Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Blog pribadi : www.sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sementara Setan Dibelenggu, Preman Dibiarkan Berkeliaran Minta THR

21 Maret 2025   23:45 Diperbarui: 21 Maret 2025   23:58 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya pemberitaan dan viralnya kasus permintaan THR oleh lembaga tertentu atau ormas ini merupakan bentuk protes dari perusahaan atau tempat usaha tertentu yang selama ini dimintai. Lebih dari itu, dukungan masyarakat juga sebagai bentuk kekesalan karena tindakan mereka telah meresahkan.

Sikap tidak terima akan permintaan THR ini karena jelas bahwa perusahaan / tempat usaha selama ini merasa ditekan. Pengurus lingkungan atau ormas tertentu telah memanfaatkan kekuasaan atau pengaruhnya pada perusahaan agar memberikan THR. Sementara, bagi perusahaan jelas tidak akan memberi dengan sukarela karena pihak-pihak tersebut tidak ada hubungannya dalam rantai usaha yang dijalankan. Ditambah ada pula yang memaksa dengan jumlah yang jelas memberatkan.

Kenyataan ini harusnya disadari dengan jelas, lalu disikapi dengan tegas oleh pemerintah. Namun, pemerintah tampak canggung atau kesulitan bertindak tegas. Karena, biasanya pemimpin, baik itu tingkat pusat atau daerah merasa hutang budi pada ormas tertentu, karena pada saat berlangsung pemilu atau pilkada, biasanya mereka memberikan dukungan untuk kemenangannya. Situasi ini yang melemahkan posisi pemerintah untuk melindungi kepentingan perusahaan atau tempat usaha, bahkan warga masyarakat.

Jelas fenomena ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang tegas dalam penegakan hukum dan memberikan kepastian hukum pada warganya, termasuk pada pengusaha. Apabila tidak ada tindakan tegas, maka ini akan menjadi preseden buruk di kemudian hari. Bahkan bisa berdampak buruk pada dunia usaha. Oleh sebab itu, kita perlu mencatat sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa ini, bagaimana sikap pemimpin (pusat dan daerah) dalam menangani fenomena yang meresahkan jelang hari raya seperti ini. Terkait hal ini, kita bisa membaca dan mencatat pernyataan pejabat publik di berbagai media, ada yang tegas, ada yang setengah hati, ada pula yang sikapnya justru mengecewakan masyarakat.

Apabila pemerintah terus membiarkan keresahan di tengah masyarakat, artinya pemerintah membiarkan tindakan yang mengganggu ketenangan dan kekhusyukan umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa. Karena secara langsung atau pun tidak langsung setelah menonton perilaku yang meresahkan semacam itu biasanya emosi jadi terpancing dan kesabaran pun jadi teruji. Akankah pemerintah dan aparat membiarkan umat Muslim terganggu ibadahnya, sementara integritas mereka kini sedang diragukan. Dan, tentu kita tidak cukup puas dengan permintaan maaf setelah pelaku premanisme diciduk polisi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun