sehingga kesulitan mencari solusi ketika terjadi masalah dalam balapan.

Sebaliknya, apa yang dilakukan pebalap-pebalap bermesin V4 (kecuali Dovi dan Petrux) pada balapan Misano jilid II ini membuat penggemar MotoGP berdecak kagum. Padahal dalam edisi Misano jilid I kemarin, sebagian dari mereka itu memang babak belur (terutama pebalap KTM). Namun dalam tempo seminggu saja, terjadi peningkatan prestasi yang luar biasa. Ternyata rahasianya hanya satu, mereka mampu beradaptasi dan akhirnya menemukan solusi.

Lihatlah apa yang dilakukan Pecco, Miller, kwartet KTM, bahkan pebalap "selow" Honda pada balapan Misano jilid II kemarin. Mereka ini bertarung gagah berani bak mengendarai Yamaha atau Suzuki. Salah satu rahasianya terletak pada grip ban Michelin 2020 yang lebih mencengkeram itu.

Mereka kemudian mengubah sedikit riding style yang tadinya agak nge-drift di tikungan, menjadi mirip seperti gaya pebalap Yamaha dan Suzuki, karena yakin ban belakang Michelin kuat mencengkram, dan berhasil! 

Lihatlah apa yang terjadi antara Pecco dan Vinales sampai lap ke-22 sebelum Pecco crash. Keunggulan Vinales sebagai raja tikungan cepat bisa direduksi Pecco berkat keunggulan tenaga Ducati selepas keluar dari tikungan. Kalau Miller tidak retired, bisa saja Vinales dijadikan sandwich oleh Pecco dan Miller. 

Tapi kemudian muncul pertanyaan menarik, mengapa Pecco terjatuh di lap ke-22 tersebut? Di atas penulis sudah menjelaskan penyebabnya, yakni karena ban belakang Soft Pecco sudah aus. Pertanyaan semakin menarik karena Pecco sendiri tidak tahu penyebab mengapa ia terjatuh, padahal ia tidak melakukan kesalahan!

Dalam opini penulis sebagai pengamat kelas receh bin abal-abal, jawabannya terletak pada riding style Pecco. Riding style Pecco sejak start hingga dua pertiga balapan itu sudah tepat. Itulah sebabnya ia bisa memimpin balapan. Namun sejak itu ban belakangnya sudah aus, dan seharusnya ia kembali ke "fitrah" dengan mengubah riding style-nya kembali ala motor V4, yakni dengan sedikit nge-drift ketika melibas tikungan. Sebab hanya itulah satu-satunya cara agar ia tidak crash, dan kehilangan banyak waktu dalam mengontrol motor ketika melibas tikungan cepat.

Apa yang dilakukan Pol Espargaro (KTM) sangat menarik, karena ia melakukan dan mengalami hal yang sama juga seperti Pecco. Sejak lap ke-20 ban belakang sebenarnya sudah aus, tapi ia kemudian mengubah riding style-nya kembali. Dengan kondisi ban aus itu, Pol setidaknya masih mampu enam lap menahan Mir dan Quartararo, untuk kemudian menyegel Podium tiga.

Ahad kemarin itu ada dua orang yang sangat berbahagia. Kebetulan keduanya berada di Podium. Yang satu karena berhasil mengatasi rasa takutnya. Yang satu lagi karena berhasil menemukan satu resep baru dalam mengendarai motor, yang sama pentingnya dengan resep rahasia ayam goreng KFC milik Kolonel Sanders...

Salam MotoGP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun