Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kandang Tua itu Masih Serupa Rumah Perawan

11 Oktober 2016   23:21 Diperbarui: 12 Oktober 2016   09:34 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari jakonline.asia

Separuh abad lebih, tepatnya 54 tahun, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) tegak berdiri di jatung ibu kota. Sejak dibuka pertama kali pada 24 Juli 1962, stadion yang semula berkapasitas lebih dari 120 ribu tempat duduk itu, menjadi saksi sekaligus simbol prestise dan kemenangan, ambisi politik, hasrat kuasa, serta prasasti terang-gelap prestasi olahraga di negeri ini.

Berdiri di kompleks Gelanggang Olahraga Bung Karno, SUGBK lahir dari hasrat besar Presiden Soekarno untuk melambungkan olahraga Indonesia di mata dunia. Sebagai bangsa yang belum lama merdeka, Soekarno merasa perlu untuk menegaskan eksistensi Indonesia dalam pergaulan internasional. Untuk itu ia tak segan meminta pertolongan sekutu, Nikita Khrushchev yang saat itu berkuasa di Rusia. Bantuan berupa kredit lunak sebesar 12,5 juta dollar AS pun mengalir dari Kremlin.

Konon saat berkunjung ke Moscow pada 1960, Soekarno terpukau dengan stadion sepakbola di pusat kota bernama Luzniki Stadium yang berdiri sejak 1956. Kepada Khrushchev yang memimpin Rusia sejak 1953, sang founding father mengutarakan hasratnya agar stadion serupa bisa tegak berdiri di Indonesia. Tak hanya fulus, arsitek Rusia pun dikirim ke tanah air untuk membantu Frederich Silaban, sang arsitek utama. Dari sisi tertentu, SUGBK pun menjadi adik kandung Luzniki Stadium. Lebih dari itu, ia menjadi titik simpul garis persahabatan Jakarta-Moscow.

Buah diplomasi dan tali persahabatan itu  membuat Soekarno bisa membusungkan dada saat pergelaran Asian Games keempat di helat di Jakarta, tak lama setelah stadion megah itu resmi dibuka. Kepada bangsa-bangsa Asia, Soekarno memaklumkan bahwa Indonesia bisa berbuat lebih dari apa yang mereka pikirkan.

Pernyataan tersebut tampaknya tidak berlebihan. Saat mengajukan diri sebagai tuan rumah pesta olahraga bangsa-bangsa Asia itu, banyak negara meragukan. Tak hanya ekonomi yang cekak, sumber daya manusia pun setali tiga uang.

Harian Singapura Strait Times tak segan meneror Indonesia dengan tulisan berjudul Lonceng Kematian Asian Games Terdengar di Jakarta? Hemat tetangga, termasuk pula negara-negara anggota Federasi Asian Games (AGF) lainnya, Indonesia jangan sampai mematikan citra Asian Games yang tengah dibangun. Dengan kata lain Indonesia sebaiknya menahan diri karena belum waktunya menjadi host ajang besar itu. Lebih baik Indonesia menyerahkan tanggung jawab itu kepada Pakistan atau Taiwan yang saat itu juga menawarkan diri menjadi tuan rumah.

Dari atas podium saat peresmian stadion pada 21 Juli, Soekarno berteriak lantang. Ia tak menyerang secara langsung para tetangga yang semula skeptis bahkan cenderung merendahkan, melainkan secara retoris kepada masyarakat Indonesia. “Apakah Anda bangga dengan stadion ini? Apakah Anda bangga stadion semegah ini dimiliki Indonesia?”

Pertanyaan itu tampaknya lebih sebagai seruan kemenangan Soekarno dan bangsa Indonesia. Meski tak tampil sebagai juara umum, berada di peringkat kedua di belakang Jepang sudah lebih dari cukup. Mengirim wakil terbanyak dari total 1,460 atlet yang berasal dari 17 negara, Indonesia hanya mendulang 11 medali emas, jauh tertinggal dari Jepang dengan 73 medali emas. Setidaknya perolehan emas itu melebihi India, Pakistan, Filipina, Korea Selatan, hingga Singapura.

Sejak itu SUGBK menjadi rumah bagi sejumlah perhelatan penting di tanah air, dan silih berganti menjadi tuan rumah ajang olahraga tingkat internasional.  Empat edisi SEA Games masing-masing 1979, 1987, 1997 dan 2011 dihelat di sana. Kejuaraan Piala Tiger, penyisihan grup piala AFC, hingga pertandingan utama Piala AFF mengambil tempat di stadion dengan 24 sektor dan 17 pintu masuk itu.

Bila di setiap laga kandang internasional di Malaysia sudah pasti dihelat di stadion Nasional Bukit Jalil, atau di Singapura  di Stadion Nasional Singapura atau  Inggris  yang tak bergeser semenjak stadion Wembley berdiri, pun Prancis dengan Stade de France, maka Indonesia sudah pasti menjamu negara-negara lain di SUGBK.

SUGBK pun menjadi oase yang memuaskan dahaga para pencinta sepak bola tanah air akan tim-tim impiannya dari mancanegara. Inter Milan, LA Galaxy, Valencia, Arsenal, Liverpool, Chelsea, Juventus dan AS Roma pernah berlaga di tempat itu. Sejumlah pemain beken yang sedang bersinar pada masanya pun sempat menyapa para pemujanya di sana. SUGBK tak ubahnya kuil pemujaan terhadap para dewa si kulit bundar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun