Mohon tunggu...
Charles Pulery Purma
Charles Pulery Purma Mohon Tunggu... Institut Shanti Bhuana

Saya mahasiswa Institut Shanti Bhuana, sekarang saya sedang kuliah dan sudah memasuki semester 5

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Jika Kode Konvensional Adalah Otak Kiri, Maka Ai Adalah Otak Kanan

26 September 2025   05:55 Diperbarui: 26 September 2025   05:55 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Codingan (sumber gambar: BINAR)

                                                                                                                                 

Kalau kita membahas tentang dunia coding, ada dua pendekatan utama yang sering kali dibandingkan: pemrograman konvensional dan kecerdasan buatan (AI). Keduanya sama-sama penting, bahkan bisa dibilang saling melengkapi, meski cara kerjanya berbeda jauh. Pemrograman konvensional sudah lebih dulu ada dan menjadi fondasi banyak sistem yang kita gunakan sehari-hari, mulai dari aplikasi kasir di minimarket, sistem perbankan, hingga perangkat lunak sederhana di komputer. Sementara itu, AI muncul lebih belakangan dengan tujuan meniru cara manusia berpikir, belajar, dan mengambil keputusan berdasarkan data.

Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ibaratkan dengan tubuh manusia. Kita semua tahu otak manusia terbagi menjadi dua belahan: otak kiri dan otak kanan. Otak kiri biasanya berhubungan erat dengan logika, aturan, dan hal-hal yang terorganisir dengan rapi. Sedangkan otak kanan lebih identik dengan kreativitas, intuisi, dan kemampuan mengenali pola. Analogi ini sangat pas jika kita hubungkan dengan dunia pemrograman.

Pemrograman konvensional bisa dianggap sebagai otak kiri: kaku, penuh aturan, tapi sangat presisi dan dapat diandalkan. Ia hanya akan melakukan apa yang sudah dituliskan programmer. Sementara AI lebih cocok disebut otak kanan: fleksibel, mampu belajar dari pengalaman, dan bisa beradaptasi dengan kondisi yang terus berubah. Dengan memahami perbedaan peran "otak kiri" dan "otak kanan" ini, kita bisa melihat dengan jelas bagaimana pemrograman konvensional dan AI bekerja, serta mengapa keduanya sama-sama dibutuhkan di era digital saat ini.


Codingan (sumber gambar: BINAR)
Codingan (sumber gambar: BINAR)

Otak Kiri: Pemrograman Konvensional 

Dalam pemrograman tradisional atau konvensional, komputer bekerja layaknya mesin yang hanya menuruti perintah. Ia tidak bisa berimprovisasi atau mengambil keputusan sendiri di luar apa yang sudah diprogramkan. Semua logika, aturan, dan instruksi harus ditulis jelas oleh pengembang sejak awal. Tanpa instruksi, komputer hanyalah kotak kosong yang tidak tahu apa-apa. Contoh sederhananya bisa kita lihat pada sistem lampu lalu lintas. Programmer akan menuliskan aturan seperti:

           Lampu merah = berhenti

           Lampu hijau = jalan

           Lampu kuning = bersiap

Komputer akan menjalankan instruksi ini secara berulang-ulang, persis sesuai kode yang sudah dibuat. Ia tidak akan pernah tiba-tiba memutuskan untuk memperpanjang lampu hijau hanya karena jalanan sedang macet, kecuali programmer menambahkan aturan tersebut. Itulah mengapa pemrograman konvensional sering dianggap sebagai (otak kiri). Sifatnya kaku, penuh aturan, dan sangat terstruktur. Namun justru karena kekakuan itulah, hasilnya bisa dipastikan presisi, stabil, dan dapat dipercaya. Kita tidak perlu khawatir komputer akan bertindak di luar skenario, karena ia hanya akan patuh pada apa yang sudah diperintahkan.


Otak Ai (sumber gambar: Fakultas Hukum UMSU)
Otak Ai (sumber gambar: Fakultas Hukum UMSU)
Otak Kanan: Kecerdasan Buatan (AI)

Berbeda dengan pemrograman konvensional yang mengandalkan aturan kaku, Kecerdasan Buatan (AI) bekerja dengan cara yang lebih luwes. Alih-alih menuliskan semua peraturan secara rinci, kita justru memberikan data agar sistem bisa belajar sendiri. Bayangkan kita ingin membuat sebuah sistem yang mampu mengenali wajah seseorang. Kalau memakai cara lama, programmer harus menuliskan aturan detail: bentuk mata, letak hidung, ukuran mulut, hingga jarak antarbagian wajah. Tentu saja, hal ini sangat rumit dan hampir mustahil dilakukan karena setiap manusia punya ciri khas yang berbeda-beda.

Dengan AI, caranya jauh lebih sederhana sekaligus cerdas. Kita cukup menyuplai ribuan foto wajah, lalu AI akan berusaha menemukan pola dari data tersebut. Semakin banyak data yang diberikan, semakin terasah pula kemampuan AI dalam membedakan wajah. Bahkan, sistem ini bisa belajar membedakan hal-hal yang sulit dijelaskan dengan aturan logis, seperti ekspresi senyum tipis atau sorot mata tertentu. Inilah mengapa AI sering disebut mirip otak kanan manusia. Ia belajar melalui pengalaman, mengandalkan intuisi, dan bisa menemukan pola yang tidak selalu terlihat jelas bagi kita. Sama seperti manusia yang bisa mengenali teman lama di tengah keramaian hanya dengan sekilas pandang, AI pun mampu mengidentifikasi sesuatu berkat proses "belajar" dari data yang sudah dimilikinya.


Ketika Keduanya Bekerja Bersama
Walaupun keduanya berbeda, itu tidak berarti bahwa otak kiri lebih unggul daripada otak kanan, atau sebaliknya. Justru, keduanya saling melengkapi satu sama lain. Bayangkan sebuah kendaraan cerdas. Untuk mengendalikan mesin, kecepatan, dan rem, kendaraan tersebut tetap memerlukan aturan ketat yang dibuat dengan pemrograman konvensional. Namun, untuk mendeteksi tanda lalu lintas, situasi jalanan, atau bahkan memperkirakan tindakan pengemudi lain, kendaraan itu memerlukan kecerdasan buatan. Ini menunjukkan bahwa masa depan teknologi bukanlah tentang memilih salah satu, melainkan bagaimana menggabungkan potensi otak kiri dan otak kanan secara harmonis.


Penutup
Pemrograman tradisional merupakan dasar yang teratur dan jelas, mirip dengan fungsi otak kiri manusia. Kecerdasan buatan mencerminkan sisi kreatif yang mampu belajar, beradaptasi, dan mengenali pola, seperti otak kanan. Apabila keduanya disatukan, kita akan menyaksikan munculnya teknologi yang tidak hanya pintar, tetapi juga luwes. Di sinilah terletak keajaiban dalam kemajuan digital masa kini.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun