Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taktik Manipulasi dan Dua Rupa Wajah Umar

11 Februari 2017   09:57 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:13 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for chaerol riezal/dokpri


(In Memoriam Teuku Umar: 11 Februari 1899 -- 11 Februari 2017)

Oleh: Chaerol Riezal*

Ada begitu banyak kisah dan peristiwa yang menarik dalam sejarah Aceh untuk dibicarakan, terutama pada masa Perang Belanda di Aceh (1873-1942). Anda tahu, kini saya sudah tidak pernah mau lagi untuk menyebut perang ini sebagai “Perang Aceh.” Sebab, yang memulai perang ini adalah Belanda dan bukan sebaliknya dari Aceh. Bukti sejarahnya pun masih ada dan tersedia hingga saat ini. Jadi, tidak ada alasan (lagi) untuk mengatakan bahwa perang ini sebagai sebutan “Perang Aceh”, tetapi sebutkanlah sebagai “Perang Belanda di Aceh.”

Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi dalam Perang Belanda di Aceh, salah satu peristiwa yang pernah dituliskan adalah tentang Teuku Umar. Namun, untuk Belanda, kehadiran Teuku Umar bukanlah sejarah yang menyenangkan untuk dibaca. Bab-bab yang menarik dalam sejarah tersebut, juga melibatkan perpindahan pasukan Aceh ke pasukan Belanda atau pun sebaliknya.

Kita yang mengikuti perjalanan sejarah ini, tentu saja tahu cerita tentang Teuku Umar yang pindah dari pasukan Aceh ke pasukan Belanda. Atmosfer mengerikan pun menyelimuti perjalanan panjang sejarah ini; Umar dan Belanda.

Untuk melihat seberapa mengerikan perlakuan yang diterima oleh Umar, baik ketika masih berpihak pada pasukan Aceh, lalu mendukung dan menyeberang ke pihak Belanda, maupun pada saat Teuku Umar kembali ke pangkuaan rakyat Aceh, setidaknya sejarawan telah mengungkapkan hal tersebut, atau paling tidak telah memberikan gambaran akan hal itu.

Salah satunya adalah: ketika Umar menerima gelar kehormatan “Johan Pahlawan”, Umar juga mendapat cercaan dan sebutan baru oleh Belanda, yaitu “pengkhianat”. Umar pun mendapat dua gelar yang berbeda.

Teuku Umar yang hidup pada masanya (1854-1899) sejak dari dulu sampai sekarang masih menimbulkan tanda tanya besar, why? Tokoh yang satu ini memang mengundang decak kagum yang luar biasa sampai-sampai Belanda frustasi menghadapinya. Tetapi, di lain sisi, tokoh ini juga terdapat kontroversi di dalam sejarah yang kita ketahui saat ini. Tidak sedikit pula misteri yang tersimpan dalam diri sosok yang bernama Teuku Umar Johan Pahlawan ini. Bagaimana ia mampu meyakinkan Belanda dengan berpura-pura menjadi antek Belanda, kemudian terlibat dalam insiden Kapal Nicero tahun 1884 (baca sejarahnya), adalah bentuk dari kejeniusan Umar. Anda tahu, kejadian itu dapat ditafsir sebagai dua rupa wajah Umar dan manipulasi yang diperlihatkan oleh Umar kepada Belanda dan Aceh. Sontak, Belanda pun dibuat heran olehnya, bahwa Umar telah membuat berita yang menggemparkan bagi pihak Kolonial Belanda, tak kecuali bagi pasukan Aceh sendiri.

***

118 tahun yang lalu, kita mengenal seorang tokoh sekaligus penjuang Aceh yang berdarah Minangkabau bernama; Teuku Umar (kini telah menjadi Pahlawan Nasional). Konon, Teuku Umar adalah satu-satunya pemimpin perang Aceh yang pindah langsung ke pasukan Belanda. Umar dicap sebagai pengkhianat oleh publik, namun ia menjadi idola di hati rakyat Aceh. Teuku Umar adalah salah satu kisah diantara sekian banyaknya cerita sejarah yang muncul diseputaran perang Belanda di Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun