Mohon tunggu...
Sumire Chan
Sumire Chan Mohon Tunggu... Guru - www.rumpunsemesta.wordpress.com

Pengajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Fenomena "Panic Buying" Terulang Kembali

21 Januari 2022   20:50 Diperbarui: 21 Januari 2022   20:58 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                           Sumber gambar: Money.Kompas.com

Istilah panic buying identik dengan tindakan masyarakat untuk memborong barang dalam jangka waktu yang pendek. Panic buying adalah perilaku belanja konsumen yang didorong oleh kekhawatiran dan ketersediaan barang di masa yang akan datang.

Sepanjang masa pandemi, beberapa kali kita dihadapkan dengan situasi ini. Mulai pembelian produk vitamin, antiseptik, hand sanitizer, masker, sampai dengan susu beruang yang dianggap ampuh melawan virus corona.

Fenomena panic buying bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain seperti halnya New York, pernah terjadi panic buying anak ayam. Mereka berpikir bisa memiliki daging dan telur sendiri ketika di pasaran tidak tersedia. Kemudian di North Carolina, peristiwa panic buying yang pernah terjadi adalah berupa kepemilikan senjata api. Mereka berpikir dengan adanya senjata api bisa melindungi dengan cukup maksimal seperti dalam peristiwa perampokan atau penjarahan di masa yang akan datang. Begitupun dengan Eropa, Singapura, Afrika, Jepang dan sebagainya juga pernah mengalami panic buying. Peristiwa panic buying yang sering terjadi biasanya seputar pembelian makanan serta alat kesehatan.

Hal yang terjadi saat ini adalah panic buying kembali terulang pada minyak goreng. Setelah sebelumnya harga minyak goreng membumbung tinggi dengan kisaran nominal Rp. 40.000, -  dari yang semula dikisaran Rp. 25.000 -- Rp. 30.000. Kondisi ini dirasa mencekik. Bagaimana tidak? Hampir semua olahan makanan selalu menggunakan minyak goreng. Keberadaan minyak goreng dalam suatu hidangan hampir seperti halnya keberadaan garam yang tak akan asin jika tak ditambahkan, dan tak akan gurih jika tanpa tambahan minyak.  

Masyarakat merasa takut harga minyak akan kembali meroket. Akibatnya banyak dari mereka yang datang menyerbu toko-toko yang menjual minyak goreng dengan harga tunggal untuk produk harga subsidi. Banyak kejadian tak terduga karena peristiwa ini. Tak tanggung-tanggung, banyak dari mereka yang sampai merusak fasilitas. Banyak hal menggelitik sekaligus menyanyat hati, mulai dari perilaku ibu-ibu yang bolak-balik ganti penutup kepala untuk membeli minyak agar tidak dikenali, bentuk antrean kasir yang sangat mengular hingga hampir memenuhi toko, sampai dengan jari tangan yang diberi tanda laiknya pemilu agar tak membeli minyak goreng kembali dalam hari yang sama.

Dalam hal ini, Menteri Perdagangan pun menjelaskan bahwa harga minyak goreng ini dijamin selama enam bulan ke depan. Kendati demikian, hal ini tidak membuat keadaan berubah di beberapa tempat.

Lantas bagaimana jika fenomena panik buying ini rutin terulang. Hal yang terjadi adalah keterbatasan persediaan, pemborosan, hingga inflasi. Kelangkaan berbagai produk dan barang kebutuhan mengakibatkan harga dari produk langka tersebut meningkat yang dapat menggangu stabilitas ekonomi.

Melihat situasi seperti ini, sejatinya kita harus lebih bijak dengan keadaan. Rasa peduli terhadap  sesama dan selalu berpikir positif adalah bagian dari ikhtiar manusia untuk menyikapi keadaan menjadi bahagia. Dengan tidak melakukan panic buying, maka kita bisa memberikan akses kepada orang lain untuk sama-sama memenuhi kebutuhan dengan sederhana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun