Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik

AAR (Apesnya Amien Rais...)

7 Juni 2017   12:53 Diperbarui: 8 Juni 2017   05:57 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Tempo Nasional - Tempo.co

Sepertinya Sutrisno Bachir Foundation (SBF) adalah “kenderaan” Nuki untuk bertemu dengan Siti Fadila dan PT Indofarma. Jangan pernah membandingkan SBF ini dengan Djarum Foundation, Putera Sampoerna Foundation ataupun Tahir Foundation misalnya, walaupun mereka sama-sama memakai nama Foundation! Menurut SB sendiri, SBF bukan lembaga berbadan hukum. “SBF itu bukan yayasan, itu hanya nama saja. Kalau saya melakukan kegiatan-kegiatan membantu yatim piatu, daerah banjir itu menggunakan nama SBF itu, jadi ada kertasnya segala, tapi tidak ada berbadan hukum” Dana keluar melalui Nuki atau Yurida. (sumber)

Djarum Foundation, Putera Sampoerna Foundation ataupun Tahir Foundation adalah yayasan sosial yang tujuannya adalah untuk memajukan anak bangsa. Yayasan-yayasan yang wujud dan tujuannya sangat jelas ini menghabiskan puluhan miliar rupiah setiap tahunnya untuk kegiatan amal. Hal sebaliknya dengan SBF! SBF tidak berwujud! Bagaimana mungkin yang tak berwujud membantu yang berwujud! Karena itu adalah sebuah “Hil yang mustahal!”

Jadi dari keterangan SB sendiri, kita mengetahui bahwa SBF itu adalah “Tuyul” atau seperti maaf, kentut! Berbau tapi tak berwujud! Dimana-mana Foundation (yayasan) itu pastilah berbadan hukum, karena yayasan merupakan salah satu dari bentuk badan hukum, sama seperti koperasi misalnya. Menariknya lagi, SBF mempunyai kop surat dan alamat, tetapi tidak memiliki Akte pendirian, AD/RT, dan syarat-syarat admistratif lainnya. Bahkan tidak memiliki rekening bank! Padahal SBF adalah “Badan amal” dengan perputaran uang besar yang banyak membantu yatim piatu, termasuk Amien Rais...

Tentulah ada maksud dan tujuan dari pembentukan SBF yang “berbau tapi tak berwujud” ini. Karakter yayasan seperti SBF yang unik ini akan memudahkannya untuk “bergerilya” di departemen/instansi pemerintahan untuk memburu rente dan praktek percaloan lainnya, atas segala “restu, dukungan dan doa” yang diberikan parpol pendukung kepada pejabat di departemen/instansi pemerintahan terkait tersebut. SBF tentu saja dekat dengan PAN dan Muhammadiyah karena orangnya sama! PAN dan Muhammadiyah memberi restu, lalu SBF nah...

Keempat, Rekening Yurida Adlaini.

Rekening ini merupakan rekening escrow untuk penampungan dan pendistribusian dana yang berhubungan dengan aktifitas SBF yang tak berwujud tersebut. Hasil keuntungan dari PT Mitra Medidua masuk ke rekening escrow Yurida. Dari situ, dana lalu ditransfer ke rekening SB, Nuki, Amien Rais, dan lain sebagainya. Ini memang strategi yang terkesan jitu untuk mengelabui, karena di rekening tersebut pastilah bercampur dengan uang pribadi Yurida sendiri. Tetapi ini adalah pemahaman yang keliru. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan) akan mudah melacak asal usul semua uang yang berada di rekening tersebut.

Dari uraian diatas saya lalu menarik kesimpulan. Clue-nya dimulai dari pengurus SBF, dalam relasi untuk menerima reward atas jerih payah dukungan kepada pejabat terkait. Beberapa kali pertemuan antara pejabat terkait dengan pengurus SBF, adalah untuk menggodok dan mematangkan rencana tersebut. Akhirnya diputuskan lewat proyek Alkes, dengan penunjukan secara langsung PT Indofarma, walaupun yang bekerja adalah PT Mitra Medidua.

“Pencatutan” nama PT Indofarma (BUMN, dan Perusahaan Terbuka yang berpengalaman) ini sangat penting untuk menghindari investigasi dari pihak-pihak terkait. Kalau Menkes menunjuk PT Mitra Medidua (perusahaan abal-abal) secara langsung, pasti akan menimbulkan pertanyaan besar. Atas jasa baiknya ini, rekening PT Indofarma diguyur sebesar Rp 400 juta. Nilai kontrak Depkes setelah dipotong milik PT Indofarma dan PT Mitra Medidua, kemudian “diserahkan” kepada pengurus SBF lewat rekening Yurida (karena SBF tidak mempunyai rekening)

Dari rekening Yurida inilah uang tersebut di distribusikan kepada pengurus dan pemilik SBF, Amien Rais, dan konon kembali lagi kepada si empunya proyek (lewat anaknya) dan beberapa orang lain. Konon, bukan hanya Amien Rais seorang diri saja dari Muhammadiyah yang mendukung pencalonan Siti Fadilah untuk menjadi Menkes.... Meminjam istilah Bang Ruhut, sekarang banyak orang yang “ngeri-ngeri sedap...”

Apapun itu, bukan hanya mereka yang disebut-sebut namanya itu saja yang menjadi “terdakwa pelaku kemesuman” di negeri ini. Ada banyak lagi “Drama, Sandiwara maupun Sinetron dengan ribuan aktor, artis, sutradara, dan kru pendukung lainnya” yang namanya tidak disebut karena belum ketahuan. Maklumlah mereka itu semuanya adalah “pelaku seni.” Dalam bahasa gaul sekarang, orang-orang seperti pengurus SBF itu, Siti Fadilah maupun Amien Rais, disebut “Apes........”

Seorang teman, mantan pejabat proyek yang pernah meringkuk di bui gegara kasus korupsi memberi defenisi apes. Apes itu adalah, “...korupsi sepuluh tahun yang lalu, duitnya sudah habis bis bis... Lalu polisi dan kejaksaan datang. Lha bayarnya pake apa...?”

Salam hangat

Reinhard Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun