Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Udang Dibalik Kwetiau Dalam Kasus POP Nadiem Makarim

6 Agustus 2020   18:59 Diperbarui: 6 Agustus 2020   19:14 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kita ketahui, peringkat pendidikan Indonesia itu sangat rendah. Berdasarkan skor PISA, dari 72 negara, Indonesia berada di ranking tiga terbawah. Indonesia mendapatkan angka 371 dalam hal membaca, 379 untuk matematika dan 396 terkait dengan ilmu pengetahuan. Sementara Malaysia mendapatkan nilai membaca sebesar 415, matematika 440dan 438 bagi sains. PISA sendiri menempatkan China di urutan teratas dunia di semua subjek. Dengan angka membaca 555, matematika 591 dan ilmu pengetahuan 590.

Jadi bisa dimaklumi kalau ada warga +62 meminum susu dicampur kencing onta untuk meningkatkan pertumbuhan otaknya. Jangan heran pula kalau ada warga yang halu, lalu berdemo anti PKI sambil membakar bendera PKI. Padahal PKI sudah lama punah, dan anda harus pergi ke Museum Lubang Buaya untuk melihat “kekejamannya” lewat diorama.

Melihat perbedaan skor PISA di atas, bisa dimaklumi kalau ada warga yang Anti asing-aseng. “Sirik tanda tak mampu” agaknya bisa menjelaskan kebencian itu.

“Guru kencing berdiri murid kencing berlari,” dan kini “kencing murid-murid +62 kececeran di peringkat tiga terbawah.” Mau tidak mau, suka tidak suka, ketiga ormas di atas dengan ratusan sekolahnya itu turut bertanggungjawab terhadap “kencing” anak sekolahan itu!

Dalam sepak bola, kalau prestasi memburuk, maka langkah pertama adalah dengan memecat pelatih! Itulah yang dilakukan Liverpool, Arsenal, Manchester United, Real Madrid maupun Barcelona ketika prestasi mereka memburuk.

Pelatih sekaliber Carlo Ancelotti, Roy Hodgson, Manuel Pellegrini, Louis Van Gaal, Unay Emeri, Cladio Ranieri dan Mourinho misalnya langsung dipecat ketika tim yang diasuhnya minim prestasi. Sedangkan Pep Guardiola dan Zidenine Zidane adalah pelatih muda yang langsung diberi tanggung jawab untuk melatih salah dua klub terhebat di dunia, dan ternyata bisa sukses besar.


Demikian juga halnya ketika Jokowi lebih memilih seorang “bocah” bernama Nadiem Makarim daripada para profesor ternama tapi nir-prestasi. Masih ingat dengan profesor pecatan yang jagonya cuma “menata kata dengan bermulut mAnies,” tapi minim prestasi?

Apakah Nadiem lebih baik dari para pendahulunya? Belum tentu, sebab hanya waktu kelak yang bisa menjelaskannya. Namun kita melihat secercah harapan yang ditawarkannya untuk anak cucu kita kelak.

Supaya “sama-sama puas,” mari kita telisik latar belakang dan kemana arah kegaduhan ini.

Yang pertama tentu saja inovasi.

Diklat ataupun kursus/sertifikasi guru selama ini ternyata belum mampu mendongkrak mutu pendidikan nasional. Tentu perlu terobosan baru untuk itu. Nadiem lalu menawarkan POP dengan melibatkan pihak ketiga/masyarakat. Menurut Nadiem, tanpa dukungan dan partisipasi semua pihak, kualitas pendidikan yang baik akan sulit dicapai. Dia pun menegaskan kementeriannya siap untuk mendengar masukan dan terus belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun