Menit ke-3.
"Sial! Mana sih Lisa nih? Kok ga datang-datang sihhhh?", ucap Amel dalam hatinya. "Udah tau ijin ke toilet cuman sekali, ga dateng-datang sampe sekarang! Aku ga mungkin nunggu lebih lama lagi, pengawas pasti bakal curiga!"Â
Ruang sempit toilet menambah panas hawa badannya, peluh keluar tak terbentung, perutnya mulas seiring dengan detakan jari-jari pada kedua pahanya yang tak bisa berhenti.
Menit ke-4; tetap saja Lisa ga datang! Setelah melenguh dalam kesalnya, ia kembali mengecek satu per satu toilet yang kini ia jejaki. Puff, benar-benar tak ada kertas yang Lisa janjikan. "Dasar sial Lisa ini! Sudah ga kasi krepekan, dia juga ga datang sesuai janji!" Amel benar-benar kesal pagi ini. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia harus kembali ke ruang kelasnya, menepis kecurigaan guru pengawas. "SIALLLLLL!!!"
Pikirannya masih tertanam dalam kekesalan yang menumpuk! Â Ah.. cara pandang guru pengawas kepadanya pun tampak lebih tajam menyengat, seperti mencium rencana jahatnya yang gagal total pagi ini. Di hadapannya sudah terpapar lagi kertas ujian yang sebelumnya sempat ia tinggal ke toilet selama 7 menit; angka yang tak lazim untuk sebuah ijin pipis di saat ujian. Semua tulisan menjadi blur, jangankan menjawab, soalnya pun tak ia mengerti. "SIALLLLLL!!!"
Huh! Lisa ini sengaja menghindar. Saat bel, ia sudah tak ada di kelasnya, tidak di lantai 2, ataupun di lantai 1. Kemana dia? Dan akhirnya, akhirnya.. "Lisaaa!!!" teriaknya lantang. Ia temukan Lisa berdiri di dekat gerbang sekolah. Kekesalan ini harus benar-benar ia luapkan. Lisa tak hanya melakukan kesalahan, tidakkkkk! Lebih dari itu, ia sudah berbuat dosa, dosa yang besar ke Amel yang diakui sebagai sahabatnya. Lisa harus dihukum!!
"Hai Mel!" sapaannya santai seakan tidak terjadi apa-apa. Cara menyapanya, membuat kepala Amel semakin memanas, " Heh, kamu itu ya! Kamu janji ketemu aku di toilet jam 10.15, kamu janji kasi jawaban, tapi mana, mana Lis? Kamu ga datang. Kamu biarin aku nunggu lama di toilet. Kamu jahattt!!" Ia hentak-hentakkan bahu Lisa, berbarengan dengan matanya yang membelalak merah menahan marah. Bicaranya keras hingga semua orang di sekitarnya menoleh, tapi ia tak peduli.Â
"Kamu bilang kamu akan bantu aku dengan segala cara. Kamu suruh aku tenang. Kamu biarin aku main Mobile Legend sampai larut. Kamu jahattt!" Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Lisa. Ketenangannya menghadapi Amel benar-benar di luar nalar dan semakin menambah amarah Amel. "Kenapa kamu diam? Jawabb! Jawabbb!!" "Mana yang kamu bilang sahabat? Mana? Kamu biarin aku ga bisa jawab semua soal ujian ini! Semua yang kamu bilang, semua bohong! Palsu!!" "Ayo jawab! Seperti ini, kamu bilang sahabat, hah? Palsu! Kamu sahabat palsu!"
Lisa tersudut tapi tak tidak bergoyah. Ia seperti membiarkan dirinya menyerap semua sumpah serapah yang Amel ucapkan. Ia hanya diam, entah apa yang ia tunggu.
Orang-orang yang lalu lalang mulai mendekat, mencoba menerka dan mencerna seluruh kejadian perkara. "O, kamu sengaja biarkan aku teriak-teriak supaya orang-orang liat dan membelamu ya? Dasar sial kamu, Lis! Sial!" "Kamu pikir aku takut sama mereka hah?" "Jelasin ke aku, kenapa kamu bohonggg!!!" Sepertinya itu adalah kalimat terakhir Amel sebelum ia jatuh lemas di bawah sengatan matahari yang panas menyala. Amel rebah dalam amarah.
Ia terbangun dan mendapati dirinya di UKS. Lisa ada di sampingnya, masih duduk dengan tenang. Di tangan kanannya ada kain kompres dengan tetesan air bertempo. Senyum kecil terukir di wajahnya yang cantik. Amel tak tau apa arti senyum itu, ia terlalu lemah untuk bergerak ataupun berfikir. Energinya sudah terkuras oleh amarah dan kekesalannya, otak dan tenaganya pun sudah terkikis oleh sengatan matahari,