Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sisdiknas Revamp, Mungkinkah Kita Menjadikan Beban Belajar Berkurang demi Penghematan Biaya?

1 Oktober 2022   21:09 Diperbarui: 5 Oktober 2022   04:30 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perjuangan mendapat pendidikan. (sumber: KOMPAS.ID)

Beberapa waktu terakhir, kita dihadapkan pada pergerakan suku bunga yang naik dan turun. Sebagai akibat dari pandemi COVID-19, beberapa pekan lalu kita sempat membahas suku bunga yang terus turun dan bahkan produk tabungan tertentu harus menyentuh nol persen. 

Turunnya suku bunga berarti kita harus putar otak lebih keras bagaimana cara mengumpulkan uang tabungan untuk pendidikan anak tercinta. 

Waktu cepat bergerak dan sekarang kita menghadapi harga komoditas energi, inflasi, serta suku bunga pinjaman yang naik sehingga hidup menjadi lebih keras dari sebelumnya. 

Bagaimana harus memikirkan tabungan pendidikan untuk anak ketika kemampuan kita menabung berkurang dan biaya pendidikan terus naik?

Ya, sebenarnya kita juga perlu memikirkan anggaran pensiun. Di tengah tren usia yang semakin panjang, usia pensiun meningkat tetapi tidak selama itu dan setelahnya dihadapkan pada biaya hidup yang meningkat serta tingkat kesehatan yang tidak lagi prima. 

Akan tetapi, keterbatasan membuat kita harus memilih dan pilihan ditujukan pada generasi penerus keluarga sekaligus penerus bangsa yang masih punya masa depan yaitu anak.

Salah satu faktor penting penentu keberhasilan anak adalah pendidikan. Pengetahuan, keterampilan, disiplin, sampai cara bersosialisasi diajarkan, tetapi tetap saja sampai hari ini peninggalan yang dianggap paling bernilai adalah ijazah. 

Dan seperti kita tahu, semakin prestisius penerbitnya, peluang masa depan cerah dipandang semakin terbuka lebar.

Sayangnya, jangankan berburu prestise tersebut, sekolah saja seringkali terasa berat. Kursi sekolah negeri yang gratis itu sulit digapai sekalipun oleh siswa cerdas nan berprestasi, siswa yang tinggal dekat sekolah itu, juga siswa dari keluarga dengan keuangan menengah ke bawah. 

Tidak jarang orang tua berpendapatan pas-pasan harus berjuang mati-matian membayar uang pangkal dan uang bulanan anaknya di sekolah swasta yang boleh dibilang "biasa saja".

Masih ditambah dengan uang kegiatan yang kadang-kadang antara berfaedah dan tidak sebenarnya. Apalagi kalau kita mau menyekolahkan anak di institusi setara High School in Jakarta itu?

Belum lagi biaya operasional anak bersekolah, sekolah zaman sekarang membutuhkan kepemilikan komputer dan ponsel yang seringkali membutuhkan spesifikasi lebih plus anak tetap dibanjiri kebutuhan membeli segudang pernak-pernik prakarya yang tidak murah. 

Apalagi di lokasi dengan keterbatasan sekolah, orang tua siap-siap merogoh ongkos transportasi yang lebih besar sekalipun anaknya harus bersabar naik jemputan atau merasakan kepanasan dan kehujanan sejak kecil di bangku sepeda motor.

Berlanjut ke jenjang kuliah, lulus seleksi PTN itu tidak mudah. Tidak jarang anak harus mengikuti bimbingan belajar yang tidak murah dan itu pun belum tentu lulus. 

Belum lagi, biaya operasional untuk kuliah itu tidak murah sekalipun anak bangsa sudah dibantu dengan program beasiswa. 

Nah, saat ini Pemerintah sedang melakukan proses revamp terhadap sistem pendidikan nasional mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga tinggi. Kita tentu berharap salah satu dampak proses revamp ini adalah biaya pendidikan yang menjadi lebih murah, bukan?

Perhatian saya tertuju pada durasi wajib belajar. Wajib belajar yang dulunya hanya mencakup SD dan SMP selama sembilan tahun kini ditambahkan dengan prasekolah selama satu tahun plus SMA selama tiga tahun. 

Ini jelas penting untuk memastikan semua anak Indonesia di masa depan lulus SMA, ditambah lagi prasekolah selama satu tahun jelas lebih pendek dari dua tahun KB dan dua tahun TK.

Keberadaan prasekolah di masa modern memang penting. Seorang senior dulu tidak melalui KB dan TK, tetapi tidak masalah menyelesaikan pendidikan hingga gelar Sarjana. 

Akan tetapi, beliau memang cerdas dan orang tua terlibat dalam memberikan pengajaran setara prasekolah di rumah sehingga anaknya siap menghadapi tantangan di jenjang SD. Di masa sekarang, apakah orang tua punya cukup waktu dan kesabaran untuk mendidik anak sendiri?

Sayangnya, harus diakui bahwa durasi SD sampai SMA sebenarnya bisa dihemat. Ketika Kurikulum Merdeka kini membebaskan siswa memilih pelajaran tanpa terpaku pada penjurusan, sebenarnya pemilihan ini bisa dilakukan dalam dua tahap dan berlangsung lebih cepat. 

Misalnya, pelajaran IPA dan IPS sudah dipecah menjadi komponen fisika, kimia, biologi, ekonomi, sosiologi, sejarah, dan geografi sejak SMP dengan peluang siswa untuk memilih sebagian di antaranya saja di sekitar kelas tujuh semester dua atau kelas delapan semester satu sebelum akhirnya dikurangi lagi di bangku SMA yang sebenarnya bisa saja dilakukan sejak kelas sepuluh.

Ditambah lagi, harus diakui bahwa kita seringkali menghabiskan waktu untuk mengulang materi di jenjang sekolah sebelumnya bahkan tanpa membuatnya menjadi lebih mendalam. 

Ujian akhir jenjang, libur lebih lama, lupa deh. Lupa itu tidak salah, tetapi sebenarnya tentu lebih baik jika siswa bisa memanfaatkan libur yang lebih lama itu untuk belajar "tipis-tipis" agar guru di jenjang yang lebih tinggi tidak perlu mengulangnya lagi dan bisa langsung menggunakannya ke materi lanjutan yang lebih dalam.

Ada dua hal yang saya catat. Pertama, para siswa bisa diajak untuk lebih bersungguh-sungguh dalam mengenali kemampuan dan kemauan mereka terkait program studi yang hendak ditempuh di perguruan tinggi nantinya. 

Kedua, kesadaran mereka bisa ditumbuhkan untuk mempertahankan memori antarjenjang pendidikan agar tidak perlu mengulang-ulang. 

Jika dua hal ini bisa terjadi, paling tidak kita bisa mengurangi jumlah pelajaran yang harus dipelajari sehingga beban belajar siswa berkurang. 

Bagi mereka yang selama ini membutuhkan bimbel karena kurang menguasai pelajaran tertentu yang memang kurang diminati, kehilangan pelajaran ini ke depan bisa menghemat biaya dan kemudian dialihkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.

Lebih jauh lagi, ke depannya bukan tidak mungkin kita bisa mengurangi durasi wajib belajar dalam satu atau dua tahun. Para siswa punya peluang untuk memasuki perguruan tinggi lebih awal dengan pengetahuan yang lebih terfokus pada apa yang dibutuhkan. 

Mereka tidak perlu merasa terburu-buru untuk lulus dan bisa menggali pengetahuan serta pengalaman yang lebih baik selama menempuh bangku perguruan tinggi.

Pendapat saya di atas ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dan rekan-rekan lain di sekitar saya, belum tentu berlaku bagi yang lain termasuk Anda yang membacanya. 

Intinya, saya berharap anak-anak bisa mengurangi kebutuhan terhadap bimbel tidak hanya karena tes mata pelajaran dihilangkan di SNBT tetapi juga pelajaran-pelajaran yang sebenarnya tidak harus mereka hadapi selama bangku SMP dan SMA. 

Jika durasi pendidikan wajib bisa menjadi sedikit lebih pendek, orang tua bisa menghemat dana dan anak-anak tidak perlu terburu-buru dalam berkuliah demi lulus satu semester lebih awal. 

Lebih baik lagi, para siswa diajak untuk memikirkan masa depannya lebih awal sehingga tidak menghadapi salah jurusan mengingat tidak ada lagi tes mata pelajaran di SNBT. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun