Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Daendels, Saya Takjub di Ujung Timur Mahakaryamu

16 Juli 2017   12:04 Diperbarui: 16 Juli 2017   12:14 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pribumi bekerja secara paksa (kerja rodi) membuat Jalan Anyer Panarukan (Sumber: reidfile.com)

Pribumi bekerja secara paksa (kerja rodi) membuat Jalan Anyer Panarukan (Sumber: reidfile.com)
Pribumi bekerja secara paksa (kerja rodi) membuat Jalan Anyer Panarukan (Sumber: reidfile.com)
Saat takjub memperhatikan mahakarya Daendels di monumen batas akhir Panarukan, saya bertanya dalam hati, "kok bangunnya sampai Panarukan saja sih, gak dilanjutin hingga Banyuwangi". Mungkin, pikiran saya sama dengan kegundahan yang ada pada pikiran sahabat-sahabat. Perlu diketahui bahwa saat Daendels berkunjung ke Surabaya pada awal Agustus 1808, beliau melihat bahwa jalan dari Surabaya perlu diperpanjang ke timur. Tujuannya bahwa wilayah Ujung Timur (Oosthoek) merupakan daerah yang potensial bagi produk tanaman tropis selain kopi, seperti gula dan nila.

Lukisan Herman Willem Daendels menginspeksi pembangunan Jalan Anyer-Panarukan (Sumber: Historia.id/KITLV)
Lukisan Herman Willem Daendels menginspeksi pembangunan Jalan Anyer-Panarukan (Sumber: Historia.id/KITLV)
Dan, jalan panjang yang membentang dari Anyer (Banten) pun berakhir di Panarukan sejauh 1000km. Titik akhir jalan di Panarukan dan tidak dilanjutkan hingga Banyuwangi dikarenakan Banyuwangi dianggap tidak memiliki potensi sebagai pelabuhan ekspor. Sedangkan Panarukan dipilih karena dekat daerah lumbung gula di Besuki dan tanah-tanah partikelir yang menghasilkan produk-produk tropis penting. Ohhhh, ternyata itu alasannya Daendels bangun jalannya hingga Panarukan saja.

Saat mengambil beberapa foto di monumen batas akhir, kami tidak lupa untuk memberikan informasi ke keluarga di Ngawi melalui perangkat gadget. Seperti biasanya, kami selalu memberikan informasi tentang keberadaan (posisi) saat pulang kampung agar keluarga tidak merasa was-was. Dengan jaringan XL yang ekstra luas, komunikasi kami menjadi mengalir. Sinyal yang kuat dan stabil menjadikan komunikasi kami tanpa hambatan. "Tekan Ngawi jam piro ketoke" (Sampai Ngawi jam berapa kayaknya) tanya dari suara nun jauh di Ngawi. "Insya Allah jam 3 sore tekan omah"(Insya Allah, jam 3 sore nyampe rumah) jawab mantan pacar percaya diri.

Kenyataannya, sampai di rumah meleset 2,5 jam. Sungguh, perjalanan mudik yang membutuhkan waktu 24,5 jam (1 hari lebih) benar-benar menguras energi dan nyali. Berangkat dari Kota Denpasar pukul 17.00 dan sampai di Kota Ngawi Jawa Timur pukul 17.30 keesokan harinya. Namun, perasaan takjub atas Monumen Jalan Anyer-Panarukan karya Daendels dan bandelnya sinyal XL menjadi pengobat rindu. Jangan kapok mudik ya?

Referensi: Beritatrans.com, Historia.id, Reidfile.com, Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun