Mohon tunggu...
C.C. Agung Bujana
C.C. Agung Bujana Mohon Tunggu... -

Whatever

Selanjutnya

Tutup

Bola

Investasi dan Potensi Bangkitnya Sepakbola Italia

1 Juli 2015   13:58 Diperbarui: 1 Juli 2015   14:34 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dekade 80-90an, Lega Calcio Italia adalah yang terbaik di dunia. Banyak pemain dengan predikat bintang datang ke sana. Para peraih  FIFA World Players of the Year (sebelum dilebur menjadi Ballon D’Or) datang dari Italia. Sebut saja Lotthar Matthaeus (Jerman/Inter Milan), Marco Van Basten (Belanda/Milan), Zinedine Zidane (Prancis/Juventus), George Weah (Liberia/Milan), dan nama-nama beken lainnya. Italia seolah menjadi magnet bagi pemain bintang sepakbola. Tak heran, tim-tim Italia menguasai Eropa. Tercatat pada periode 1980-1999, 5 kali tim Italia menjadi juara Piala/Liga Champions, lebih banyak dibanding tim Inggris yang 4 kali atau Spanyol yang cuma 3 kali. Dalam periode yang sama pula 7 tim Italia keluar sebagai runner up. Dengan tanpa adanya all Italian Final, berarti dalam periode tersebut, 12 kali tim Italia hadir di partai puncak tertinggi benua Eropa. Walaupun distribusi tim yang ke Final tidak merata, statistik ini cukup menunjukkan betapa kompetitifnya tim-tim Italia saat itu.

Namun cerita indah itu kini pergi entah kemana. Memasuki millenium baru, sepakbola Italia berjuang dengan sangat keras untuk bisa menahan eksistensi dari Primier League dan La Liga Spanyol. Meski sempat 3 kali meloloskan timnya menjadi yang terbaik, prestasi tim Italia secara keseluruhan di Eropa menjadi sangat buruk. Hal ini berakibat pada turunya peringkat koefisien liga Italia sehingga jatah tim Italia di Liga Champions dikurangi UEFA, diambil alih Jerman. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab keruntuhan hegemoni liga Italia tersebut. Salah satu tragedi paling menohok tentu calciopoli yang melibatkan beberapa tim besar di Italia. Kasus pengaturan skor yang terungkap pada tahun 2006 ini membuat salah satu jagoan Italia, Juventus, harus turun tahta ke Serie B!!! Gelar scudetto Juventus di cabut dan Juve sendiri ditinggal beberapa pemain bintangnya. Semua mata menengok ke Italia karena hal ini.

Kalau ditarik lebih jauh lagi, sepakbola Italia sebenarnya mulai disorot sejak tahun 2002. Di Tahun tersebut, Liga Italia menunjukkan sikap tidak dewasanya dengan pernyataan Presiden Perugia yang mengancam untuk memutus kontrak Ahn Jung Hwan. Apa yang salah dengan Ahn Jung Hwan? Sang pemain mencetak gol bagi negaranya, Korea Selatan untuk kemudian menyingkirkan Italia di babak 16 besar Piala Dunia 2002. Tekanan publik memang membuat Ahn Jung Hwan tidak jadi diputus kontraknya, tapi dia memutuskan untuk tetap pergi akibat pernyataan sang presiden.  Kejadian yang sama sebenarnya juga terjadi di Jerman. Saat itu, di Piala Dunia 1994 Jerman disingkirkan Bulgaria di babak 8 Besar dimana pencetak gol kemenangan Bulgaria saat itu adalah Yordan Letchkov , yang sedang bermain untuk klub Jerman Hamburg. Nyatanya, publik Jerman tetap memperlakukan Letchkov secara wajar, tanpa intimidasi seperti yang terjadi pada Ahn Jung Hwan. Tragedi Ahn Jung Hwan ini secara implisit menunjukkan betapa konservatif dan angkuhnya sepak bola Italia terhadap pihak asing.

Sikap tertutup ini mungkin menjadi penyebab mengapa Investor telat masuk ke Italia. Sementara Italia masih dengan sikap angkuhnya, di Spanyol Real Madid memulai proyek Galacticos-nya. Nama besar seperti Luis Ronaldo dan Zinedine Zidane yang tadinya ada di Italia kini pindah ke Spanyol. Sementara itu, di Inggris Abramovich mulai masuk menggelontorkan banyak uang di Chelsea untuk membentuk raksasa. Nama-nama besar datang ke Chelsea, salah satunya legenda Milan Andrey Shevchenko. Langkah yang sama juga terjadi pada Manchester City, yang karena guyuran uang dari Asia Timur mampu menjadi tetangga (atau pesaing) yang ideal bagi Manchester United. Tak heran, berita tentang rekor transfer pemain hampir selalu datang dari kedua liga ini, bukan Liga Italia. Kondisi ini diperparah dengan krisis ekonomi yang menyerang Eropa, yang membuat beberapa tim Italia berada dalam ambang batas krisis.

Prinsip dalam financial management menyatakan bahwa risk selalu beriringan dengan returnnampaknya mematahkan teori ekonomi kuno yang menyatakan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Hal ini berlaku juga dalam sepakbola modern. City dan Chelsea sudah membuktikan bahwa gelar bisa didapat dengan uang. Pun demikian dengan PSG yang mulai bisa kembali bersaing di Eropa akibat gelontoran uang sang investor.  Uang yang banyak untuk membeli pemain-pemain hebat dan mengontrak pelatih yang bisa meracik semua sumber daya itu.

Memasuki musim 2015/2016, Italia seakan mendapat momentum baru berkat kesuksesan Juventus melaju ke final Liga Champions. Keberhasilan Juventus tersebut seakan membuat klub-klub Italia lainnya jengah. Di awal musim ini pula, Milan mengikuti jejak tetangganya untuk mebuka pintu kepada Investor baru. Berlusconi nampaknya sadar bahwa rasa cintanya kepada Milan belum cukup untuk membawa Milan kembali menjadi tim yang kompetitif. Milan butuh investor, dengan dana yang cukup untuk membeli pemain yang layak, bukan lagi pemain pinjaman atau pemain yang dijual murah karena tidak terpakai. Inter setelah era Moratti juga siap bangkit musim ini. Satu pemain dengan label wonderkid, Geoffrey Kondogbia, berhasil didatangkan dengan label harga 40 juta euro. Harga yang fantastis untuk pemain 22 tahun yang belum begitu terdengar namanya.

Investasi yang sedang dirintis Milan, Inter, dan juga Juventus tentu menjadi sinyal bahwa tim-tim Italia siap bangkit. Tanpa memandang remeh tim lainnya, 3 tim inilah yang menjadi parameter kesuksesan sepakbola Italia di Eropa dan dunia. Dengan bangkitnya mereka, sepakbola Italia juga akan bangkit, dan tentu saja menjadi kompetitif. Mungkin tiga sampai lima tahun ke depan Liga Spanyol dan Liga Inggris tetap menjadi liga terhebat. Mungkin tiga sampai lima tahun lagi Messi dan Ronaldo masih akan berebut menjadi pemain terbaik. Namun setidaknya, dengan investasi yang tepat, sepakbola Italia bisa merusak trend tersebut. Keberhasilan tim-tim Italia di kompetisi Eropa tentu akan mampu menarik pemain-pemain hebat lainnya untuk datang di Liga ini, membuat liga Italia kembali sengit dan kompetitif seperti yang terjadi di era 90an. Semoga.

 

https://jakartaklungkung.wordpress.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun