Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

AAMAI dan Transformasi Industri Asuransi Jiwa Ramah Nasabah

6 Maret 2024   19:03 Diperbarui: 6 Maret 2024   19:05 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Industri asuransi jiwa selama ini diramaikan dengan kesan negatif dari para nasabah. Banyak di antara mereka merasa dirugikan karena misselling polis asuransi sebagai produk investasi dan besar klaim yang tidak sesuai penjelasan awal tenaga pemasar. Belum lagi, tenaga pemasar menghilang dan tidak lagi membantu nasabahnya setelah pertanggungan polis berlangsung lama dan kompensasi tidak lagi diperoleh.

Akhir-akhir ini, masalah bertambah dengan mencuatnya penyalahgunaan data nasabah oleh tenaga pemasar untuk menarik dana, membuat polis "palsu" demi mendapatkan kompensasi dari perusahaan asuransi, sampai mengalihkan pembayaran premi nasabah ke kantong pribadi. Dengan demikian, integritas dan kecakapan kerja tenaga pemasar jelas perlu ditinjau ulang. Lebih jauh lagi, industri asuransi jiwa perlu meningkatkan standar operasional dan manajemen risikonya secara menyeluruh.

Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah proses pengembangan produk dan penentuan kompensasi. Produk dengan struktur manfaat dan pembayaran premi yang tidak sederhana diluncurkan sebagai bentuk inovasi industri dengan tetap mengelola risiko, profitabilitas, dan solvabilitas perusahaan serta menjaga premi tetap terjangkau. Produk seperti ini umumnya lebih sulit dijual kepada nasabah sehingga cenderung merangsang perusahaan asuransi untuk memberikan kompensasi yang lebih menarik kepada tenaga pemasar. Mereka menjadi lebih tertarik menjual produk tersebut dibandingkan terhadap alternatif yang relatif lebih sederhana, tetapi tidak diiringi dengan penjelasan yang komprehensif, akurat, dan transparan kepada nasabah.

Proses pemasaran yang keliru oleh tenaga pemasar juga perlu dipahami oleh pelaku industri asuransi jiwa. Mereka cenderung menonjolkan fitur dan manfaat menarik dari produk yang dijual serta perbandingan premi dengan perusahaan asuransi lain untuk menarik minat calon nasabah. Mereka juga berusaha memaksimalkan pendapatan dengan menggunakan pendekatan seberapa besar kemampuan nasabah membayar premi. Padahal, kebutuhan pertanggungan nasabah belum tentu sebesar itu dan sebenarnya ada produk lain yang lebih tepat sasaran, sekalipun memberikan kompensasi yang lebih rendah kepada tenaga pemasar. Pengecualian, risiko, dan ketentuan lainnya tidak dijelaskan dengan baik sehingga seringkali menyebabkan kekecewaan nasabah di kemudian hari karena produk yang dibeli tidak dapat memberikan manfaat sesuai ekspektasi mereka.

Pengalaman positif nan menyenangkan harus dipastikan terjadi untuk semua nasabah tanpa menimbulkan celah keamanan, sekalipun mereka berasal dari berbagai latar belakang. Nasabah tertentu dengan tingkat penguasaan teknologi yang relatif kurang atau kesibukan yang tinggi cenderung menemukan kesulitan dalam membayar premi polisnya sendiri. Ditambah lagi dengan dokumen kependudukan yang diberikan kepada tenaga pemasar untuk membeli polis, ini memberikan celah yang dapat disalahgunakan di kemudian hari. Mereka yang tidak bertanggungjawab dapat membuat polis palsu atas nama nasabah sampai mengambil premi dan nilai tunai milik nasabah sehingga merugikan nasabah dan perusahaan asuransi.

Transformasi menyeluruh dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan ini dimulai dari pengembangan produk sampai layanan pascapenjualan. Tenaga ahli perusahaan asuransi perlu mempertimbangkan risiko kompleksitas struktur manfaat yang diberikan terhadap potensi misinterpretasi dalam manajemen klaim, miskomunikasi dalam pemasaran, dan sengketa dengan nasabah di kemudian hari sehingga dapat menyediakan materi pemasaran yang lebih mudah dipahami selain dalam bentuk RIPLAY. Pelatihan yang memadai kepada tenaga pemasar untuk mengenalkan produk baru tersebut mutlak diperlukan dan mereka diimbau untuk tidak menggunakan materi pemasaran sendiri kecuali yang telah dipersiapkan oleh perusahaan atau dibuat secara mandiri dan sudah disetujui penggunaannya oleh perusahaan.

Tenaga pemasar perlu dilatih untuk lebih mendengarkan dan memahami kebutuhan calon nasabahnya secara rinci serta melakukan analisis profil risiko sebelum memberikan rekomendasi produk, khususnya ketika akan menjual polis PAYDI. Perusahaan asuransi dapat membantu dengan memberikan aplikasi kuesioner sebagai acuan mereka dalam memberikan saran kepada calon nasabah dan hasil dari kuesioner ini didokumentasikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses underwriting. Peran tenaga pemasar dalam proses pengajuan polis dikurangi dengan meminta calon nasabah untuk mengisi data diri dan mengunggah dokumen kependudukannya sendiri melalui perangkat gawai pribadi, juga termasuk dalam membayar premi pertama. Tenaga pemasar dapat membantu dalam prosesnya apabila calon nasabah menemukan kesulitan tanpa menggantikan mereka sepenuhnya. Selanjutnya, welcome call dilakukan kepada nasabah baru untuk memastikan pemahaman mereka dan kesesuaian produk terhadap kebutuhan mereka.

Setelah resmi menjadi nasabah, perusahaan dapat terus melakukan komunikasi mulai dari pemberitahuan berakhirnya masa tunggu, notifikasi penerimaan premi dan transaksi polis, sampai laporan nilai tunai tahunan. Dalam setiap komunikasi, perusahaan selalu mengimbau nasabah untuk tidak melakukan pembayaran premi selain langsung ke rekening milik perusahaan dan membuka kesempatan mereka untuk memberikan kritik, saran, serta keluhan. Ketika nasabah hendak melakukan transaksi terkait polis, perusahaan dapat melakukan verifikasi dua tahap dengan menghubungi mereka untuk memastikan kebenaran transaksi tersebut. Setiap permasalahan dengan nasabah disikapi dengan ramah dan komunikatif oleh perusahaan asuransi sehingga dapat diselesaikan melalui jalur kekeluargaan dengan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak dan tidak perlu merambah media massa apalagi pengadilan arbitrase.

Perusahaan juga dapat melakukan jajak pendapat dengan para nasabahnya secara berkala untuk mengetahui jika tenaga pemasar masih bersedia membantu mereka ketika menghadapi kendala dengan polis asuransinya atau malah menghilang. Mereka dengan penilaian negatif dapat mengalami penalti atas kompensasi atau bahkan dilarang sama sekali untuk berjualan polis baru sehingga nasabah mendapatkan pelayanan yang prima. Rekrutmen tenaga pemasar baru juga diperketat dengan turut mempertimbangkan integritas dan keramahan melalui psikotes dan wawancara. Dalam jangka panjang, perusahaan asuransi dapat mempertimbangkan penjualan polis secara elektronik demi menyeragamkan proses penjualan, menjadikan proteksi asuransi lebih terjangkau, dan mengurangi risiko terkait perilaku tenaga pemasar.

Transformasi ini membutuhkan ahli asuransi jiwa dan manajemen risiko dengan pemahaman komprehensif mulai dari pengembangan dan pemasaran produk sampai operasional perusahaan. Standar kompetensi tersebut telah tercakup dalam kurikulum sertifikasi AAMAI dan LSP AAMAI, tetapi tetap perlu terus dikembangkan sesuai kemajuan zaman melalui kegiatan pendidikan berkelanjutan. Tenaga industri asuransi jiwa khususnya pemegang gelar profesi AAMAI dapat meningkatkan intensitas penelitian, seminar, dan sesi diskusi terkait pemetaan pasar, pengembangan produk, proses pemasaran, layanan nasabah, dan digitalisasi asuransi. Kegiatan ini dapat mempertimbangkan kolaborasi dengan OJK sebagai regulator industri, asosiasi manajemen asuransi internasional seperti LOMA, atau asosiasi domestik lainnya terkait industri asuransi jiwa seperti PAI, AAJI, dan AASI. Selanjutnya, AAMAI dapat melakukan kerja sama dengan AAJI dalam memperkuat proses sertifikasi dan pendidikan berkelanjutan tenaga pemasar demi pengetahuan dan kepribadian positif yang bersifat komprehensif.

Dalam jangka panjang, AAMAI juga dapat mempertimbangkan peningkatan cakupan standar kompetensi dalam kurikulum sertifikasi. Calon ahli asuransi baru perlu memastikan kecakapannya, paling tidak dalam tingkat dasar, terkait kemampuan linguistik, hukum perdata, komunikasi, dan data analytics. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa ahli asuransi nantinya tidak membuat kebijakan yang ambigu, sulit dipahami, berpotensi melanggar hukum, dan bukan berdasarkan kebutuhan nasabah. Dengan demikian, pemegang gelar ahli asuransi jiwa dan manajemen risiko dari AAMAI dapat dipandang siap dan cakap untuk memimpin perusahaan asuransi jiwa kapan saja, menjalankannya dengan baik, serta mempersiapkan generasi penerusnya demi industri berkinerja positif dan berkelanjutan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun