Zeno lahir di kota Elea pada 490 SM, Elea sendiri merupakan sebuah kota yang dikenal sebagai tempat perantauan orang-orang Yunani yang terletak di sebelah selatan dari semenanjung Italia. Zeno diperkirakan lahir pada masa permulaan perang Persia- yaitu sebuah konflik besar yang terjadi antara timur dan barat.Â
Zeno merupakan pengikut sekaligus murid dari Parmenides, seorang filsafat Yunani, salah satu penganut yang paling menonjol dari madzhab Elea. Sama seperti sang guru, Zeno memiliki peranan yang penting dalam dunia perpolitikan di kota Elea. Zeno mengarang beberapa buku, namun semuanya hilang. Menurut Plato, buku Hobbes yang begitu terkenal ditulis semasa Zeno muda. Di dalam buku itu, Zeno membela ajaran Parmenides  mengenai filsafat ada, dan menentang kaum Phytagorean.
Sebelum Zeno aktif  mengemukakan paradox miliknya, doktrin Phytagoras menjadi pusat dari filsafat barat. Menurut Phytagoras, seluruh jagat raya ini diatur oleh perbandingan dan bentuk, semua planet-planet bergerak di dalam ruangan yang berbentuk bola. Tidak ada keterhinggaan yang melingkupi bola tersebut. Dengan pengapdopsian pemikiran ini, filsafat barat tidak memberikan ruang sama sekali bagi ketakterhinggaan. Dan pada akhirnya, paradox milik Zeno dapat mematahkannya.
Zeno memiliki paradox, sebuah teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh orang Yunani pada masa itu, berikut merupakan teka-teki Zeno: Achilles, sang pahlawan perang Troya yang dikenal begitu gesit, tak akan pernah bisa menyusul kura-kura lamban yang melakukan start lebih dulu. Untuk memperjelas persoalan diatas, mari kita pecahkan menggunakan angka-angka.
Bayangkan, bahwa Achilles berlari dengan kecepatan satu kaki (30,48 cm = 0,3048 m) per detik, sedangkan kura-kura berlari dengan kecepatan separuhnya (setengah kaki per detik). Bayangkan pula bahwasanya kura-kura mengambil start satu kaki lebih awal daripada Achilles.
Achilles yang mulai berlari dan dalam beberapa detik, Achilles telah sampai di tempat awal kura-kura, namun ketika Achilles sudah sampai, kura-kura yang tengah berlari juga telah maju sejauh setengah kaki. Achilles kembali berlari, dalam waktu setengah detik ia telah meraih jarak sejauh setengah kaki. Namun, lagi dan lagi, kala itu, kura-kura telah bergerak ke depan sejauh seperempat kaki. Kemudian, dalam sekejap (seperempat detik), Achilles menempuh jarak tertentu, tetapi kura-kura telah maju seperdelapan kaki. Saat Achilles terus berlari dan berlari, kura-kura akan selalu berada di depannya, tak peduli seberapa dekat jarak antara Achilles dengan sang kura-kura.
Semuanya mengetahui, bahwa di dunia  nyata Achilles pasti bisa mengalahkan kura-kura.  Tetapi, argumen yang dibuat oleh Zeno membuktikkan bahwa Achilles tak akan pernah bisa menyusul kura-kura.
Para filsuf pada kala  itu tak ada yang dapat menyanggah paradox Zeno ini. Kendati mereka mengetahui bahwa kesimpulan yang dibuat itu salah, namun mereka tak mampu menemukan kesalahan dalam pembuktian matematis yang mereka buat. Deduksi logika mereka tidak mampu menghadapi argumen Zeno. Nampaknya, setiap langkah sudah benar,namun bagaimana mungkin kesimpulan yang dihasilkan bisa salah?
Orang-orang Yunani dipusingkan oleh permasalahan tersebut kala itu. Namun, pada ujungnya, mereka  menemukan sumber permasalahannya, yakni ketakterhinggaan. Ketakterhinggaan inilah inti dari paradox Zeno. Zeno mengambil gerakan yang berkesinambungan, kemudian membaginya menjadi langkah-langkah yang lebih kecil, yang tak terhingga. Karena langkahnya yang tak terhingga, orang-orang Yunani berasumsi bahwa adu lari tersebut tidak akan pernah selesai dalam waktu yang bisa ditentukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI