Kupang- Bulan September 2025 kemarin menjadi momen istimewa bagi Nusa Tenggara Timur. Ajang balap sepeda bergengsi Tour de EnTeTe 2025 resmi digelar pada 10–21 September, menempuh jarak sekitar 1.500 kilometer dari Kupang hingga Labuan Bajo. Lebih dari sekadar lomba olahraga, kegiatan ini menjadi simbol semangat masyarakat NTT dalam memadukan sportivitas, budaya, dan pariwisata dalam satu gerakan besar.
Tour de EnTeTe sendiri merupakan singkatan dari ENde – TEngah – TEtimur, mewakili daerah-daerah yang dahulu menjadi jalur utama di Pulau Flores. Namun pada tahun 2025, cakupannya diperluas hingga melintasi tiga pulau besar: Timor, Sumba, dan Flores, menjadikannya salah satu event olahraga terbesar di kawasan timur Indonesia. Jalur yang menantang ini tidak hanya menguji fisik para peserta, tetapi juga memperlihatkan pesona alam dan keragaman budaya NTT yang luar biasa.
Selama ajang berlangsung, peserta disambut hangat oleh masyarakat setempat melalui tarian adat, kain tenun ikat, musik sasando, serta kuliner khas daerah. Hal ini menjadikan Tour de EnTeTe lebih dari sekadar lomba, melainkan ruang promosi budaya dan ekonomi kreatif masyarakat lokal. Banyak pelaku UMKM, pengrajin, dan seniman yang ikut merasakan manfaatnya karena produk mereka dipamerkan di setiap titik pemberhentian.
Namun tahun 2025 juga menghadirkan sisi kemanusiaan yang menyentuh. Saat etape ketujuh berlangsung di Kabupaten Ende, panitia mengadakan “etape kemanusiaan” sebagai bentuk solidaritas terhadap korban banjir bandang dan bencana alam di Nagekeo serta erupsi Gunung Lewotobi. Para pembalap dan panitia bersama-sama menyalurkan donasi dari hadiah lomba kepada masyarakat terdampak. Inisiatif ini memperlihatkan bahwa olahraga tidak hanya tentang kecepatan dan kemenangan, tetapi juga tentang kepedulian dan kebersamaan.
Meski demikian, tantangan tetap ada dalam momen ini. Peningkatan pariwisata akibat event besar seperti ini bisa menimbulkan risiko komersialisasi budaya, di mana tradisi lokal hanya dijadikan tontonan wisata tanpa makna aslinya. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat aktivitas besar perlu diantisipasi. Pemerintah daerah dan penyelenggara wajib memastikan konsep pariwisata berkelanjutan diterapkan: menjaga kebersihan, meminimalkan sampah plastik, dan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, bukan sekadar penonton.
Pada akhirnya, Tour de EnTeTe 2025 bukan sekadar ajang balap sepeda, melainkan momentum penting dalam memperkuat citra Nusa Tenggara Timur sebagai daerah yang kaya akan budaya dan keindahan alam. Dengan pengelolaan yang berkelanjutan dan melibatkan masyarakat secara aktif, kegiatan ini dapat terus menjadi sarana promosi wisata yang bermartabat serta pelindung bagi warisan budaya yang tak ternilai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI