Dalam ketentuan umum kedua UU tersebut, hanya menyebut BPJS dan DJSN sebagai lembaga yang tercantum dalam kedua UU tersebut. Itu fakta, silahkan baca UU nya.
Kalau begitu apa peran dan posisi Kementerian terkait penyelenggaraan SJSN dimaksud. Posisi kementerian terkait adalah suporting, memberikan dukungan maksimum agar penyelenggaraan JKN (untuk Program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan), berjalan dengan efektif dan efisien, Â dengan mengacu pada UU masing-masing sektor yang terkait serta aturan pelaksanaan (PP dan Perpres) sebagai implementasi dari UU SJSN dan UU BPJS.
Kalau kita cermati, substansi tugas utama BPJS Kesehatan sesuai dengan UU BPJS, adalah pada dua persoalan pokok, yaitu terkait dengan kepesertaan dan iurannya, serta manfaat pelayanan kesehatan yang diperoleh peserta.
Sederhananya, BPJS Kesehatan bertanggung jawab penuh untuk menghimpun iuran peserta, serta peserta mendapatkan jaminan manfaat kesehatan yang berindikasi medis, mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dua tugas pokok di atas, tidak akan dapat terlaksana jika tidak didukung oleh kementerian dan sektor terkait.
Oleh karena itulah lembaga BPJS sesuai dengan UU nya adalah badan hukum publik, bertanggung jawab langsung pada Presiden dan merupakan mitra dari kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.
Jadi perlu diingatkan kepada semua sektor bahwa BPJS ( Kesehatan dan Ketenagakerjaan), bukan subordinasi dari kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.
Terkait besaran iuran, khususnya PBI, UU SJSN mengamanatkan kepada DJSN untuk melakukan kajian dan menghitung berapa besarnya secara proporsional.
Dari hasil hitungan tersebut, direkomendasikan kepada Presiden melalui Kemenkeu untuk dimasukkan dalam RAPBN.
Setelah 5 tahun berjalannya BPJS Kesehatan, barulah pada tahun ini Kemenkeu menerima 100% usulan besaran PBI dari DJSN, setelah dua kali usulan sebelumnya tidak dipenuhi.