Mohon tunggu...
Edi H. Sidharta
Edi H. Sidharta Mohon Tunggu... -

You don't need to know anything. Zillions of words in trillions of books on billions of shelves in millions of libraries. More pages of expertise on the Internet than anyone could ever count, let alone read. Just google it.\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pertamina: Belajar dari Sejarah

24 Desember 2012   13:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:06 2931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1967, Suharto terpilih sebagai presiden RI kedua dan mendapatkan kekuasaannya untuk memimpin negeri. Dengan dukungan dari Washington, untuk meningkatkan GNP negeri ini,Suharto mulai mendorong investasi asing ke Indonesia. Bank-bank Jepang dan Amerika dengan Citibank sebagai lead bank mulai berdatangan ke tanah air dan memberikan pinjaman dana-dana ke Indonesia, khususnya untuk membiayai proyek-proyek mega di sektor minyak dan gas bumi.

Pemerintah orde baru membawa perubahan yang signifikan didalam mengontrol kegiatan dan aktivitas industri sektor minyak dan gas buminasional. Pada tahun 1968, pemerintah melakukan merger terhadap Pertamin dan Permina menjadi Pertamina. Untuk mengembangkan industri minyak dan gas bumi nasional, Suharto menunjuk seorang dokter umum, Jenderal Ibnu Sutowo, untuk memimpinPertamina,yang mengelola Pertaminadengan gaya kepemimpinannya yang “autocratic private entrepeneur” , yang melaporkan kinerjanya hanya kepada Suharto. Pada tahun 1971, kegiatan dan aktivitas Pertamina diakui dan dibakukan secara formaldidalam UU Pertamina yangditerbitkan oleh Pemerintah.

Untuk meningkatkan produksi migas Indonesia , Ibnu Sutowo mengembangkan kontrak konsesi migas yang inovatifyang diberi nama “Production Sharing Contract”, yang menjadi model kontrak-kontrak konsesi migas dan diadopsi oleh negara-negara migas diberbagai belahan dunia sampai saat ini.Dengan kontrak itu,Pertamina dapat meningkatkan produksinya tanpa harus mempunyai pengetahuan teknologi dan keahlian, tanpa modal investasi, tanpa melakukan eksplorasi, maupun melakukan produksi. Kontrak ini juga membebaskan Pertamina dari resiko ekplorasi migas dry hole. Semua kegiatan dan aktivitas serta resiko-resiko eksplorasi dan produksiitu diserahkan kekontraktor, yang dalam hal ini adalah perusahaan minyak raksasa multinational. Pertamina hanya duduk dan mengawasi saja kegiatan dan aktifitas kontraktor itu dari belakang mejadan menerima bagi hasil 70% -85 % dari hasil produksi. Sebagai jerih payah kontraktor asing, kontraktor menerima bagian produksi setelah dipotong porsi bagian Pemerintah sebesar 70%-85%. Itulah, kelemahan kontrak PSC apabila perusahaaan minyak nasional juga menjadi badan regulator.Pertamina menjadi malas dan transfer technology juga tidak berjalan sama sekali. Penerimaan dari hasil penjualan minyak dan gas bumi juga dikontrol Pertamina dan tidak disetor ke negara.

Dengan kontrak itu pada tahun 1971, kesuksesan Ibnu Sutowo sangat spektakuler. Pertamina dapat meningkatkan produksi migas Indonesia lebih dari sejuta barrel per hari;membangun hotel dan real estate, rumah sakit, golf course dan membeli pesawat-pesawat jet penumpang dan helicoptermelalui anak perusahaannya, pabrik pupuk dan pabrik besi baja dan lain-lainnya yang tidak ada hubungannya dengan migas. Pertamina menjadi perusahaan konglomerasi yang bergerak diseluruh bidang. Tidak ada badan pemerintah atau badan regulator lainya yang mengatur dan mengawasinya karena Pertamina adalah badan regulator. Pertamina ibaratnya menjadi perusahaan privat dan dikelola dengan gaya yang serba gemerlapan dinegara yang memiliki pendapatan US$ 200 per kapita waktu itu.

Para bankir dan investor jugatidak pernah mempunyai persepsi yang jelas mengenai kedudukan Pertamina dan Pemerintahan sebenarnya. Pemerintahan didalam Pemerintahan.Itulah julukan yang diberikan oleh bankir-bankir dan investor untuk Pertamina .Pertamina lebih berkuasa dari Pemerintah. Ibnu Sutowo telah menjadi raja minyak dinegeri ini. Dengan kerajaan minyak yang dibangunnya,Ibnu berupaya dan melakukan deal-deal transaksi yang menguntungkan bagi Pertamina. Ibnu Sutowo adalah seorang yang tegas, pintar,decision maker, decisive, terbuka dan sebagaimanadidiskripsikan oleh seorang bankir,gayanya didalam melakukan business dealing tidak seperti orang Indonesia sama sekali. Keramahannya juga seperti orang California yang jauh lebih ramah, santun dan sopan daripada orang Indonesia, dan sangat menghormati setiap individu yang ditemuinya.

Pasar perbankan dibuatnya terpukau dan terkagum-kagum sehingga pasar sangat percaya dengan reputasi Ibnu Sutowo.Para pelaku pasar dan investor berlomba-lomba untuk memberikan fasilitas kredit dan berbagai fasilitas pembiayaaan dana dalam jumlah-jumlah besar. Ibnu Sutowo dengan posisi bargainingnya yang menguasai cadangan minyak, dapat dengan mudah mencari berbagai fasilitas pembiayaan dan mendapatkan dana-dana dari pasar perbankan global dengan kondisi dan persyaratan yang minim. Bank-bank  Jepang dan bank -bank Amerika dibuatnya kelimpunganuntuk mendapatkan bisnis dari Ibnu Sutowo dan untuk itu bersedia menurunkan standard persyaratan bank untuk Ibnu Sutowo agar kompetititfdapat bersaing diantara para bankir  tanpa memikirkan resiko dan eksposur kredit Pertamina.

Salah satu konsuler Kedutaan Besar Amerika Serikat,Erland Heginbotham mendiskripsikan juga bahwa Ibnu Sutowo ibaratnya sebagai sebuah saham investasi yang menjadi magnet dan glamour dipasar perbankan internasional; karisma dan aura Ibnu Sutowo yang elektrik menyetrum dengan kendaraan Roll Roycenya yang putih, dan road show yang dilakukannya keseluruh dunia untuk mempromosikan Pertamina serta keramahannya membuat ia mampu menyakinkan dan menarik para bankir dunia untuk terus membanjiri Pertamina dengan dana-dana yang berlimpah dari seluruh dunia.

Pada tahun 1972, Kedutaan Amerika Serikat menyatakan kekhawatirannya tentang pinjaman Pertamina yang terlalu besar. Jumlah dana yang melebihi dari yang diperlukan untuk membiayai proyek minyak dan gas bumi yang dimilikinya.

IMF yang diminta pemerintah RI untuk memberikan fasilitas stand by loan pun bertanya dan mencoba mengonfirmasikan ke beberapa negara mengenai jumlah hutang yang dimiliki Indonesia dan memperingatkan Indonesia bahwa eksposur hutang Indonesia telah melampaui batas. Misteri jumlah hutangluar negeri Indonesia akhirnya terungkap dan Gubernur Bank Sentral, Rachmat Saleh berupaya dengan susah payah membatasi aliran dana tersebut . Meskipun demikian, dana-dana tetap mengucur dan membanjiri Pertamina dan Pertaminapun meminumnya. Bank Sentral tidak mampu menahannya meskipun Bank Sentral telah menetapkan batas pinjaman kepada Pertamina.Rachmat Saleh mengeluh dan kecewa melihat kelakuan para bankir.

Pada bulan Oktober, 1973 terjadi krisis minyak, Indonesia tiba-tiba menjadi negara penting untuk Washington dan Tokyo. Indonesia secara loyal menolak untuk bergabung dengan OPEC melakukan embargo minyak dunia. Meskipun produksi minyak Indonesia hanya 4 % dari jumlah total produksi OPEC, Washington melihat Indonesia sebagai sahabatnya yang berharga. Pertamina pada saat itu sedang membangun refinery minyak dan mitra Pertamina, kontraktor PSC Mobil Oil juga menemukan cadangan gas yang besar di Arun Aceh yang dapat memasok kebutuhan pantai Barat Amerika Serikat. Jenderal Ibnu Sutowo menjadi semakin ngetop dan menjadi bertambah glamour.

Tahun 1973, harga US$ jatuh kolaps karena Nixon tidak bisa memenuhi permintaan emas dari De Gaulle. Dengan hancurnya US$, maka dunia menganut sistem”floating exchange rate” dan meninggalkan sistem "fixed exchange rate" dan untuk itu sebagai konsekuensi yang logis, OPEC menaikkan harga minyaknya dari US$ 2 menjadi US$ 15. Dengan kenaikan harga minyak, maka dana-dana yang bersumber dari migas sekarang  dikuasai oleh negara-negara Timur Tengah (Petro Dollar) sehingga perbankan dunia mengalami kesulitan dan krisis likuiditas. Pasar sindikasi kredit dunia menjadi was-was dan menjadi tidak likuid. Dampak lainnya termasuk produksi minyak yang mengalami penurunan.Tidak mungkin untuk Ibnu Sutowo mendapatkan pendanaan lagi dalam jumlah besar untuk refunding apalagi pendanaan baru dengan tenor waktu jangka panjang. Begitu pula halnya  dengan kontraktor-kontraktor PSC Pertamina. Cashflow internal tidak cukup dan tidak bisa diandalkan lagi untuk membiayai dan mendukung produksi.

Ibnu Sutowo untuk itu berupayamendekati negara-negara OPEC namun tidak berhasil. Namun dia pantang menyerah. Pada bulan Oktober 1974, Ibnu Sutowo terbang ke Gotenberg Swedia, untuk meluncurkan super tanker minyak yang diberi nama “Ibnu”. Perayaan peluncuran tersebut di organized oleh sahabat keuangan Ibnu Sutowo,Bruce Rappoport. Perayaan itu diikuti dengan acara bermain golf bersama dengan 3 juara dunia, yaitu Arnold Palmer, Gary Player dan Sam Snead untuk bermain golf dengan jenderal.

Pada tahun 1974, krisis likuiditas terus melanda dan kondisi perbankan dunia semakin buruk. Bank Herstatt dam Franklin jatuh pailit dan hal ini membuat para bankir menjadi semakin hati-hati.Otoritas-bank sentral diseluruh duniapun melakukan pengawasan ekstraketat dan semakin tegas. Pada bulan Febuari 1975, krisis akhirnya juga menerpa Pertamina; Pertamina gagal membayar bunga untuk pinjaman kredit yang relatif kecil sebesar US$ 40 juta dari sebuah bank kecil di Texas, Amerika Serikat, yaitu “The Republic National Bank of Dallas”. Bank ini datang ke Indonesia karena “oil connection” , tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai Asia Tenggara, khususnya mengenai Indonesia. Sebagai lead, bank ini kecewa karena mempunyai tanggung jawab keseluruh peserta sindikasi dan mengancam Pertamina untuk menyatakan default (was prestasi dan gagal bayar) dan menggugatnya di pengadilan.Ancaman ini serius karena dengan adanya klausul “cross default”, makasemua pinjaman Pertamina dan perjanjian kredit diluar bank ini otomatis juga dianggap default, yang dapat mengakibatkan seluruh pinjaman dan kredit Indonesia juga default dan  kolaps . Kedutaan Amerika berupaya untuk menenangkan perbankan, dan meyakinkan bahwa Pertamina dapat diselamatkan dan para diplomat AS di Washington pun mengirimkan berita itu ke seluruh kantor-kantor pusat bank-bank didunia. Tetapi upaya Washington tidak berhasil. Seluruh pinjaman Pertamina tetap dianggap defaultdan Pertamina harus melunasinya segera.

Bank Sentral, Rachmat Saleh sekarang harus memikul tugas yang berat dan harus menghadapi tantangan untuk menyelamatkan Pertamina,tanpa mengetahui jumlah hutang dan eksposur Pertamina sebenarnya kepasar perbankan dunia. Akhirnya ditemukan bahwa hutang Pertamina telah mencapai US$ 10 milyar atau ekivalen dengan jumlah total cadangan pemerintah Indonesia waktu itu, yang seluruhnya harus dibayar dalam waktu 6 bulan.Untuk memenuhi instruksi penyelamatan Pertamina, Rachmat Saleh mengambil langkah tegas dan mengundang tiga bank investasi termashur selaku advisor R.I, yaitu Lazard Freres dari Paris, Kuhn Loeb dari New York, dan Warburg dari London – berkoloborasi sebagai advisor bail out dan debt management untuk pemerintah Indonesia.

Rachmat Saleh, juga berupaya untuk mendekatibank investasi Morgan, yang tidak tertarik untuk memberikan pinjaman dan berusaha menjauhi dari Pertamina yang gagal bayar.Tetapi setelah melakukan negosiasi yang rumit, keras dan menyakitkan, akhirnya Morgan bersedia mengelola sindikasi  danberupaya menghimpun dana dari berbagai bank dan meminjamkan dananya kepada pemerintah RI sebesar US$ 850 juta.Sementara cadangan pemerintah digunakan untuk membayar hutang Pertamina. Untuk menghindari pemerintah agar tidak kolaps,OPEC akhirnya juga harus membantu melakukan bail out untuk Indonesia.

Pemerintah juga membersihkan Pertamina, dan memotong kerajaan Pertamina agar Pertamina fokus pada kegiatan dan aktivitas migas saja. Ibnu Sutowo tidak tinggal diam, dengan penemuan cadangan gas yang besar, dia berupaya dan melakukan lobby ke Washington untuk mendapatkan kontrak off-take/ penjualan LNG jangka panjang dari pemerintah Amerika Serikat , yang dapat dipergunakan sebagai jaminan fasilitas kredit yang diperlukan untuk membiayai drilling sumur-sumur gas produksi dan pembangunan fasilitas produksi pelabuhan, transportasi tanker. Sahabat Ibnu Sutowo, gubernur California, Pat Brown ayah dari Gubernur Brown sekarang,diutus dan dimintakan bantuannya untuk melakukan lobby ke Washington D.C agar Amerika Serikat mau membeli LNG dari Indonesia dan mendirikan “receiving terminal LNG” di pantai Barat California. Upaya Ibnu Sutowo berhasil dan usulnya disetujui oleh Washington tetapi mendapat tentangan dari pecinta lingkungan. California yang terletak dibawah lempeng bumi patahan Pacific merupakan lokasi yang rawan gempa bumi, membahayakan penduduk bila terjadi gempa bumi sehingga rencana pemerintah AS untuk mendirikan receiving LNGdi California gagal. Ibnu Sutowo tidak berhenti, dia meyakinkan Gubernur California untuk membuat kebijakan dan peraturan yang mengharuskan seluruh pembangkit listrik di California harus membeli minyak dari Indonesia yang sulfurnya rendah dan tidak berpolusi. Gubernur California setuju dan membatalkan rencana pemerintah AS untuk mendirikan fasilitas produksi minyak di Alaska.Upaya Ibnu berhasil sehingga pemerintah dapat membayar sebagian hutang-hutang Indonesia. Tidak ada bank yang rugi karena semuanya terbayar, hanya rakyat yang harus menanggungnya karena pemerintah harus membayarnya dan mencari pinjaman lagi untuk menutupinya.

Namun demikian upaya Ibnu Sutowo tidak berhasil menutupi kebobrokan Pertamina yang telah  menjadi sarang korupsi. Pemerintah menemukan dokumen-dokumen yang menunjukkan keterlibatannya didalam melakukan transaksi-transaksi untuk keuntungan pribadinya sehingga memaksa Suharto untuk memecatnya. Dan parahnya korupsi juga telah menggurita diseluruh tingkat dan lini Pertamina. Korupsi telah menjadi budaya dan tidak ada kontrol. Tidak ada lembaga pemerintah atau badan regulator lain yang mengontrolnya.

Setelah Pertamina dibail out, asisten dan tangan kanan Ibnu Sutowo, Achmad Thahir  wafat.  Istrinya yang tinggal di Swiss, Kartika Taher untuk itu melakukan klaim terhadap dana yang ditempatkan pada rekening deposito atas nama pribadi Achmad Thahir sebesar kurang lebih US$ 80 juta di Bank Sumitomo, Singapura. Pemerintahpun berusaha untuk mendapatkan dana itu kembali. Setelah 12 tahun melakukan gugatan di Pengadilan Singapura, akhirnya Pertamina menang dalam perkara yang saling klaim itu dan pengadilan menginstruksikan Sumitomo untuk mengembalikan dana tersebut ke Pertamina.

Setelah reformasi, Pertamina yang berubah statusmenjadi BUMN tetap menjadi sapi perahan penguasa. Megawati menunjuk Syafruddin Tumenggung yang terkenal kotor dan semena-mena; yang menyalahgunakan kewenangannya di BPPN itu, sebagai komisaris Pertamina. Ariffi Nawawi, ex project manager kilang Balongan yang diduga terlibat didalam kasus Balongan, juga diangkat untuk menjadi Direktur Utama . Alfred Rahimone, yang bekerja sebagai operator deal-deal dan bekerja sama dengan Syafruddin Tumenggung  di BPPN dan KKSK sebelumnya, juga ditunjuk selaku direktur Keuangan Pertamina.

Praktek dagang jeroan babi alias melego asset negara yang dikuasai BPPN secara obral dan asal-asalan, juga dipraktekkan oleh Syafruddin Tumenggung di Pertamina. Segera setelah Syafruddin Tumenggung menjabat komisaris di Pertamina, langsung  bersekongkol dengan Direkturnya untuk menjual 2 buah kapal tanker VLCC (very large crude carrier) yang baru dibeli oleh Pertamina dengan harga obral, padahal VLCC itu diperlukan oleh Pertamina didalam melakukan distribusi minyaknya keberbagai tujuan diseluruh penjuru dunia. Sebagaimana diketahui harga pasar untuk sebuah VLCC baru pada saat itu adalah US$ 140 juta. Tapi kedua buah VLCC baru tersebut dijual obral 50% dengan harga US$ 140 juta saja. Pertamina kebobolan sebesar US$ 140 juta. Bagaikan sihir David Copperfield, Syafruddin Tumenggung dapat membuat kasus ini menguap hilang  tidak berbekas di Kejaksaan Agung.

Selain itu, kira-kira bersamaan waktunya pada saat BP Migas didirikan dan BBPN dibubarkan tahun 2003, Syafruddin Tumenggung pun mengalihkan asset TPPI (Trans Pacific Petrochemical)dengan membentuk perusahaan patungan antara pemerintah dan Hendro Wendratno dengan mengalihkan 30% saham TPPI kepada Pertamina dan PPA. Dengan skema tersebut TPPI dapat memperoleh garansi kredit dari pemerintah untuk menjamin kewajiban dan pinjaman eksternal TPPI sebesar Rp 6 trilyun. Seharusnya jaminan tersebut dimintakan langsung dari pemilik mayoritas Honngo Wendratno tetapi disini justru pemerintah yang harus menanggungnya. Pertamina juga diwajibkan untuk menjamin pasokan kondensat dari ladang minyak Senipah. Meskipun pada awalnya pembayaran kondensat tersebut tampak lancar, namun pada tahun 2007,TPPI gagal melakukan pembayaran ke Pertamina US$ 180 juta. Pertamina kemudian memutuskan untuk berhenti memasok TPPI. Tetapi dengan adanya skema penjaminan dari pemerintah, BP Migas akhirnya harus menggantikan Pertamina dan melakukan pengiriman kondensat ke TPPI sehingga akhirnya BP Migas juga kebobolan US$ 183 juta.

Pertamina juga diharuskan untuk memberikan pasokan LSWR (low sulfur waxy residue) kepada TPPI yang nilainya US$ 600 juta atau TPPI  dapat membayar  dengan mekanisme swap dalam bentuk “in-kind” berupa minyak tanah atau solar yang nilainya setara. Kendati Pertamina telah memasok LSWR, namun Pertamina juga tidak pernah dibayar sehingga Pertamina bobol lagi dan dirugikan sebesar US$ 600 juta. Maka total kerugian pemerintah adalah PPA sejumlah Rp 3.26 trilyun dan Pertamina dan BP Migasadalah sebesar  US$ 963 juta plus pemberian jaminan kredit kepada kreditur sebesar Rp 6 trilyun.

Begitulah sebagian dari kisah perjalananan Pertamina pada saat Pertamina berfungsi juga menjadi badan regulator. Siapapun pejabat yang duduk disitu atau pemerintahan yang berkuasa menjadi akan menjadi raja minyak. Titah atau perintah raja menjadi kebijakannya dan tidak ada badan pemerintahlain yang mengontrolnya

Dalam rangka reformasi industri migas, pemerintah menerbitkan UU migas untuk menggantikan UU Pertamina. Berdasarkan UU Migas itu, makapada tahun 2003 didirikanlahstatuory body, yaitu badan regulator pemerintah yang fungsinya untuk mengatur, mengontrol, melakukan supervisi dan mengelola mengawasi kegiatan dan aktivitas industri migas. Melalui BP Migas, kebijakan-kebijakan migas juga dapat direview dan resiko-resiko pada industri migas juga dapat dimonitor dan penyimpangan dapat dideteksi secara bersinabungan .

Berdasarkan UU Migas, KetuaBP Migas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah dilakukan konsultasi terlebih dahulu dari DPR sehingga langsung dipilih oleh rakyat dan kedudukannya bahkan lebih tinggi dari Menteri-Menteri yang diangkat oleh Presiden tanpa persetujuan DPR.Perusahaan kontraktor PSC pun dapat diawasi oleh DPR. Kementerian ESDM hanya menunjuk dan menetapkan kontraktor pemenang tender konsesi, sementara BP Migas melakukan supervisi. Kedudukan Pertamina berubah sama dengan kedudukan kontraktor perusahaan minyak lainnya, yaitu sebagai perusahaan eksekutor, operator dan kontraktor bagi hasil pemerintah yang dikontrol oleh BP Migas melalui budget, rencana eksplorasi dan pengembangan produksi dan supervisi operasi atas perusahaan-perusahaan PSC.

Namun demikian, pada tahun 2012, UU Migas tersebut digugat oleh Din Syamsuddin dan beberapa individu yang tidak terkait sama sekali atau tidak terkait langsung dengan bisnis Migas.Sebagaimana dinyatakan Li Chen Wei mereka yang menggugat adalah badut-badut politik yang duduk didalam pemerintahan Megawati yang sebelummnya telah setuju dengan penerbitan UU Migas.Kurtubi sebagai pengamat migas, sebagai salah satu penggugat UU Migas, eks pegawai Pertamina juga menyatakan dalilnya bahwa cost recovery mengalami kenaikan sehingga merugikan negara dan menuduh adanya inefisiensi BP Migas tanpa disertai bukti. Padahal kenaikan cost recovery juga dapat disebabkan karena harga komoditi logam dan besi baja yang tinggi yang tidak pernah mengalami penurunan sejak tahun 2000 sampai 2009. Harga komoditi logam baru mengalami penurunan setelah terjadi krisis global.

Besi, baja, nikel, atau logam sejenisnya merupakan komponen bahan baku penting didalam membuat peralatan minyak dan gas bumi seperti pipa transmisi, transportasi , anjungan rig, tangki dan fasilitas produksi lainnya sehingga harga peralatan minyak dan gas yang diperlukan juga mengalami kenaikan. Pipa, oil & gas rig dan tanker serta alat fasilitas-fasiltas produksi lainnya juga langka karena permintaan yang tinggi dari industri perminyakan didunia dimana pabrikan diseluruh dunia mempunyai kapasitas yang terbatas sehingga membutuhkan waktu  2 tahun untuk delivery setelah order. Seluruh perusahaan minyak didunia berebut untuk mendapatkannya. Hal inilah yang dapat  yang menyebabkan biaya eksplorasi dan produksi atau cost recovery mengalami kenaikan.

BP Migas juga dituduh tidak berhasil meningkatkan cadangan dan produksi minyak Indonesia yang cadangannya mengalami penurunan. Dilain pihak industri migas selama periode 2009 -2012 telah menghabiskan biaya dengan kerugian sebesar US$ 2 milyar untuk menemukan cadangan-cadangan minyak baru. Dari 21 pengeboran sumur eksplorasi hanya 2 yang ditemukan minyak. Terms & Condition pada kontrak PSC juga tidak terlalu atraktif dibandingakan dengan dengan Term & Conditions PSC dan insentif yang diberikan oleh di negara-negara migas lain sehingga kegiatan eksplorasi juga sangat lamban dan menurun.

Kelemahan UU Migas sebenarnya hanyalah satu. UU ini tidak memberikan pasal yang mengharuskan dan mengatur pemerintah qq ESDM untuk memberikan privilegekepadaperusahaan BUMN atau Swasta Nasional sebagai pemegang saham perusahaan PSC atau sebagai operator diwilayah kerja atau konsesi minyak yang diberikan pemerintah atau dikuasakan negara kepada kontraktor PSC. Bila pasal tersebut dibuat, maka pemerintah atau perusahaan nasional seharusnya secara bertahapdapat menguasai industri dengan melakukan eksplorasi, produksi dan mempunya hak perdagangan, penjualan dan distribusi minyak dan gas bumi . Skema kepemilikan pada wilayah kerja dapat ditetapkan melalui kepemilikan saham mayoritas dan selaku operator pada wilayah kerja yang memiliki cadangan minyak dangas yang besar. Pasal-pasal pada UU Migas juga dapat mengakomodasi kepemilikan perusahaan patungan BUMN dan swasta nasional minoritas pada wilayah kerja yang cadangannya kecil (sebagai contoh, minimum 30% pada perusahaan operator PSC).

Fungsi kontrol BP Migas dan BPH Migas juga dapat diperkuat dengan menambah pasal baru yang menetapkan fungsi dan tugas badan regulator untuk melakukan audit keuangan dan review restrukturisasi organisasi terhadap perusahaan-perusahaan PSC dan pasal baru yang mengatur tenderdan perdagangan dan distribusi pasokan minyak dan gas bumiimpor yang ditenggaraidilakukan secara monopoli oleh pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan melalui Perta Oil, anak perusahaan Pertamina  dan  pasal yang mengatur distribusi domestik yang selalu mengalami masalah kelangkaan BBM diberbagai daerah di Indonesia.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Sebagaimana diketahui, salah satu keputusan Mahkamah Konstitusi adalah menginstruksikan pemerintah untuk “ membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas di Wilayah Kerja, sehingga hubungannya tidak lagi antara negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tetapi antara Badan Usaha dengan Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap. Sebagaimana sering didengungkan oleh Din Syamsuddin Cs, skemanya harus B to B. Dengan kata lain, kita harus kembali ke model Pertamina zaman duluatau kembali dengan modelBUMN yang bebas dari kontrol dan pengawasan dan sekaligus berfungsi sebagai regulator, yang sudah terbukti abusive dan merugikan rakyat sehingga bebannya harus ditanggung oleh kita semua dan generasi penerus bangsa .

Hukum, undang-undang, kebijakan dengan mudahnya dipelintir dan digonta-ganti dinegara ini, tanpa ada motif yang jelas, kecuali untuk kepentingan politik dan kekuasaan yang membebankan rakyat. Kita plintat plintut tidak pernah punya pendirian. Reformasi di industri minyak dan gas bumi tidak berjalan dan bahkan kitaharus mundur kebelakang lagi ke model orde baru. Kita tidak pernah mau belajar dari sejarah. Tidak ada kepastian hukum di industri migas. UU Migas yang baru harus di draft ulang dan tidak jelas kapan draft UU Migas yang baru itu akan selesai dan diundang-undangkan, sementara pemilihan presiden tahun 2014 sudah dekat, yang tentunya juga akan menimbulkan pengaruh dan berdampak pada politik didalam mengesahkan UU Migas yang baru. Apakah sejarah akan terulang?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun