Mohon tunggu...
Chika Aprilia
Chika Aprilia Mohon Tunggu... Lainnya - Chika

Mahasiswa Sosiologi UNJ.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gaya Hidup Masyarakat Modern: Fast Fashion di Masa Pandemi

26 Juni 2021   22:38 Diperbarui: 26 Juni 2021   23:19 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era Modern ini, teknologi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Modernisasi telah mengubah kehidupan sosial masyarakat. Menurut Wilbert E. Moore, proses modernisasi merupakan suatu transformasi pramodern dalam organisasi dan perkembangan teknologi terhadap pola ekonomi dan politik yang mencirikan kondisi negara-negara barat yang stabil. Fenomena perubahan sosial ini sering digambarkan pada mobilitas yang tinggi, rasa percaya terhadap penemuan pengetahuan terbaru dan penerimaan kemajuan di segala bidang. Perubahan yang terjadi di masa modern ini seringkali berkaitan dengan gaya hidup masyarakat. 

Gaya hidup merupakan salah satu ciri sebuah dunia Modern. Gaya hidup juga menjadi salah satu bagaimana individu menggambarkan identitas dirinya atau orang lain. Gaya hidup masyarakat modern lebih ditampilkan dalam bentuk fisik, bagaimana gaya hidup tersebut ditunjukkan kepada cara berpakaian, makanan yang disukai, selera musik, bahkan barang-barang mahal yang digunakan. Sesuatu yang dikonsumsi masyarakat sebenarnya bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan individu sebagai manusia tetapi juga sesuatu yang berkaitan dengan sosial dan budaya yang ada. Maka dari itu, gaya hidup sangat berkaitan dengan hidup konsumtif masyarakat salah satunya yaitu meningkatnya Fast Fashion di Masa Pandemi.

 Pandemi virus Covid-19 ini mempengaruhi banyak aspek kehidupan, salah satunya sektor ekonomi yang telah mempengaruhi tren fashion di kalangan masyarakat. Penularan virus ini telah menghasilkan 180 juta kasus positif di seluruh dunia. Hampir seluruh negara di dunia menerapkan lockdown untuk mengurangi penyebaran virus. Keterbatasan individu dalam beraktivitas membuat masyarakat beradaptasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari, kemajuan teknologi pun ikut membantu masyarakat dalam beradaptasi dengan kehidupan baru ini, seperti melakukan olahraga dirumah dengan menonton video workout di youtube, berbelanja secara online melalui E-commerce, dan melakukan pertemuan melalui aplikasi seperti zoom meeting.

 Kegiatan berbelanja secara online menjadi salah satu aktivitas terbaru di masa pandemi, hal ini karena teknologi yang semakin pesat memberikan informasi tentang tren dan produk-produk terbaru yang sedang mendunia. Di Indonesia, persaingan E-commerce begitu ketat akibat meningkatnya perilaku konsumtif masyarakat. Menurut data Populix dalam sebuah survei yang melibatkan 6.285 responden, terdapat tiga platform E-commerce yang menjadi favorit warga Indonesia, diantaranya ada Shopee, Tokopedia, dan Lazada. Ketiga platform E-commerce ini terus bersaing dalam memberikan promosi dan layanan terbaiknya. Fenomena berbelanja secara online ini di dukung dengan adanya promosi melalui berbagai media sosial, salah satunya adalah TikTok.

 Berdasarkan data Apptopia, TikTok merupakan aplikasi terlaris dan banyak diunduh pada tahun 2020, jumlahnya sebanyak 850 juta unduhan dengan 35,28 juta pengguna. Tiktok dijadikan tempat selebgram, influencer, bahkan label fashion dunia untuk mempromosikan tren fashion di masa modern ini melalui review dan challenge TikTok terhadap tren fashion, hal ini menjadi tarik sendiri untuk masyarakat melakukannya. Aktivitas yang dilakukan dirumah tidak membuat masyarakat kehabisan ide untuk mengisi hari-hari mereka, salah satunya mencoba fashion-fashion yang sedang ramai di aplikasi TikTok tersebut. Semakin berkembangnya teknologi, barang-barang atau fashion yang berasal dari luar negeri mudah untuk didapatkan melalui platform E-commerce. Akses yang mudah membuat masyarakat menyukai Fast Fashion dan menggunakan barang atau produk yang sama yang digandrungi banyak khalayak.

 Fenomena ini bisa dilihat bagaimana dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih sering bahkan selalu mengonsumsi kehampaan. Menurut George Ritzer, konsumsi kehampaan merupakan penggunaan produk-produk industri global yang di produksi secara massal dengan corak, bentuk, dan cita rasa yang sama, sehingga menegasikan kebutuhan khusus individu dan kelompok sosial dalam masyarakat (Beckfield, 2007). Produk yang sama baik dalam proses cita rasanya ini memproduksi suatu kehampaan terhadap proses maupun cita rasa yang khusus, karena mengonsumsi kehampaan. Seperti itulah bagaimana masyarakat mengonsumsi produk yang sama yang dipopulerkan oleh budaya massa dan mengakibatkan meningkatnya fast fashion di masa pandemi.

 Salah satu gagasan Richard Hoggart tentang budaya massa, dimana budaya massa akan menggantikan budaya tradisional yang lebih berhubungan dengan kondisi dan pengalaman sosial kelas pekerja secara langsung. Sisi negatif dari budaya tersebut adalah bagaimana masyarakat akan mulai terikat dalam budaya massa tersebut. Akibat dari budaya massa yaitu membuat masyarakat secara terus menerus mengonsumsi budaya tersebut dan cenderung meninggalkan budaya tradisional yang memiliki nilai-nilai dan makna dalam kehidupan.

 Sebagai contoh beberapa fashion yang hype di tiktok dan di gemari masyarakat saat ini, diantaranya adalah chunky rings, bucket hat, combat boots, sweater vest, silk dresses, square-neck tops, baguette bags, dan cottagecore. Cara berpakaian ala korea pun menjadi salah satu gaya fashion yang sedang marak diikuti. Model berpakaian ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat luar, tetapi juga masyarakat Indonesia. Mereka mendapatkan produk fashion yang biasa digunakan itu melalui platform E-commerce.  Akibat dari budaya massa yaitu fast fashion membuat masyarakat secara terus menerus mengonsumsi budaya tersebut dan cenderung meninggalkan budaya tradisional yang memiliki nilai-nilai dan makan dalam kehidupan.

 Fast fashion mulai ada ketika revolusi industri tahun 1980-an, yang dimana teknologi berkembang dan muncullah mesin jahit terbaru yang digunakan untuk memproduksi baju sangat cepat dalam jumlah yang banyak. Tujuan utama fast fashion adalah untuk menurunkan cost production atau biaya produksi, hal ini karena pembuatan pakaian yang cepat dan kualitas yang rendah. Menurut ritzer, ini merupakan salah satu bentuk keunggulan globalisasi, barang-barang yang dibuat mudah direplikasi berulang kali. (Ritzer, 2014) Selain itu, pakaian yang murah ini juga dihasilkan dari penggunaan sistem rantai pasok global (global supply chain), yakni sistem yang melibatkan perusahaan penyedia barang dan pelanggan dari berbagai negara. Pola bisnis seperti ini memberikan banyak keuntungan dan kemudahan bagi Industri fashion terbaru untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

 Fenomena Fast Fashion dalam pandangan Marxisme. Pendekatan Marxis terhadap budaya menegaskan bahwa teks dan praktik harus dianalisis dalam kaitannya dengan kondisi historis produksinya. Marxisme dalam melihat budaya adalah mengenai bagaimana memahami determinasi yang mempengaruhi produksi dan konsumsi budaya populer (Storey, 2009). Marx berpendapat bahwa bagaimana masyarakat memproduksi alat-alat keberadaannya (cara produksi) menentukan suatu bentuk politik, sosial bahkan budaya masyarakat di masa depan. 

Dalam hubungan produksi dengan pekerja, Industri Fast Fashion tidak sejalan dengan dampak yang ditimbulkan dari bagaimana proses produksi pakaian tersebut karena keharusannya dalam menekan biaya produksi. Masalah yang ditimbulkan bahkan sampai kepada keselamatan pekerja di Industri Fashion. Salah satu permasalahan pekerja dalam industri fashion cukup memilukan, salah satunya adalah kasus di Bangladesh tahun 2013 karena runtuhnya Rana Plaza yang mengakibatkan tewasnya 1.134 pekerja karena kondisi tempat yang tidak layak. (Ramadhanti, 2021). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun