Mohon tunggu...
Meta Maftuhah
Meta Maftuhah Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan UMKM dan survey sosial ekonomi yang senang menulis blog.

Visit my blog : http://www.ceumeta.com Contact : meta.maftuhah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Lumbung Padi Menangis

23 November 2017   12:39 Diperbarui: 1 Desember 2017   20:33 3172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawah Terkena Klowor. Dok: Pribadi

Padi adalah rajanya tanaman, ungkap seorang teman. Berbeda dengan bertanam sayur yang ibaratnya sama dengan merawat bayi, menanam padi bagi petani bukanlah hal yang sulit. Tetapi dengan berubahnya iklim saat ini, dengan curah hujan yang tidak menentu, serta terjadinya mutasi pada beberapa opt membuat petani tidak bisa bertani secara biasa. Perlu sentuhan teknologi, serta tambahan pengetahuan baik mulai cara pemupukan, pengolahan tanah, penanggulanan opt hingga panen dan pasca panen. 

Keberadaan penyuluh sangatlah diperlukan. Tetapi, dengan jumlah penyuluh yang tugasnya tidak sedikit juga menjadi kesulitan tersendiri. 1 orang penyuluh dapat bertugas menangani 2-3 desa, dengan jumlah petani lebih dari 300. Bahkan ada 1 desa dengan jumlah petani mencapai 600 orang. Dapat dibayangkan bagaimana situasinya. Itu untuk penyuluh yang aktif, sayangnya tidak semua penyuluh juga aktif, sehingga beberapa desa bagaikan anak ayam kehilangan induk, saat menghadapi masalah di lahan pertaniannya. 

Bagaimana dengan teknologi? Saya teringat saat dulu melakukan kunjungan ke Bangladesh tahun 2010, sebuah NGO bernama Katalyst membuat aplikasi untuk  mengatasi masalah petani. Cukup dengan mengirim sms pada kode tertentu, maka petani dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan. Saat ini bahkan, di India, sebuah aplikasi terhubung dengan lembaga penelitian di German untuk mengetahui masalah pada penyakit tanaman cukup dengan mengirimkan foto pada sebuah aplikasi. Entah kenapa, apakah memang teknologi telekomunikasi kurang ramah bagi petani, atau memang kebijakan kita belum sampai ke sana. 

Masih banyak persoalan lain yang belum terpecahkan seputar pertanian padi, mulai dari anak muda yang lebih memilih bekerja di pabrik dengan gaji Rp3-4 juta per bulan, tenaga perempuan untuk tandur, pemeliharaan dan panen yang juga semakin sulit, alat mesin yang ternyata tidak cocok dengan kondisi lahan, pembiayaan yang kadang masih bergantung pada rentenir, serta harga jual gabah yang tidak sebanding dengan pengorbanan petani.

Tampaknya perjalanan saya selama 3 bulan ini di Pantura Jawa Barat masih menyisakan PR, bahwa cerita padi belum selesai. Semoga kisah pilu yang saya dapat tahun ini akan menjadi cerita indah di tahun 2018 nanti. Indah tentunya bukan hanya bagi pemerintah dengan berbagai programnya, juga bagi para petani yang masih setia menanami lahan mereka untuk memberi makan warga DKI dan Jawa Barat. 

"Jangan tergoda untuk menjual tanah jadi bagian proyek perumahan atau industri ya pak tani. Kalau tanah bapak dijual, kami nanti makan apa? "

Sedikit catatan perjalanan di Pantura Jawa Barat-2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun