Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sudah Berapa Pohon yang Kau Tanam dan Pelihara, Kawan?

31 Oktober 2018   09:48 Diperbarui: 31 Oktober 2018   11:45 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lingkungan asri dengan deretan tanaman trembesi/Foto Agung Han

Sudah berapa pohon yang kita tanam dan pelihara? Masing-masing orang tentu punya pengalaman beragam dengan pepohonan. Ada yang gemar menanam dan rajin memelihara. Ada juga yang bertolak berlakang. Mereka sama sekali tak pernah berurusan dengan pepohonan dengan beragam alasan.

Saya beruntung pernah memiliki pengalaman sangat intens dengan pepohonan. Saat masih kuliah strata satu, saya sempat berkenalan dengan seorang aktivis lingkungan. Namanya Baba Akong, sapaan manis untuk Victor Emanuel Rayon.

Sosok yang satu ini sudah tak asing lagi di dunia lingkungan, terutama mangrove. Ia merupakan salah satu sosok penting di balik keberadaan hutan mangrove, nama lain untuk bakau, seluas puluhan hektar di Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Ketekunan dan kedekatan Baba Akong selama lebih dari 20 tahun telah mengubah wajah pesisir pantai utara kabupaten itu. Juga secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh kepada banyak orang.

Kini di daerah tersebut telah berdiri Mangrove Information Center yang dilengkapi perpustaan mini, track mangrove sepanjang kurang lebih 300 meter, serta berbagai sarana peristirahatan. Di tempat itu orang bisa menikmati pemandangan dan keindahan, termasuk memanen hasil laut seperti kepiting, ikan, dan siput.

Tidak hanya manfaat eknomis dan hiburan yang didapat. Lebih penting dari itu, hutan mangrove yang ada telah memberikan andil bagi keselamatan lingkungan.

Sebagaimana diketahui, mangrove menjadi benteng alami untuk abrasi, bahkan tsunami. Tsunami yang menerjang Flores pada 1992 silam sedikit banyak memberikan bukti sekaligus pelajaran pentingnya keberadaan hutan mangrove.

Penampakan hutan Mangrove hasil kerja keras Baba Akong di pesisir utara Kabupaten Sikka/http://yuknyasardiflores.blogspot.com
Penampakan hutan Mangrove hasil kerja keras Baba Akong di pesisir utara Kabupaten Sikka/http://yuknyasardiflores.blogspot.com
Tidak hanya mengenal lebih dekat sosok Baba Akong, saya juga sempat mengambil bagian dalam program penanaman mangrove bersama rekan-rekan lainnya. Meski setelah bertahun-tahun tak lagi ke tempat tersebut, setidaknya pengalaman beberapa kali ke sana lebih dari cukup menumbuhkan kesadaran lingkungan tentang pentingnya mangrove khususnya dan pepohonan pada umumnya.

Mengapa trembesi?

Dalam konteks berbeda kesadaran akan pentingnya pepohonan itu kembali terasa saat saya berada di Jakarta. Nyaris satu dekade berada di ibu kota negara saya merasakan bagaimana tersiksanya ketika terpapar terik matahari. Di antara deretan gedung pencakar langit tidak banyak kita temukan pepohonan yang bisa dijadikan tempat berteduh.

Situasi berbeda masih terasa di pinggiran Jakarta. Daerah Serpong misalnya. Selain iklim yang sedikit berbeda dan kondusif untuk tumbuhnya pepohonan, di daerah tersebut masih mudah dijumpai pepohonan dan deretan tumbuhan hijau. Bahkan di beberapa kawasan hunian, perhatian terhadap pepohonan dan ruang terbuka hijauh menjadi prioritas.

Disadari atau tidak, banyak manfaat yang dirasakan dengan kehadiran pepohonan. Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, situasi mutakhir yang terjadi di sejumlah tempat semakin mendorong pentingnya pepohonan.

Lahan dan hutan yang kian terdegradasi karena pembalakan liar, perambahan serampangan, dan deforestasi dengan alasan pembangunan telah berkontribusi pada bencana alam mulai dari banjir, kekeringan, tanah longsor, hingga pemanasan global.

Tentu butuh waktu tidak sedikit untuk mengembalikan lingkungan yang telah tedampak. Upaya rehabilitasi tidak hanya membutuhkan waktu tetapi juga tenaga. Selain itu tidak semua orang merasa tergerak dan ikut ambil bagian di dalamnya.

Pemerintah, dengan segala kapasitasnya, telah melakukan banyak hal. Selain upaya kuratif, langkah preventif pun ditempuh. Salah satunya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya lingkungan.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008 telah ditetapkan setiap tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI). Selain itu bulan Desember juga ditetapkan sebagai bulan Menanam Nasional.

Pada momen pencanangan telah digelorakkan ajakan kepada semua masyarakat Indonesia untuk ambil bagian secara konkrit. Caranya, masing-masing orang minimal menanam satu pohon. Pencanangan yang dikenal dengan One Man One Tree (OMOT) ini berlangsung pada 2009.

Setelah nyaris satu dekade sejak pencanangan tersebut, sejauh mana kita mengaplikasi amanat tersebut? Apakah seruan itu sudah cukup menggerakkan kita? Sudah berapa pohon yang kita tanam dan pelihara?

Tidak cukup dengan seruan tersebut, banyak pihak pun mempertajamnya dengan caranya sendiri. Salah satunya Djarum Trees For Life. Misi menanam pohon dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation untuk menjaga kelestarian lingkungan ini telah dimulai sejak 1979 lalu. Usaha tersebut dilakukan secara berkesinambungan. Hasilnya, sudah lebih dari 2 juta pohon ditanam.

Salah satu jenis pohon yang dianjurkan untuk ditanam adalah trembesi. Tumbuhan bernama Latin Samanea saman ini dikenal berpostur besar, tinggi, dengan tajuk yang sangat lebar. Tak heran tumbuhan ini sangat diandalkan sebagai peneduh.

Pohon trembesi yang menjulang tinggi dan kokoh/foto dari www.djarumtreesforlife.org
Pohon trembesi yang menjulang tinggi dan kokoh/foto dari www.djarumtreesforlife.org
Tumbuhan yang menjulang hingga 25 meter ini juga berperan penting di kala hujan melanda. Apabila curah hujan sangat tinggi, ia bisa berperan untuk memperlambat laju air hujan yang jatuh ke tanah. Dengan demikian erosi dan banjir bisa dihindari.

Pohon yang dipanggil dengan banyak nama seperti Saman, Pohon Hujan dan Monkey Pod ini berperan penting untuk menjaga dan memperbaiki kualitas udara. Buruknya kualitas udara akibat pencemaran CO2 menuntut banyaknya tumbuhan yang mampu menyerap zat berbahaya tersebut.

Trembesi memiliki kemampuan menyerap lebih banyak CO2 dibanding pohon lain. Satu trembesi mampu menyerap CO2 sebanyak 28,5 ton per tahun.

Jumlah tersebut lebih banyak yang bisa dilakukan satu pohon akasia yakni 5,3 ton COR per tahun. Dan jauh lebih banyak dari satu pohon kenanga yang mampu menyerap 0,8 ton per tahun.

Dengan peran penting ini maka kehadiran trembesi sangat dibutuhkan. Apalagi jejak karbon rata-rata penduduk Indonesia yang berkisar 1,8 ton per tahun, maka keberadaan satu pohon trembesi bisa mengurangi jejak karbon dari sekitar 15 penduduk Indonesia.

Gambar dari www.djarumtreesforlife.org
Gambar dari www.djarumtreesforlife.org
Tidak mudah memang untuk menanam pohon tersebut. Namun pohon ini dikenal bandel karena mudah dan cepat tumbuh.

Tentu tidak ada alasan untuk tidak ambil bagian dalam program untuk memperbanyak pohon sejenis. Atau setidaknya, dengan keterbatasan waktu dan ruang, siapa saja bisa ikut ambil bagian dalam upaya untuk  menjaga hingga memperbanyak jalur hijau.

Sasarannya jelas, kualitas udara semakin baik yang akan berjalan linear dengan tingkat kesehatan masyarakat, hal mana yang sedang menjadi keprihatian bersama menyusul isu pemanasan global yang kian menguat.

Mari menanam dan merawat pohon, kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun