Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Teing Tinu Dalam Budaya manggarai: Upacara Simbolik Terima Kasih pada Orangtua, Acara Berlinang Air Mata, Begini Acaranya

12 Februari 2024   05:39 Diperbarui: 12 Februari 2024   05:40 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berlinang Air Mata, Bapak Pergi Sebelum Teing tinu

Saya ingin menceritakan pengalaman saya dalam acara teing tinu bapak saya. Jadi bapak saya mengalami sakit kritis selama tiga bulan dan dirawat di rumah sakit. Belum sempat kami melaksanakan acara teing tinu beliau sudah meninggal dunia. Apakah tetap bisa dilakukan acara teing tinu? Tetap bisa dilakukan dengan ritual adat ada. Hanya perbedaannya orang tua tidak menjawab lagi. Disitulah sedihnya. Dari pengalaman ini saya secara pribadi merasa terpukul karena tidak mendengarkan nasihat dan pesan terkahir dari bapak di acara adat yang bermakna ini. Saat acara dilaksanakan, bapakku sudah terbaring tak berdaya di tempat tidur menunggu waktu dikuburkan. Tetesan air mata dari kami anak-anak pun terjadi yang tidak menduga peristiwa seperti itu terjadi.

Begini Acaranya

Ritual adat teing tinu itu dilakuan dengan mengundang kaum keluarga tua-tua adat. Bahannya berupa ayam juga bisa babi yang sembelum disembelih diritual adatkan terlebih dahulu oleh pembicara adat yang dipilih. Setelah disembelih, daging dari hewan kurban itu dimasak di suapin ke orang tua kita.

Peristiwa menyuapi orang tua dengan makanan ritual adat teing tinu ini mengingat kita kembali lagi ke masa kecil kita. Dengan orang tua kita menyuapi kita makanan. Kemudian kita mencium tangan orang tua kita, bahkan tanpa kata-kata yang diucapkan, hanya air mata saja. Sebab tidak mampu lagu mengungkapkan kata-kata. Kata-kata tidak penting dan tidak mampu membalas semuanya.

Menghargai Orang tua


Dari acara teing tinu ini, pesan yang disampaikan adalah rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan yang telah menitipkan kita kepada orang tua kita dan ras syukur kepada orang tua yang telah membesarkan kita. Acara teing tinu ini mengajarkan kepada kita untuk bisa menghargai orang tua kita. Saat mereka sudah tua tak berdaya, bahkan sakit tidak dapat bangun sendiri di tempat tidur atau bahkan berak di tempat tidur, kita harus tetap merawat dan menghargai mereka. Kita harus kembali ke masa kecil kita, yang juga tidak dapat melakukan apa-apa, orang tua tetap menjaga kita meskipun kita berak dan kencing di tempat tidur. Mengapa saya mengungkapkan ini? Karena saya melihat ada anak-anak yang tidak merawat orang tuanya yang sedang sakit dengan baik bahkan merasa jijik.

Orang tua tidak membutuhkan harta berlimpahmu disaat kamu sudah menjadi orang kaya. Orang tua tidak membutuhkan jabatanmu disaat kamu sudah memiliki jabatan yang tinggi. Larena orang tua tidak membesarkan kamu dengan uang dan jabatan melainkan dengan cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, jika kita sudah menjadi orang berduit, jangan terbiasakan merawat orang tua yang sudah lanjut usia dengan membayar orang untuk merawat dan kita sendiri jijik. Orang tua tidak jijik saat membesarkan kita.

Kepuasan

Saat kita sendiri yang merawat orang tua kita yang sedang sakit adalah membawa kepuasan tersendiri bagi kita. Teing tinu yang sesungguhnya adalah terletak pada perbuatan yang nyata ini bukan hanya sekedar symbol adat karena takut leluhur. Saya ingat saat merawat bapaku di rumah sakit sebelum beliau pergi meninggalkan kami selamanya. Kami merawatnya dengan sungguh selama hampir tiga bulan di rumah sakit. Kami rela bergantian tidur untuk merawatnya. Kami rela meninggalkan pekerjaan kami masing-masing untuk merawat beliau. Meskipun beliau pergi untuk selama-lamanya dari hidup kami, kami merasa puas telah merawatnya dengan baik di saat terakhir kehidupannya. Bagi kami teing tinu yang sesungguhnya ada pada perbuatan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun