Mohon tunggu...
Chairunnisa
Chairunnisa Mohon Tunggu... IPB University

A dedicated student of Digital Communication and Media at IPB University. My academic journey is complemented by hands-on experience in event coordination and project management. I have successfully orchestrated numerous events and projects, demonstrating my ability in project management, teamwork, effective communication, and execution of plans. I am always eager to learn and grow, seeking opportunities and collaborations.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Mukbang: Budaya Makan Asal Korea yang Populer di Media Digital

18 Mei 2025   21:35 Diperbarui: 18 Mei 2025   21:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mukbang Makanan Korea (Sumber: Freepik)

Pernahkah kamu menonton atau tidak sengaja menemukan video seseorang yang makan dengan porsi besar di media sosial, seperti Instagram, TikTok, atau YouTube? Biasanya video tersebut diiringi oleh suara-suara makan yang terdengar jelas atau disebut dengan istilah ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response). Kegiatan tersebut dikenal dengan nama "mukbang" yang kini teah berkembang menjadi salah satu hiburan menarik bagi banyak orang di seluruh dunia.

Mukbang berasal dari dua kata dalam bahasa Korea, yaitu "meokneun" yang berarti makan dan "bangsong" yang berarti siaran. Secara harfiah, mukbang dapat diartikan sebagai siaran makan. Mukbang pertama kali muncul di Korea Selatan pada tahun 2010 melalui platform streaming AfreecaTV, yang dilakukan oleh para penyiar dengan mengundang audiens untuk menyaksikan mereka makan dalam porsi besar sambil berinteraksi secara langsung.

Seiring berjalannya waktu, mukbang tidak hanya terbatas pada siaran langsung, namun telah berkembang menjadi video yang diproduksi secara profesional di platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram. Para content creator mulai berkreasi dengan menggabungkan elemen hiburan, ASMR, bahkan storytelling, sehingga menjadikannya lebih menarik bagi audiens. Beberapa content creator mukbang Korea Selatan yang terkenal adalah Tzuyang, Ssoyoung, Boki, dan masih banyak lagi.

Saat ini, popularitas mukbang tidak hanya di Korea Selatan. Dengan adanya platform media sosial, mukbang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Banyak content creator dari negara-negara lain mulai mengikuti tren ini dan menyesuaikannya dengan budaya serta kebiasaan makan mereka, seperti Nikocado Avocado dari Amerika Serikat dan Tanboy Kun dari Indonesia, yang telah memperoleh jutaan pengikut di platform mereka. Dengan menggabungkan visual makanan yang nikmat dalam porsi banyak, suara makan yang sangat jelas dan menggugah selera, serta diselingi interaksi dengan audiens, membuat yang menonton pun betah berlama-lama.

Mukbang merupakan contoh bagaimana budaya lokal dapat menjadi bagian dari budaya global berkat perkembangan media digital. Makanan adalah kebutuhan dasar yang bersifat universal, sehingga mukbang menjadi konten yang dapat diterima oleh banyak orang tanpa memandang latar belakang budaya masyarakat.

Mukbang juga memberikan kesempatan bagi audiens untuk mengenal makanan dan budaya, terutama Korea Selatan. Makanan seperti kimchi, tteokbokki, dan samyang menjadi lebih popular berkat eksposur yang diberikan oleh para content creator mukbang. Fenomena ini juga berkontribusi pada meningkatnya minat terhadap budaya Korea yang dikenal dengan istilah "Hallyu" atau "Korean Wave". Kini mukbang tidak terbatas pada budaya Korea saja. Seiring dengan berkembangnya tren, content creator di seluruh dunia juga mulai mengenalkan makanan khas daerah mereka. Di sinilah mukbang menjadi titik temu antar budaya, menjadikannya sebagai saluran untuk berbagi dan mengenal keanekaragaman kuliner dunia.

Mukbang memberikan dampak yang beragam terhadap audiens, baik dari sisi positif maupun negatif. Dari sisi positif, mukbang menjadi hiburan, terutama bagi audiens yang memiliki ketertarikan dengan makanan atau audiens yang kesepian karena terbiasa makan sendiri. Audiens dapat merasakan kehadiran sosial secara virtual seolah-olah sedang makan bersama orang lain. Selain itu, mukbang juga memperkenalkan berbagai jenis makanan dari Korea maupun negara lain, sehingga dapat memperluas pengetahuan kuliner dan menumbuhkan ketertarikan terhadap budaya asing. Terbukti dari tidak sedikit penonton yang terdorong untuk mencoba resep baru atau mencicipi makanan dari konten mukbang yang sebelumnya tidak dikenal.

Namun demikian, mukbang juga berpotensi dampak negatif. Beberapa content creator mukbang mengonsumsi makanan dalam kuantitas yang tinggi, bahkan sering menampilkan makanan tidak sehat demi menarik perhatian audiens. Hal ini dapat memberikan contoh yang kurang baik, terutama bagi audiens yang mudah terpengaruh. Konsumsi makanan berlebihan yang dilakukan secara rutin, baik oleh content creator maupun audiens, dapat mempengaruhi pola makan dan kesehatan. Selain itu, mukbang juga berisiko mendorong gaya hidup konsumtif dan kurang bijak dalam mengelola asupan makanan karena sebagian audiens terpicu untuk membeli atau mengonsumsi makanan berlebih hanya demi mengikuti tren.

Mukbang merupakan contoh nyata bagaimana budaya lokal dapat menjadi bagian dari budaya global melalui media digital yang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Melalui berbagai platform media digital. Budaya makan ala Korea Selatan ini dengan cepat hadir di media sosial masyarakat dari berbagai belahan dunia. Kehadirannya menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya berfungsi sebagai saran hiburan, tetapi juga sebagai ruang pertukaran budaya. Mukbang menjadi gambaran bahwa globalisasi budaya kini dapat terjadi dengan sangat cepat melalui konten visual yang dapat dinikmati oleh siapa saja, segingga media digital telah menjadi jembatan penghubung antar budaya yang membuat masyarakat semakin terbuka dan mengenal keberagaman budaya dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun