A. Pendahuluan
Kematian pada dasarnya adalah peristiwa universal yang akan dihadapi semua manusia hidup, tetapi konseptualisasi manusia mengenai peristiwa ini dapat beragam secara kultural dan kontekstual. Kematian salah satu kehendak Allah yang tak diduga akan kedatangannya, dan kematian juga menempati posisi tersendiri dalam keimanan, percaya atau tidaknya bahwa kematian itu pasti akan menghampiri seluruh makhluk yang bernyawa. Kematian merupakan sesuatu yang penuh misteri dan banyak pakar membicarakan maupun mempelajarinya dalam berbagai pendekatan keahliannya masing-masing termasuk melalui pendekatan kajian psikologi.Â
Suatu ilmu pengetahuan empiris, psikologi sering dikaitkan bahasannya berdasarkan pengalaman duniawi saja. Namun karena keterpaduannya antara ilmu pengetahuan empiris dan agama berdasarkan petunjuk Al Qur'an dan Al-Hadits maka ilmu pengetahuan tersebut berintegrasi dengan baik menjadi padu bisa diambil manfaatnya yang lebih akurat bagi kebaikan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah swt adalah dzat yang menciptakan manusia yang memberikan kehidupan dengan dilahirkannya ke dunia, kemudian menjemputnya dengan kematian untuk mengahadap-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Itulah garis yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluk-Nya, tidak ada yang dilahirkan ke dunia ini lantas hidup untuk selamanya. Roda dunia ini terus berputar dan silih berganti kehidupan dan kematian di muka bumi ini, hukum ini berlaku bagi siapapun tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, tua atau muda, miskin atau kaya, rakyat atau pejabat.Â
Pendeknya segala macam perbedaan kasta dan status sosial semua harus tunduk kepada hukum alam yang telah ditentukan Allah swt (sunnatullah). Tiap manusia sudah ditentukan ajalnya masing-masing oleh Allah Swt., hanya saja manusia tidak mengetahui kapan ajal itu akan datang dan di mana tempatnya ia menghembuskan nafas penghabisan. Ada manusia yang masih sangat muda meninggal dunia, atau masih bayi atau sudah tua dan ada pula yang sudah sangat tua baru meninggal, semua itu Allah Swt. yang menentukan, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A'raf ayat 34:
"Dan bagi tiap-tiap umat ada batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al-A'raf: 34)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki batas waktu yang telah ditetapkan, dan tidak ada yang dapat menunda atau mempercepatnya. Namun, dalam kenyataannya, banyak manusia yang lalai dan terlena oleh kehidupan dunia sehingga panjang angan-angan membuat mereka menunda-nunda amal kebaikan. Sikap ini justru berpotensi menjauhkan seseorang dari persiapan menghadapi kematian dan akhirat. Oleh karena itu, pendek angan-angan atau sikap tidak menunda amal menjadi sangat penting untuk diterapkan agar setiap kesempatan berbuat baik dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kajian mengenai mengingat kematian dan pendek angan-angan ini menjadi relevan sebagai pengingat agar manusia tidak terbuai oleh dunia yang fana, melainkan selalu menjaga kesadaran hidup dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati. Dengan demikian, pemahaman dan pengamalan konsep ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas spiritual dan etika dalam kehidupan sehari-hari.Â
B. Permasalahan
1. Mengapa banyak manusia cenderung lalai dan kurang menyadari pentingnya mengingat kematian dalam kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana cara efektif untuk menanamkan kesadaran mengingat kematian dan pendek angan-angan agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern saat ini?
C. Pembahasan
Kelalaian manusia dalam mengingat kematian merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Imam al-Ghazali dalam Ihya' Ulumiddin menjelaskan bahwa dua penyebab utama kelalaian ini adalah kebodohan (ketidaktahuan) dan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia. Kebodohan di sini bukan hanya absennya informasi, melainkan kurangnya pemahaman mendalam tentang hakikat kehidupan yang fana, tujuan penciptaan manusia, dan realitas akhirat. Manusia cenderung terbuai oleh ilusi kenikmatan dunia yang bersifat sementara, gagal memahami bahwa segala yang ada di dunia ini adalah ujian dan titipan.