Mohon tunggu...
Chessa Agni
Chessa Agni Mohon Tunggu... MAHASISWI S1 ILMU EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Menulis bukan sekadar hobi, tapi cara untuk berbagi sudut pandang tentang pendidikan, budaya, dan kehidupan. Percaya bahwa setiap tulisan bisa menjadi jalan kecil menuju perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

UMKM di Persimpangan : Bertahan atau Bertransformasi

22 September 2025   23:34 Diperbarui: 22 September 2025   22:33 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Tidak terbantahkan, Indonesia bergantung pada UMKM, sektor yang mencakup 99% unit usaha di negara ini dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Kontribusi UMKM yang melebihi 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar angka, tetapi menjadi denyut nadi perekonomian. Di tengah dinamika global dan volatilitas perubahan, UMKM berada di antara dua dunia: dunia nyata yang terlihat di kios-kios pasar tradisional dan dunia virtual yang telah menjadi arena persaingan global.

Baru-baru ini, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Pasar Karang Menjangan, menyapa para pedagang, dan merasakan hiruk pikuk kehidupan pasar tradisional. Aroma rempah-rempah memenuhi udara, bercampur dengan teriakan riuh para penjual sayur yang menawarkan barang dagangannya, sementara pembeli berpindah dari satu kios ke kios lainnya. Di tengah keramaian, seorang wanita yang menjual es krim pisang hijau berbagi dengan nada pasrah, "Saya tidak mengerti teknologi; saya tidak tahu cara berjualan di Instagram atau TikTok." Kalimat "tidak mengerti teknologi" seolah menggambarkan jurang antara tradisi dan era digital, jurang yang masih menjebak banyak warga kita di antara dua dunia yang terus bergerak maju.

Kenyataan ini mencerminkan hambatan konkret : rendahnya literasi digital, keterbatasan perangkat, dan modal yang minim untuk promosi digital. Data BPS menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil UMKM yang telah menjalani digitalisasi. Berbagai studi dan laporan menunjukkan bahwa sekitar 70 persen UMKM kesulitan beralih ke operasi digital. Namun, kecepatan, efisiensi, dan jangkauan pasar yang lebih luas menanti mereka di dunia digital, terutama selama pandemi, ketika teknologi menjadi lifeline bagi banyak bisnis, tetapi tidak semua dapat mengikuti perubahan ini.

Faktanya, manfaat digitalisasi UMKM telah terbukti. Laporan dari Kementerian UMKM mencatat bahwa jutaan usaha telah beralih ke platform digital, termasuk kerajinan tangan yang kini dipasarkan ke Jepang dan Jerman. Sebuah artikel menyebutkan bahwa lebih dari 60 persen UMKM yang telah mengadopsi teknologi digital melaporkan peningkatan dua kali lipat dalam omzet dibandingkan dengan usaha konvensional. Angka-angka ini bukan sekadar angka; mereka mewakili peluang nyata untuk memperkuat ketahanan ekonomi lokal dan membuka peluang usaha yang lebih adil, inklusif, dan inovatif.

Untuk mengatasi masalah ini, sejumlah langkah strategis yang perlu segera diambil. Pertama, pelatihan literasi digital berbasis komunitas sangat penting. Pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi non-pemerintah perlu bekerja sama untuk menyediakan pelatihan praktis di pasar tradisional, bukan hanya seminar online. Kedua, bantuan dari mahasiswa atau relawan digital sangat penting. Mereka dapat membantu UMKM mendaftarkan toko mereka di platform e-commerce, membuat akun media sosial, mengelola inventaris sederhana, dan bahkan menghitung harga jual secara digital. Ketiga, kolaborasi dengan startup e-commerce lokal harus ditingkatkan; UMKM dapat mengakses fasilitas iklan dengan biaya subsidi atau jendela tampilan yang lebih terjangkau. Ketiga inisiatif ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang memberdayakan orang agar mereka tidak tertinggal dalam transformasi ini.

Lebih dari itu, kita perlu memastikan bahwa transformasi ini tidak menjadikan UMKM sekadar konsumen teknologi, melainkan peserta aktif dalam inovasi digital. Mahasiswa dan akademisi dapat berperan sebagai jembatan antar sektor untuk menyaring teknologi agar sesuai dengan kondisi lokal, mengontrol biaya, dan memastikan keberlanjutan daripada sekadar mengikuti tren musiman.

Akhirnya, saat kita menyimpulkan hal ini dengan satu harapan: bayangkan suatu hari ketika penjual es krim pisang di Pasar Karang Menjangan tidak lagi hanya berjualan di pagi atau sore hari. Suatu pagi, sebuah notifikasi tiba: "Pesanan 20 porsi es krim pisang hijau dari Bandung." Siapa tahu, digitalisasi UMKM mungkin dimulai dari satu pesan, membuka pintu ke pasar domestik bahkan global. Hal itu bisa terjadi jika kita semua mendukung UMKM bersama-sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun