Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tugas Berat Jokowi pada Periode Kedua

31 Juli 2019   19:43 Diperbarui: 31 Juli 2019   19:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duet Jokowi-Ma'ruf Amin, sumber : tribunnews.com

Bulan Oktober nanti, pasangan Jokowi-Maruf akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil presiden RI periode 2019-2024. Tugas berat sudah menanti mereka di depan mata. Dimulai dengan penyusunan kabinet jilid II dan diikuti dengan program kerja untuk lima tahun ke depan.

"Belum kerja saja sudah rame" demikianlah pandangan masyarakat melihat fenomena politik akhir-akhir ini. Drama sate Senayan, nasi goreng dan nasi kebuli adalah bagian tak terpisahkan dari tarik menarik kepentingan politik antara parpol pendukung koalisi dengan pemerintah (Jokowi/PDIP)

Tampaknya Jokowi kali ini tidak mau main-main! Beliau sekonyong-konyong "curi start" dengan langsung mengorganisir program kerja 2019-2024 beserta kabinetnya. Lebih tepat Zaken Kabinetnya, dimana kabinet ini nantinya akan diisi oleh menteri-menteri yang ahli di bidangnya, dengan sesedikit mungkin diisi oleh menteri dari parpol pendukung.

Karuan saja parpol pendukung koalisi tergugup dan tergagap dengan manuver cantik "Joko Solo" ini. Bahkan Surya Paloh sendiri pun harus sampai dua kali melakukan "diplomasi Gondangdia" dalam waktu yang berdekatan, sebagai bagian dari pressure politik terhadap pemerintah. Namun "Joko Solo" cuma nyengir saja pertanda tidak gentar. Bang brewok yang gagah itu pun akhirnya lemes tak berdaya pertanda hands up...

"Apaan sih, rezeki kan harus dibagi-bagi?" begitulah pemikiran mbak Nunung terhadap manuver Joko Solo ini. "Lha, jabatan itu bukan rezeki mbak tapi amanah! Jadi menteri itu berat lho mbak, kau tidak akan kuat, biar bu Sri dan bu Susi saja..." balas Joko Solo.

"Lagian bolak-balik reshuffle kabinet opo gak capek? Menteri titipan itu pun kerjanya juga gak bener, ya terpaksa harus diganti. Capek aku ganti-ganti nama di hape, tadinya tak kirain menteri anu, eh rupanya sudah jadi gabener anu...."

***

Experience is the best teacher kata orang Batak yang kalau dibahasa Jawakan menjadi, "pengalaman itu adalah guru terbaik." Bung Karno juga sudah mengingatkan "Jasmerah", jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Jadi Jokowi tidak ingin sejarah buruk masa lalu itu terulang kembali.

Mungkin sudah banyak yang lupa, kalau pada awalnya Jokowi itu cuma seorang "petugas partai" saja, dan ia pun sering dibully oleh partai pendukungnya sendiri. Kalau kita flashback ke belakang, mungkin pemerintahan Jokowi-JK efektif bekerja hanya sekitar tiga tahunan saja. Dua tahun pertama pemerintahan terbuang percuma karena kebijakan pemerintah sering terganjal di parlemen. Ketika itu KMP (Koalisi Merah putih) Prabowo benar-benar menguasai Senayan. Akhirnya program kerja pemerintah pun tidak efektif.

Belum lagi kegaduhan yang terjadi di kabinet. Menteri titipan berlaku seenaknya karena lebih patuh kepada majikan daripada kepada presidennya. Sebagian menteri bahkan tidak cakap. Sebagian lagi justru suka membuat kegaduhan dengan berantem dengan sesamanya, kepret sana kepret sini. Mereka itu tak ubahnya seperti anak "SD Inpres masuk sore."

Sementara itu sang wakil, senior yang berpengalaman ini tentu saja tak sudi "berpangku tangan" saja menonton tarik-menarik antara Senayan, Presiden dan gerombolan pengacau yang ada di kabinet. Ini menimbulkan persepsi kalau ada matahari kembar di kompleks Istana. Situasinya sangat rumit bin pelik. Seperti memakan buah simalakama. Dimakan mati selir tak dimakan mati selingkuhan...

Freeport dan Blok Masela pun menjadi test-case bagi semua pihak untuk mengukur kekuatan secara terbuka. Ini persis seperti adu sumo antara orang-orang super gede! Drama "Papa minta saham" pun akhirnya membuat dua kubu terjengkang. Joko Solo kemudian menjadi pemenang! Horeee...

Perlahan tapi pasti Jokowi mulai membangun kekuatan agar bisa menata program dengan baik. Menyamakan persepsi dengan semua pihak diperlukan agar tercipta kestabilan di dalam negeri. Dengan demikian program pemerintah bisa berjalan dengan baik.

Langkah pertama tentu saja pembenahan kabinet. "Matahari itu hanya boleh satu" dan itu dijadikan sebagai pedoman bagi kabinet untuk bekerja.

Langkah kedua yang tak kalah pentingnya tentu saja dukungan parlemen. "Kalau engkau tak bisa menaklukkan lawanmu, maka jadikanlah ia temanmu" Koalisi Merah putih Prabowo yang selama ini menjadi penghalang kebijakan pemerintah pun akhirnya kandas setelah ditinggal pergi parpol pendukungnya yang kemudian hijrah ke Istana Negara.

Jadi Jokowi sadar betul bahwa dua faktor ini akan menjadi koentji kesuksesan program pemerintah pada periode 2019-2024 nanti. Yang pertama perlemen harus solid mendukung program kerja pemerintah, dan kedua, kabinet harus diisi oleh orang-orang yang cakap dan kredibel yang tidak perlu lagi diragukan integritasnya. Inilah tugas pokok pertama  Jokowi-Maruf Amin saat ini, sebelum masuk ke tahap berikutnya.

Apalagi target utama Jokowi pada periode kedua ini tetaplah membangun infrastruktur. Tanpa infrastruktur yang memadai, produk kita tidak akan punya daya saing karena Harga pokok produksi dan biaya transpor yang mahal.

Kalau harga listrik dan gas mahal tentu saja ongkos produksi akan mahal. Kalau jalan banyak berlubang dan dermaga terlalu kecil, maka ongkos truk dan pelabuhan akan mahal.

Ini seperti ayam dan telur. Kalau tak ada ayam pasti tak ada telur. Kalau tak ada telurnya dari mana datang ayamnya. Dana kita terbatas. Membangun listrik tenaga diesel investasinya murah tetapi biaya operasionalnya tinggi. Listrik tenaga air atau angin, biaya operasionalnya sangat rendah tapi biaya investasinya sangat tinggi. Sementara ini yang paling pas itu membangun PLTU batu bara.

Di tanah Batak Batubara memang banyak, tetapi lebih banyak lagi di Jambi dan Kalimantan! Daripada diekspor dengan harga murah, lebih baik dimanfaatkan untuk listrik dalam negeri. Masalahnya uang kita terbatas, dan yang mau bantu membangun pembangkit listrik itu hanya Cina saja. "ya elah aseng lagi" kata orang sebelah. Trus solusinya bijimana gan? Soalnya kalau listrik ini tidak diberesin dari sekarang, maka kita juga yang akan merugi nantinya.

***

Lalu, bagaimana sikap parpol menghadapi manuver politik Jokowi ini?

Ini memang situasi berat, terutama bagi PKB (baca : Cak Imin) dan Nasdem (baca : Surya Paloh) yang tidak bisa menyembunyikan kegusaran hatinya. Situasinya pelik. Menjadi oposisi Bersama PKS pun tak ada untungnya, apalagi Pemilu masih lima tahun lagi! Tetap bersama koalisi pemerintah tanpa jatah menteri itu ibarat makan sayur tanpa garam, hambarnya tuh disini...

Bagi Demokrat, Gerindra dan Golkar mungkin tidak terlalu berat. Kini adalah fase "Hibernasi" bagi mereka. Hibernasi adalah periode tidur panjang untuk menghemat energi, umumnya ketika kondisi lingkungan cukup sulit dan hampir tidak ada makanan tersedia. Setahun menjelang pemilu 2024 nanti, barulah mereka akan terbangun, dan kemudian mengkonsolidasikan semua kekuatan yang diperlukan untuk meraih hasil terbaik pada Pemilu 2024.

Akan halnya PAN dan PPP, mereka juga akan mengikuti jejak Demokrat, Gerindra dan Golkar. Nah kalau partainya melakukan "hibernasi," maka kader di Senayan akan tetap sejahtera bersama pemerintah. Mereka ini tidak perlu berpuasa, bahkan sebaliknya harus pintar-pintar jaga badan agar tidak kena kolesterol tersebab mabok sate maupun mabok nasi goreng....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun