Mohon tunggu...
Wira Mandiri Bachrun
Wira Mandiri Bachrun Mohon Tunggu... -

~Belajar nulis (lagi)~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tak Peduli Konflik, Menuntut Ilmu Tetap Jalan

3 Juni 2011   04:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:55 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Syihr, Hadramaut - Di tengah hiruk pikuknya perebutan kekuasaan, konflik berdarah, dan pemberontakan di ibukota Shan'a, Taiz, Abyan dan di berbagai tempat di Negeri Yaman, para pelajar Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Darul Hadits Syihir, propinsi Hadramaut malah merasa tenang-tenang saja. Bahkan di antara pelajar Indonesia yang berada di sini baru tahu kalau Yaman benar-benar dalam kondisi genting karena adanya SMS dari pihak KBRI di San'a .

Kegiatan belajar-mengajar di ma'had (pondok pesantren –pen) pun sama sekali tidak terpengaruh dengan huru-hara yang terjadi di luar. Bahkan mulai besok Sabtu (03/07) selama sebulan penuh akan diselenggarakan dauroh, semacam pesantren kilat kalau di Indonesia. Para peserta sudah mulai berdatangan sejak satu pekan sebelum acara. Tidak hanya dari propinsi Hadramaut, peserta dauroh juga berdatangan dari propinsi tetangga seperti Syabwa dan Mahra yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Oman.

Para peserta kebanyakannya adalah para pelajar yang ingin mengisi waktu liburan panjang musim panas mereka. Selain pelajar dari SD sampai SMA, di antara para peserta dauroh pun ada yang mahasiswa dari Universitas Sains dan Teknologi Hadramaut, Universitas Al Wathon, Universitas Tarbiyah Mukalla, dan beberapa universitas lainnya di Yaman. Di luar itu ada juga beberapa peserta yang sudah bekerja.

Dari jadwal yang dibuat oleh panitia, kelas yang akan dibuka lebih dari tiga puluh. Ini belum termasuk halaqah qur'an (kelas menghapal Al Qur'an) dan kuliah umum yang diberikan setiap selesai shalat lima waktu. Mulai selepas shalat subuh sampai pukul sembilan malam, para "santri kilat" ini akan mendapatkan pembekalan rohani dalam berbagai bidang agama seperti aqidah, fiqh, hadits, bahasa Arab, dan lain-lain yang tentu saja disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka.

Sibuk memang, tapi harusnya memang seperti itulah generasi muda Islam. Mereka memang "harus" disibukkan dengan ilmu sebelum nanti mereka memimpin umat sebagaimana ucapan yang masyhur dari Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, "Sibukkanlah diri kalian dengan ilmu sebelum kalian disibukkan dengan berbagai macam perkara."

Panitia sendiri, menurut Abu Hasyim Asy Syihri sang ketua panitia, berharap agar para santri bisa mengambil faidah sebanyak-banyaknya terutama dari pelajaran membaca Al Qur'an (tajwid). Pelajaran tajwid memang sungguh penting karena merupakan dasar seseorang bisa membaca Al Qur'an dengan baik dan benar. Adalah aib bagi seorang muslim, apalagi dia seorang penuntut ilmu, apabila tidak bisa membaca Al Quran dengan fasih sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid.

Di sisi lain Fahd Al Adni, salah seorang ustadz yang akan mengajar selama dauroh, juga menyarankan para santri yang berasal dari kota yang sama untuk fokus di pelajaran yang berbeda. Beliau mengatakan, "Misalnya dari kota A ada tiga orang peserta. Hendaknya tiga peserta dari kota ini masing-masing mengambil bidang ilmu yang berbeda. Si fulan fokus di Aqidah, yang lain fokus di Fiqh, yang lainnya lagi fokus di bahasa Arab. Dengan demikian ketika mereka kembali ke daerah asal, mereka bisa saling mengajari dan menukar faedah." Demikian yang beliau sampaikan di tengah briefing peserta.

Pengajar dari Kanada

Satu hal yang cukup menarik dari dauroh kali ini adalah keberadaan salah seorang pengajar dari luar negeri yang bernama Paul McGill, atau yang juga dikenal dengan Abu Abdillah. Beliau adalah muallaf berkebangsaan Kanada. Dan yang lebih uniknya lagi, mata pelajaran yang akan beliau akan ajarkan pada dauroh kali ini adalah Bahasa Arab. Anda tidak pernah membayangkan bukan orang Arab belajar bahasa Arab dari orang Kanada? Seperti orang Indonesia yang belajar bahasa Indonesia kepada orang Amerika. Tentu aneh bukan?

Tapi sesungguhnya fenomena seperti ini –orang non Arab mengajari orang Arab- bukanlah fenomena baru dalam Islam. Dari zaman dahulu banyak ulama yang berasal dari non-Arab, bahkan menjadi imam kaum muslimin. Sebut saja Imam Al Bukhari yang berasal dari Bukhara, salah satu propinsi di Uzbekistan, Imam Al Mubarakfuri ulama besar hadits dari India, Imam Ash Shonhaji -ulama besar di bidang bahasa Arab- dari etnik Berber (Aljazair-Maroko). Mereka adalah beberapa ulama dari banyak ulama non Arab.

Demikianlah indahnya Islam. Islam tidaklah membedakan manusia berdasarkan etnik, warna kulit atau bangsa. Siapapun kita, darimana pun kita, apapun warna kulit kita, dengan kemampuan yang kita miliki, kita bisa berkontribusi untuk kemajuan Islam. Dan jika seseorang bersungguh-sungguh menuntut ilmu, maka dia akan memberi kontribusi positif yang lebih banyak bagi kaum muslimin. Wallahu a'lam.

)* Ditulis oleh Wira Mandiri Bachrun, alumni Pondok Pesantren Al Bayyinah, Sidayu-Gresik. Sekarang menuntut ilmu di Darul Hadits Syihir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun