Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menciptakan Lomba 17-an di Rumah yang Mendidik Nilai-Nilai Kebangsaan

16 Agustus 2021   22:30 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:59 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sro.web.id, clublogo.blogspot.com, kanal YouTube VideoGames Player 

Besok, 17 Agustus 2021, kita akan memperingati hari ulang tahun negara kita tercinta yang ke-76. Dua tahun sudah acara 17-an tidak lagi sesemarak biasanya karena pandemi COVID-19 membuat kita harus menghindari kegiatan-kegiatan yang menyebabkan perkumpulan orang. Harus diakui memang, ada suatu keseruan yang hilang dari kebiasaan yang sudah kita laksanakan secara konsisten setiap tahunnya.

Keseruan berkumpul bersama orang-orang terdekat pasti kita rasakan, dengan tetangga jika kita mengikuti lomba di tempat kita tinggal, dengan rekan kerja jika kantor kita mengadakan lomba, atau dengan teman-teman di sekolah bagi para pelajar. Hadiah yang diberikan bagi pemenang biasanya juga tergolong cukup menarik. 

Bagi mereka dengan ketahanan fisik dan keberanian yang cukup tinggi, lomba panjat pinang menjanjikan hadiah yang biasanya cukup bernilai. Misalnya di daerah tempat tinggal saya, televisi dengan ukuran layar cukup besar bisa dibawa pulang oleh mereka yang beruntung. 

Demikian pula dengan lomba menyanyi lagu kebangsaan untuk anak-anak, saya pernah mendapatkan hadiah berupa permainan ular tangga magnetik yang sangat saya idam-idamkan saat itu.

Bagaimana dengan lomba makan kerupuk?

Menarik untuk anak-anak yang biasanya dilarang untuk melakukannya oleh orang tua sebagai pencegahan radang tenggorokan.

Lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, dan perlombaan lainnya yang membutuhkan alat bantu dan kehadiran fisik para pesertanya tentu tidak memungkinkan untuk digelar dalam situasi seperti sekarang ini. 

Akan tetapi, lomba menyanyi atau lomba berpidato tinggal dipindahkan dari podium fisik dengan mikrofon ke aplikasi video conferencing seperti Zoom, Google Meet, atau Microsoft Teams. 

Sebenarnya, masih banyak alternatif lomba lainnya yang bisa dilakukan, tetapi kurang greget rasanya jika bentuknya hanya berupa lomba yang biasa diadakan secara fisik dipindahkan ke mekanisme online agar para peserta bisa mengikutinya dari rumah. Tentunya akan menjadi lebih baik lagi jika lomba yang diadakan bisa mendidik nilai kebangsaan untuk kita semua.

Lomba debat berbahasa Indonesia

Ketika saya masih duduk di bangku SMA, salah satu lomba yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya adalah lomba debat. Peserta terdiri dari dua tim yang setiap timnya beranggotakan tiga orang dan mereka akan beradu argumen seputar permasalahan yang ditentukan oleh panitia. Tim mana yang lebih berhasil mempertahankan argumen, merekalah yang memenangkan perlombaan ini.

Duduk sebagai penonton lomba debat selalu terasa menegangkan, melihat dan mendengar panasnya kedua kubu berusaha menunjukkan bahwa argumen mereka lebih baik dari argumen lawannya untuk bisa memenangkan perlombaan. 

Mengingat masalah yang diberikan biasanya merupakan kasus nyata yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat dan peserta tidak boleh menggali informasi terlebih dahulu sebelum debat dimulai, baik dengan Googling, pergi ke perpustakaan untuk membaca koran, atau bertanya kepada temannya yang duduk sebagai penonton, kita juga dapat melihat mana teman kita yang senantiasa update dengan berita terkini dan mana teman kita yang tergolong kudet. 

Saya sendiri pernah berpartisipasi sebagai peserta dan tim kami memenangkan perlombaan setelah lawan tersulut emosi dan menyerang pribadi kami alih-alih berfokus pada konteks permasalahan.

Lomba debat ini sangat baik untuk mengajarkan kita bagaimana cara beradu argumen berbasis wawasan dengan tetap menjunjung tinggi nilai kesopanan.

Sepanas apapun situasinya, nada bicara tetap harus terjaga dan kata-kata yang digunakan tidak boleh mengandung umpatan kasar atau membawa-bawa anggota suaka margasatwa. 

Untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, peserta haruslah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar kecuali jika hal yang dimaksud benar-benar tidak terwakili oleh satupun kata atau frasa dalam bahasa Indonesia. Sedih rasanya melihat pergaulan era modern yang banyak menggunakan bahasa slang atau mencampurkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam kalimat yang sama. 

Gado-gado memang enak disantap, tetapi janganlah menggado bahasa kita sendiri dengan bahasa asing. Karena lomba diadakan dari rumah, para peserta diharapkan kesadarannya untuk menjunjung tinggi nilai kejujuran sekalipun tidak terdapat panitia yang mengawasi di lokasi masing-masing dengan tidak mencari referensi atau meminta bantuan kepada pihak lain yang bukan merupakan bagian dari timnya.

Lomba menebak lagu berbahasa Indonesia

Menyaksikan acara "Berpacu Dalam Melodi" tentulah sangat menyenangkan. Tidak hanya melihat keseruan peserta berusaha menebak lagu-lagu yang diujikan, kita juga bisa menambah wawasan dengan mengetahui lagu-lagu yang selama ini belum pernah kita dengar.

Dalam rangka lomba 17-an, bagaimana jika kita mengadakan acara serupa dengan lagu-lagu yang diujikan semuanya berbahasa Indonesia?

Lagunya bebas, asalkan memang benar-benar diciptakan oleh anak bangsa dan tidak mengandung kata-kata kasar. Peserta didorong tidak hanya bisa menebak judul lagu atau sedikit penggalan lirik dari lagu tersebut, tetapi juga pencipta lagu dan lirik lagu secara keseluruhan. 

Panitia bisa menggunakan bantuan Google Translate bahasa Inggris agar peserta memutar otak dengan keras menghadapi nada dan pelafalan yang tidak ideal. 

Siapa yang menang? Seru juga. Peserta tidak boleh meluapkan kekesalannya ketika gagal menebak lagu dengan berkata kasar dan barangsiapa yang melanggar langsung didiskualifikasi. Peserta juga diharapkan untuk bersikap jujur dengan tidak berusaha memanfaatkan Google.

Lomba menebak gambar ala Gartic

Di awal pandemi, saya ingat sekali pernah diajak adik-adik kelas saya di bangku kuliah untuk bermain tebak gambar bersama melalui situs Gartic. Tidak hanya kami, artis sekelas Raditya Dika pun menikmati permainan yang sama bersama keluarga. 

Sistem Gartic memberikan kata yang harus ditebak kepada seorang peserta untuk digambar olehnya dan peserta lain harus berusaha menebak. Karena seringkali gambar yang disajikan tidak jelas, penebak meluapkan emosinya melalui chatroom yang tersedia.

Nah, dalam momen 17-an ini, kata yang harus ditebak berhubungan dengan nuansa Indonesia. Makanan khas Indonesia, tempat wisata kebanggaan Indonesia, pahlawan dan tokoh bersejarah lainnya, sampai hal-hal yang berhubungan dengan budaya daerah seperti rumah adat, senjata tradisional, dan alat musik. 

Peserta, baik yang berada dalam giliran menggambar maupun menebak, diajak untuk berlomba dengan jujur tanpa meminta bantuan kepada pihak lain apalagi mesin pencari Google. Peserta yang berbicara kasar langsung didiskualifikasi untuk memastikan mereka bersikap sopan.

Bagaimana cara melakukan perlombaan ini?

Panitia dapat membuka ruang Zoom dan selanjutnya peserta masuk dengan ponsel pintar atau komputer masing-masing. Penggunaan ponsel lebih disarankan agar peserta dapat menggambar dengan nyaman melalui fitur whiteboard.

Sekian tiga usulan saya mengenai lomba 17-an yang bisa diikuti dari rumah masing-masing, menguji wawasan, dan mendidik nilai kebangsaan khususnya kesopanan dan kejujuran. Keseruan tetap harus terjadi, tetapi mendapatkan hal yang bermanfaat tentu lebih baik.

Lomba ini juga tidak memerlukan persiapan yang memakan waktu, seharusnya satu sampai dua jam sudah cukup.

Bagaimana? Semoga bermanfaat ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun