Mohon tunggu...
Panca
Panca Mohon Tunggu... Lainnya - Selenophile

Hello

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Skripsi Itu Pilihan atau Kewajiban?

27 Maret 2021   15:15 Diperbarui: 27 Maret 2021   15:21 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Skripsi, siapa sih diantara mahasiswa yang merasa asing dengan istilah ini?

Istilah yang mungkin pada sebagian besar mahasiswa akan mengundang perasaan kengerian, menyeramkan, atau bahkan menakutkan apalagi untuk para mahasiswa yang sudah duduk di semester atas (read: tua). Serangkaian paket ini yang harus dijalankan bagi setiap mahasiswa untuk mendapatkan sertifikasi kelulusan, umumnya dimulai dari pengajuan judul, menyusun proposal, seminar proposal, penelitian, menyusun skripsi, dan sidang skripsi. Terlepas dari kegiatan-kegiatan itu, ada hal lain yang amat begitu dihindari dari kebanyakan mahasiswa -- bimbingan (read: pembimbing) dan juga revisian. 

Tapi sebenarnya apa sih Skripsi itu? Skripsi itu sendiri adalah sebuah karya tulis ilmiah -- yang dibebankan kepada mahasiswa dalam satuan kredit sebagai salah satu syarat kelulusan. Nah, mengapa hal ini menjadi beban seorang mahasiswa? Padahal mungkin di sebagian besar mahasiswa lainnya skripsi adalah hal yang biasa saja, as easy as pie. Di Indonesia sendiri, meskipun pembahasan mengenai penghapusan skripsi sudah ada lebih dari satu decade terakhir, bahwasannya skripsi itu tidak wajib ada pilihan ujian akhir lain yang  dapat mahasiswa pilih. Tetapi, hingga detik ini skripsi masihlah menjadi syarat akhir yang menentukan kelulusan pada banyak perguruan tinggi di Indonesia. Yang tidak lain tidak bukan, adalah sebuah kewajiban. Terdapat beberapa alasan menurut saya, mengapa seharusnya skripsi cukuplah menjadi pilihan di perguruan tinggi termasuk universitas saya.

Minat Mahasiswa

Sejalan dengan program Kemendikbud pada tahun 2020 mengenai Merdeka Belajar, Kampus Merdeka menjadi salah satu kelanjutannya. Kegiatan yang sudah berjalan ini mencakup beberapa kegiatan termasuk Program kampus Mengajar di daerah 3T, yang mana kontribusi mahasiswa dapat di konversi ke 12 SKS. Sebagai contoh, pada perguruan tinggi tempat saya mencari ilmu, terdapat lebih dari seribu mahasiswa yang lolos program ini belum lagi yang gagal, bisa disimpulkan angka mahasiswa yang mendaftar program ini terbilang banyak. Hal ini menunjukkan bahwasannya tidak semua mahasiswa memiliki minat yang sama dalam sistem yang teoritis, banyak diantaranya yang lebih suka mengabdi ke masyarakat, berkontribusi nyata, pun menantang dirinya sendiri untuk membawa perubahan yang significant di lapangan. Tidak melulu soal-menyoal mengenai teori-teori yang seabrek, sebagian mahasiswa meskipun banyak orang mengatakan mahasiswa yang tidak setuju skripsi sebagai kewajiban adalah golongan orang-orang bersifat praktis (read: tidak mau ribet), tetapi pada kenyataannya memang banyak mahasiswa yang skripsinya tidak sesuai dengan minat yang ingin diteliti, malah bisa saja mengikuti anjuran dosen akibat berkali-kali mendapat penolakan pada pengajuan judul. Banyak hal yang cenderung mengesampingkan minat yang ingin diteliti oleh mahasiswa, itulah mengapa skripsi bukan menjadi kewajiban yang harus diambil oleh mahasiswa karena mahasiswa dapat memilih sesuai dengan kecakapannya.

Di Luar Negeri

Seperti halnya dengan beberapa teman saya, ketika ditanya pendapatnya mengenai, apakah skripsi itu wajib atau pilihan? Banyak dari mereka jatuh pada persepsi 'pilihan', berkaca pada banyaknya universitas di luar negeri yang menggunakan tugas skripsi sebagai tugas akhir hanya untuk level S2 dan S3. Meskipun, diantaranya juga ada beberapa yang menggunakan skripsi tetapi umumnya Program Bachelor di luar negeri tidak ada istilah ini, misalnya di Amerika. Namun, terlepas dari tidak adanya skripsi disana, mereka memiliki tugas-tugas seperti membuat paper pada setiap semester. Jika di perhitungkan bukankah itu sama saja dengan bobot skripsi? Belum lagi di luar negeri standar publikasinya memiliki level cukup sulit dan sangat menaruh perhatian penuh mengenai plagiarism. Apalagi, kita juga tidak bisa memandang sebelah mata bahwasannya penelitian itu penting. Itulah mengapa sampai saat ini masih banyak perguruan tinggi yang menggunakan skripsi sebagai tugas akhir.

Alternatif Tugas Akhir

Walaupun banyak orang beranggapan bahwasannya, skripsi adalah sebaik-baiknya jalan untuk mengukur pemahaman mahasiswa terkait apa yang telah dipelajari selama menjadi mahasiswa. Tetapi tidak pula perguruan tinggi mengabaikan perbedaan minat mahasiswa, yang memungkinkan mahasiswa untuk memunculkan persepsi berbeda dalam pengeksekusiannya. Ada beberapa hal yang dapat ditawarkan sebagai pengganti skripsi sebagai tugas akhir utama pada masa perkuliahan. Misalnya, selain daripada contoh di poin pertama, ada pula contoh lain seperti program magang. Mahasiswa bisa memilih magang sebagai yang sesuai dengan disiplin ilmunya, mahasiswa juga ditantang untuk terjun langsung bagaimana mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapatnya selama perkuliahan. Atau seperti negara-negara di luar negeri, membuat paper. Sebagaimana yang diketahui sebuah universitas akan maju dan terus dikenal jikalau, ada publikasi mengenai penelitian. Tetapi seyogyanya apabila, publikasi penelitian atau paper yang dipilih seorang mahasiswa sebagai alternatif skripsi setidaknya tulisannya sudah memiliki standar yang mumpuni baik secara nasional atau internasional. 

Sebagai contoh sebenarnya ketika menelaah kembali dimulai dari semester 3 yang lalu di prodi saya sendiri sudah ada beberapa MK yang final semesternya malah membuat project, mini research. Kami benar-benar mengambil data biasanya ke sekolah-sekolah. Namun, tugas-tugas penelitian itu hanya berakhir menjadi nilai yang muncul di KHS tanpa pernah mendapatkan feedback. Pun, dengan pembuatannya hanya segelintir dari dosen yang ikut turun tangan langsung membantu dan memberi saran perbaikan. Mungkin kesibukan jam terbang yang amat sangat padat, membuat para dosen sulit untuk sekadar memberi masukan. Padahal, masukan-masukan dari dosen itulah yang amat sangat dibutuhkan bagi seorang mahasiswa. Tidak diragukan lagi, apabila sedari awal mahasiswa telah mendapatkan bekal mengenai penelitian, persepsi tentang skripsi mungkin saja adalah hal lumrah. Atau mungkin pembuatan paper yang benar-benar dibimbing akan menjadi hal yang biasa dan mahasiswa mumpuninya.

Oleh karena itu, menurut saya skripsi adalah pilihan yang bisa diambil setiap mahasiswa. Menimbang minat setiap mahasiswa yang berbeda, pun melihat di negara lain skripsi umumnya dilakukan oleh mahasiswa S2 dan S3. Kemudian juga terdapat beberapa alternatif pilihan tugas akhir mahasiswa yang bisa dipilih baik itu berkaca pada Bachelor Degree di luar negeri maupun alternatif lain yang mungkin dapat ditawarkan oleh setiap perguruan tinggi. Dan tanpa melupakan peningkatan kualitas masing-masing universitas. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun