Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuda Pahlawan Toleransi

29 Oktober 2021   20:46 Diperbarui: 29 Oktober 2021   20:54 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin berulang kali Anda mendengar kisah seorang pemuda bernama Riyanto, yang sehari-hari adalah seorang kuli timbang sekaligus anggota Banser yang meninggal ketika ibadah malam natal di sebuah gereja di Mojokerto. Kisah ini amat legendaris di kalangan muslim maupun non muslim

Banser adalah Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama merupakan badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Banser sering membantu pihak internal NU maupun pihak lain membantu kepolisian soal pengamanan. Banser banyak berperan di beberapa daerah di Jawa timur, tidak saja soal pengamanan tapi juga berperan dalam mempererat jejaring kemasyarakatan karena sifat ormas yang menanggungnya amat moderat dan toleran.

Riyanto meninggal ketika mengamankan tas kresek berisi bom yang diletakkan di bawah telepon umum depan gereja. Tas kresek hitam itu menarik perhatian jemaat yang saat itu akan beribadah malam natal. Dia membuang tas itu ke selokan namun meledak dan 

Riyanto meninggal dunia

Kisah Riyanto dan pengabdiannya pada Banser menunjukkan bagaimana rasa nasionalisme dan toleransi bekerja sekaligus. Pemuda ini memang seorang buruh kasar yang mungkin pendidikan nya tidak terlalu tinggi dan mungkin juga dengan lingkungan sosial yang tidak gemerlap.

Namun pada jiwa Riyanto ada rasa empati dan toleransi yang tinggi. Umat Kristiani dia anggap sebagai rekan hidup yang harus dia lindungi. Saat itu masih dalam rangkaian bulan puasa bagi muslim pada tahun itu. Sehingga dia menyisihkan energinya bagi umat lain yang tidak sama dengannya. Bahkan harus kehilangan nyawanya saat bertugas.

Ini tentu berbeda dengan pihak yang menaruh bom di tas kresek di bawah telepon umum yang dipungut Riyanto. Pengaruh bom (siapapun itu) tidak menganggap umat kristiani ( atau umat lain yang berbeda keyakinan dengannya) sebagai rekan hidup tapi segerombol musuh yang harus dia habisi. Sehingga dia tega untuk menaruh bom di halaman rumah ibadah Kristiani tersebut.

Begitu juga beberapa kejadian setelah tahun 2000 yang begitu banyak melanda rumah ibadah umat lain, kantor polisi dan beberapa tempat publik. Kita bisa mengingat dengan baik bagaimana bom Bali pertama terjadi pada tahun 2002. Kemudian beberapa bom lain di beberapa kota di Indonesia termasuk Jakarta. 

Mereka menganggap bahwa darah orang lain halal dan menyerang kantor dan membunuh orang itu merupakan kegiatan mulia. Padahal di sisi lain para korban sebagian adalah orang dengan keyakinan yang sama, dan menderita karena pengeboman itu karena membuat keluarga korban kehilangan ayah mereka atau ibu mereka atau kekasih mereka.

Riyanto mungkin seorang yang kecil dan terbatas. Dia mungkin tidak berfikir bahwa dirinya ibarat martir bagi orang lain. Dia mungkin juga tidak berfikir bahwa dia adalah kaum muda yang menginspirasi banyak orang tentang toleransi dan kebangsaan. Riyanto mungkin juga tidak mengingat Sumpah Pemuda sebagai salah satu energi untuk kebersamaan dengan warga /pemuda lain tanpa memandang perbedaan.

Riyanto adalah pahlawan muda yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun