Dalam persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang lalu, Pengacara Jessica, Otto Hasibuan bertanya kepada saksi ahli, Flash disk itu apa? Lalu pertanyaan berikutnya, Apakah Flash disk yang dipakai itu asli? Pertanyaan pengacara itu terkesan bodoh atau dibuat-buat. Ahirnya orang mengatakan Pengacara Jessica itu “Kura-kura dalam perahu...”
Apa salah kura-kura sehingga namanya dicatut dalam persidangan tersebut? Adakah memang kura-kura didalam perahu? Kura-kura adalah binatang melata berkaki empat, punggungnya berkulit keras, hidup di air dan didarat (hampir mustahil hidup dalam perahu)
Kemustahilan selalu melahirkan “Hil yang mustahal” Orang Indonesia suka adagium dari hal yamg mustahil, sehingga lahirlah peribahasa “Kura-kura dalam perahu...”
***
Kita pasti sering mendengar peribahasa diatas, dan umum digunakan untuk menganalogikan seseorang yang mengetahui sesuatu tetapi berpura-pura seolah-olah tidak tahu.
Saya tidak tahu mengapa kura-kura dihubungkan dengan sikap berpura-pura. Apakah karena memiliki rima yang sama atau memang kura-kura itu suka berpura-pura! Namun yang jelas adalah, manusia yang berpura-pura, tetapi kura-kura yang diprasangkakan berpura-pura...
Semua manusia dalam aspek kemanusiaannya suka atau setidaknya pernah berlakon Kura-kura dalam perahu. Tentulah ada banyak alasan mengapa manusia melakukan hal tersebut. Dari mulai hal yang logis sampai yang sangat tidak logis! Dari mulai hal kecil dalam rumah tangga sampai hal besar dalam istana Negara!
Dalam rumah tangga, aksi kura-kura kerap dilakukan anggota keluarga, mulai dari anak-anak hingga orang tua (untuk melepaskan tanggung jawab)
Saya masih ingat dulu ketika tengah malam, bayi kami terbangun karena haus. Saya dan istri sebenarnya sudah terbangun, tetapi berpura-pura masih tidur karena berharap agar pasanganlah yang akan mengurus sang bayi.
Lewat ½ menit, masih terdengar “suara ngorok palsu” dari kedua belah pihak.
Lewat 1 menit, suasana sepi mencekam! Lewat 1,5 menit kedua pasangan langsung melompat menghampiri sang bayi sambil berseru, “my baby...my baby..”
Jadi dalam kondisi tertentu, manusia itu memang suka “mengkura-kurakan” dirinya...
***
Dalam keseharian, kita terkadang bertemu dengan “orang sok teu” atau sok pintar. Lalu kita “mengkura-kurakan diri” bertanya sana sini kepadanya. Dengan antusias beliau kemudian menerangkan dengan detail segala sesuatunya yang dipandang perlu untuk menjelaskan jawabannya. Ahirnya sang beliau itu menjadi bahan tertawaan atau olok-olokan!
60 tahun yang lalu tim pemasaran sebuah perusahaan besar USA melakukan presentasi kepada sebuah perusahaan Jepang di Tokyo. Setelah presentasi dua jam itu selesai, tim pemasaran USA itu dengan tersenyum manis bertanya kepada partner Jepangnya, apakah dia mengerti apa yang dijelaskannya itu. Sang Jepang hanya menggeleng sambil berbicara bahasa Jepang dan sedikit bahasa Inggris patah-patah dengan logat khas Jepang. Misi pemasaran tersebut ahirnya menemui kegagalan.
10 tahun kemudian, tim pemasaran yang penasaran itu melakukan penyelidikan. Ternyata kesepuluh orang tim Jepang itu, semuanya mahir berbahasa Inggris. Bahkan 6 orang dari antara mereka itu, berkuliah di USA sebelum perang pasifik, dan 2 orang berkuliah di jerman.
Ahirnya mereka sadar. Perusahaan Jepang itu memang tidak pernah tertarik untuk membeli produk mereka!
***
Dalam dunia politik, “Kura-kura dalam perahu...” ini sangat jelas tersirat walaupun tidak pernah tersurat! Dulu ada kasus “Durian berdaun rupiah” mampir ke kantor Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar. Entah bagaimana caranya KPK bisa mencium wangi 1,5 Milyar rupiah dibalik aroma tajam durian dalam kardus tersebut. Konon katanya, hal ini bisa terungkap karena para pelakon termasuk KPK, melakonkan lakon “Kura-kura dalam perahu...”
Beberapa bulan yang lalu Yusril sudah bersikap seperti penantang utama gubernur! Mulai dari Kampung Luar Batang hingga Bidara Cina dia berkampanye untuk melawan Ahok. Dalam hal popularitas, menurut hasil survey Yusril berada pada urutan kedua setelah Ahok. Akan tetapi setelah beberapa lama kemudian, tidak ada juga parpol yang meminangnya, Yusril seperti menghilang ditelan bumi.
Dalam hiruk pikuk menyambut Pilgub DKI 2017 para politisi melakonkan Kura-kura dalam perahu, terutama dalam lakon Ahok vs Risma! Wartawan rajin menanyakan kepada Risma atau pengurus PDIP perihal pencalonan Risma dalam cagub DKI. Padahal mereka sudah tahu kalau Risma itu berkomitmen bekerja sebagai walikota Surabaya dan tidak berminat untuk nyagub di DKI.
***
Dalam kasus pembebasan sandera WNI oleh teroris Abu Sayyaf kemarin, terjadi dual klaim atas keberhasilan pembebasan tersebut, yang katanya dilakukan tanpa membayar uang tebusan, dan murni berdasarkan negosiasi. Akan tetapi kita lalu “mengkura-kurakan” diri dengan menafikan kenyataan, “Tidak semua pertanyaan harus mempunyai jawaban” Yang penting para saudara kita itu bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
Seperti dalam tulisan saya dalam kompasiana sebelumnya, teroris Abu Sayyaf itu adalah gerombolan perompak berkedok agama dengan motif uang semata. Mereka sama saja seperti perompak di Teluk Aden Somalia. “Negosiasi bullshit” itu hanya dalam satu cara, Membayar uang tebusan! Kini semuanya galau! Dulu tebusannya tidak terlalu mahal, dan nilai yang harus dibayar sebanding dengan “Gengsi/marwah” yang didapat!
Akan tetapi kini uang tebusannya jauh lebih mahal (20 juta ringgit) dan juga masih tetap ada kemungkinan penculikan jilid III atau Jilid IV. Dari semula Pemerintah telah menentukan sikap, tidak akan bernegosiasi dengan perompak. Kini tidak terdengar lagi suara-suara dari pahlawan kesiangan dulu. Dead-line pembayaran tebusan sudah hampir habis. Kita hanya bisa berdoa, semoga Tuhan melindungi saudara kita yang diculik oleh para jahanam perompak itu.
Melihat sikap dari presiden Rodrigo Duterte, mencermati peristiwa yang terjadi di Thailand belum lama ini dan menunggu kabar dari penculik WNI kita itu, adalah baik sekiranya TNI segera “berbenah” sambil menunggu diplomasi dari Kemenlu. Kita tidak bisa lagi mengambil sikap seperti Kura-kura dalam perahu...
Empat utas benang yang dipilin jauh lebih kuat daripada seutas benang! Kerjasama Filipina, Indonesia, Malaysia dan Thailand tentulah akan lebih efektif daripada membiarkan Duterte seorang diri membereskan para gerombolan perompak itu. Orang bilang, mengusir tikus itu harus dengan membinasakan sarangnya juga agar tidak menjadi persoalan dikemudian hari.
Akankah kita akan mencari kura-kura didalam perahu, dan membiarkan saja apa yang terjadi di kepulauan Sulu itu sebagai sesuatu peristiwa yang biasa terjadi pada ABK, karena tidak menyangkut diri kita atau saudara kita? Janganlah kita bertanya kepada “kura-kura dalam perahu” karena kura-kura itu tidak berdiam didalam perahu...
Reinhard Freddy
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI