Mohon tunggu...
Coretan Dewi Murni
Coretan Dewi Murni Mohon Tunggu... Guru - Dakwah bil hikmah

Negeri berkah dengan syariah dan khilafah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gas Melon Langka, Emak-emak Harus Apa?

1 November 2020   19:09 Diperbarui: 1 November 2020   19:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini perekonomian yang semakin susah, sementara kebutuhan lainnya juga semakin meningkat. Nah warga kembali dibuat susah dengan melambungnya harga tabung elpiji 3 kg bersubsidi di Kota Balikpapan. Pasalnya di masyarakaytt, harga mencapai Rp 30 ribu per tabung.

Padahal, harga eceran tertinggi (HET) hanya Rp 18 ribu. Namun elpiji berwarna hijau melon itu sulit didapat dan tergolong langka sehingga warga terpaksa membeli di pengecer dengan merogoh kocek cukup dalam (Balikpapan pos, 2/9/2020)

Benarkah Gas Elpiji 3 kg Langka?

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi UKM (Disperindagkop UKM) Penajam Paser Utara menyatakan sebenarnya kuota mencukupi. Persoalan yang terjadi karena masih terdapat orang kategori mampu ikut membeli. Menggunakan hak masyarakat tidak mampu atau tidak tepat sasaran (nomorsatukaltim.com, 7/8/2020)

Bahkan, ada satu rumah makan di kawasan Jalan Panglima Aim, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kedapatan menggunakan dan menyimpan sebanyak 25 tabung gas elpiji 3 kilogram bersubsidi (kompas.com, 5/8/2020).

Dari fakta di atas, dapat disimpulkan ada sesuatu yang tidak beres, yakni  distribusi yang kacau. Tidak merata. Apalagi ditengah kondisi ekonomi yang mencekik, baik karena pandemi ataupun lainnya, banyak konsumen beralih menjadi pengecer.  Akhirnya banyaknya gas elpiji yang tertumpuk di tangan mereka. Pengecer tersebut memakan jatah orang lain. Karena gas elpiji atau gas melon diproduksi untuk orang miskin dengan kategori atau data pemerintah.

Itulah watak dari sistem ekonomi kapitalis yang saat ini diterapkan. Sistem tersebut senantiasa melakukan produksi, tapi sayangnya abai terhadap distribusi. Kemana saja penyaluran suatu produk tidak mendapat perhatian penuh oleh penguasa, yang penting produksi jalan, produk laku dan untung. 

Akibatnya, kerap kali terjadi penumpukkan harta dan penimbunan di masyarakat. Hal itu mengikuti asas kapitalisme yakni keuntungan materi semata. Sampai-sampai bidang yang berurusan dengan hajat hidup rakyat menjadi ladang bisnis para kapital. Menurut Fahmi Amhar (2008) sebesar 85% ladang migas dikuasai asing. Bahkan kontrak-kontraknya tidak masuk akal. Misal: Blok Cepu Exxon (perusahaan AS) telah bermutasi dari sekadar technical assistance menjadi pemilik (owner). Hal tersebut akibat tekanan pemerintah Amerika Serikat.

Islam Mengatasi Kelangkaan Gas Melon

Sesungguhnya Rasulullah bersabda, kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Api dalam hadist di atas bermakna energi seperti migas, nikel dan batu bara. Dimana statusnya adalah milik umum yang manusia berserikat dalam memilikinya. Tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, beberapa individu ataupun negara sekalipun. Individu, sekelompok individu atau negara tidak boleh menghalangi individu atau masyarakat umum memanfaatkannya, sebab harta dalam hadist itu adalah milik rakyat secara berserikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun