Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengalaman Covid-19 dan 3 Siasat Menumbuhkan Harmoni Bertetangga

25 Oktober 2022   07:41 Diperbarui: 2 November 2022   15:05 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi relasi bertetangga| Dok Shutterstock via Kompas.com

Lebih dari separuh hidup saya dihabiskan tidak di kota kelahiran dan tidak di antara sanak keluarga. Saya harus berpindah-pindah karena alasan pendidikan dan pekerjaan.

Dalam perjalanan panjang itu, banyak peristiwa terjadi. Banyak hal berkesan yang masih membekas. Salah satunya tentang betapa berartinya tetangga dan hidup bertetangga.

Tetangga dalam arti sederhana adalah dia yang hidup di dekat kita. Baik karena faktor tempat tinggal, pekerjaan, juga pendidikan. Kita menyebut tetangga rumah, rekan kerja, hingga kawan sekolah atau kampus.

Pada kesempatan ini saya coba mengkhususkan diri pada sebutan tetangga yang paling umum yakni mengacu pada tetangga rumah.

Saya menyadari betapa penting tetangga dan berwarnanya dinamika bertetangga dalam kaca mata seorang perantau. Kurang dan lebih pengalaman bersama orang-orang di sisi kiri dan kanan tempat tinggal (rumah atau kos), tidak dapat menafikan ungkapan tetangga adalah keluarga terdekat.

Terkadang dalam pengalaman dan arti yang lebih ekstrem, mengutip salah satu pernyataan, kita bisa sampai pada pernyataan ini. Lebih baik tetangga yang dekat ketimbang saudara yang jauh.

Saat terjepit masalah mendadak seperti sakit, kebanjiran, mati listrik, hingga kemalingan, tetangga adalah penyelamat. Mereka adalah dewa penolong yang datang tepat waktu dan tepat pada waktunya. Sebelum bantuan datang dari sanak saudara yang berada di tempat yang jauh, tetangga dekat itu lebih dahulu mengulurkan bantuan.

Satu peristiwa yang hemat saya tidak seorang pun bisa membantah betapa bersyukurnya kita hidup bertetangga adalah saat Covid-19 menerjang. Saat ada dalam atau satu keluarga terpapar virus yang bermula dari Wuhan, China itu, tetangga lain adalah penolong pertama dan utama.

Kita boleh meratap dan mengeluh pada sanak keluarga yang tidak berada di dekat kita. Namun, yang lebih lekas memberi pertolongan adalah tetangga di kiri, kanan, depan, atau belakang rumah.

Sebelum keluarga sedarah datang dan memberi bantuan, keluarga terdekat yang tidak memiliki pertalian darah itu sudah lebih bertindak, entah memberi obat, vitamin, hingga makanan.

Tanpa perlu kita minta sekalipun, terkadang mereka dengan ikhlas mengulurkan bantuan. Tiba-tiba saja ada pesan masuk ke telepon genggam yang berbunyi begini.

"Kami titip makanan dan maaf kami terpaksa ikat di pagar rumah ya." "Ada vitamin dan obat di depan pintu, semoga membantu."

Terkadang pesan singkat "semoga lekas sembuh" adalah penghiburan sekaligus penguatan yang sungguh berarti di saat-saat sulit. Kita merasa tidak sendirian.

Tentu untuk sampai pada taraf tersebut ada ongkos  tertentu yang sudah kita investasikan. Tidak semata-mata karena kita sedang berada di "perahu yang sama" yakni bencana.

Sejauh pengalaman saya dalam konteks bertetangga di Indonesia, beberapa prinsip dan contoh sederhana di bawah ini menjadi jembatan penghubung kita dengan tetangga. Membuat jarak fisik yang dekat itu benar-benar bermakna.

Tidak dapat dimungkiri, tidak semua dari antara kita memiliki pengalaman yang sama positif tentang hidup bertetangga. Terkadang jarak boleh dekat, tetapi hati justru terasa jauh. Tetangga malah bisa menjadi "neraka" atau "racun" tersendiri.

Pertama, berusaha mengenal dan memahami tetangga. Mulai dari memperkenalkan diri saat baru saja pindah atau memperkenalkan diri sambil mengenal tetangga baru.

Terkadang kita merasa enggan dan tidak perlu untuk sekadar "say hello". Kita merasa bisa mengatasi segala sesuatu sendiri.

Padahal perkenalan itu tidak harus mengambil waktu khusus dan harus bertandang ke rumah. Saat sedang berjalan-jalan di luar rumah, bekerja di halaman, atau saat hendak meninggalkan rumah dan kebetulan berpapasan adalah beberapa contoh.

Begitu juga sebagai tetangga yang sudah tinggal lebih awal, kepada tetangga baru kita bisa mengambil inisiatif. Hitung-hitung sebagai sebuah penyambutan kepada pendatang baru yang akan mengisi hari-hari kita selanjutnya.

Tidak hanya memperkenalkan diri dan berbasa-basi laiknya pertemuan pertama, berbagi informasi terkait waktu pengangkutan sampah, iuran keamanan, letak fasilitas umum seperti lapangan olahraga, tempat ibadah, sungguh berarti bagi tetangga baru.

Dengan begitu, kita menorehkan awal yang baik. Niscaya, sambutan dan perkenalan yang hangat itu akan menjadi pintu masuk untuk relasi jangka panjang yang harmonis.

Kedua, menghormati dan memperhatikan tetangga. Prinsip umum bila ingin dihargai atau dihormati maka perlu melakukan hal yang sama kepada orang lain, masih berlaku dan senantiasa relevan.

Menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, hingga ketertiban setiap hewan peliharaan adalah beberapa contoh.

Terkadang disharmoni bisa dipantik oleh hal-hal sepele. Sampah yang bertebaran hingga ke halaman tetangga atau lolongan hewan peliharaan seperti anjing yang sulit dikendalikan.

Dalam situasi seperti itu maka sebagai tetangga yang baik, baik kiranya untuk memastikan sampah benar-benar diamankan pada tempatnya. Bila memiliki anjing maka perlu kiranya untuk tidak segan meminta pengertian dan pertimbangan tetangga.

Soal suara dan kebisingan juga sangat rentan. Saat melakukan pembangunan, perbaikan atau renovasi rumah perlu memperhatikan ketenangan dan kenyamanan tetangga.

Memang suara-suara ketukan, pukulan, dan deru mesin pemotong sulit diredam. Namun, perlu menjaga batas yang wajar, termasuk kapan harus mulai bekerja dan kapan harus berhenti. Tidak membiarkan para teknisi atau tukang bekerja hingga larut malam adalah salah satu pertimbangan yang arif.

Bentuk perhatian lainnya bisa ditunjukkan dengan memberikan perhatian saat tetangga mengalami musibah seperti kematian. Meguncap dukacita adalah contoh paling sederhana.

Hal lain adalah menawarkan bantuan saat tetangga mengalami kesulitan. Misalnya, bantu menerima paket saat mereka tidak  sedang berada di rumah.

Saat melihat tetangga tidak memiliki alat tertentu, baiklah untuk menawarkan milik kita. Kala tetangga keluar kota, mungkin mereka akan meminta bantuan untuk mengawasi rumahnya.

Ketiga, menghadapi setiap masalah secara tatap muka, kepala dingin, dan penuh respek.

Dalam hidup bersama, potensi gesekan selalu ada. Dalam berbagai skala dan intensitas, entah dipicu oleh hal besar maupun remeh-temeh. Entah disengaja atau pun kebetulan.  Soal parkir kendaraan hingga tanaman yang merambat ke wilayah tetangga terkadang bisa menjadi persoalan.

Apa pun masalah dan keluhan, penting kiranya memperhatikan prinsip-prinsip umum. Tetap tenang saat berbicara dengan tetangga. Demikian halnya bersikap serupa saat ada tetangga yang datang menyampaikan masalah atau keprihatinan.

Setiap problem perlu disikapi secara terbuka, bijak, rasional, dan kepala dingin. Adalah hal yang terpuji dan elegan bila setiap masalah disampaikan dengan tatap muka. Melakukan dialog dari muka ke muka, alih-alih melalui kiriman pesan singkat atau telepon, apalagi bila harus menyebarkannya ke pihak-pihak lain.

Hindari bergosip tentang masalah apa pun dengan tetangga ke tetangga lain atau orang-orang di luar tempat tinggal. Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah. Malah berpeluang menimbulkan masalah baru.

Sekiranya urusan menjadi rumit dan perlu melibatkan pihak ketiga maka baiklah itu ditempatkan sesuai porsinya. Setiap upaya penyelesaikan melalui jalur mediasi tetap perlu dijalankan dan disikapi secara bijak dan konsekuen.

Bila melakukan kesalahan, baiklah dengan berbesar hati meminta maaf. Dengan meminta maaf martabat kita tidak akan direndahkan. Kita justru semakin dihargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun