Fenomena yang menarik dan kita tidak akan menemui di pasar mana pun selain di Bali adalah kehadiran para tukang su’un (tukang angkut belanja yang sudah dibeli). Keberadaan para tukang su’un sangat membantu ibu-ibu atau bapak-bapak. Mereka akan membantu untuk menawarkan jasa membawa barang belanjaan kita. Tarifnya pun bervariasi, tergantung berat belanjaan dan jarak yang ditempuh. Kira-kira antara 5-10 ribu.
Bahkan, banyak muda-mudi yang berbelanja overweight (tidak bisa dibawa dengan tangan sendiri) pun memanfaatkan jasa tukang su’un. Para tukang su’un yang seratus persen para wanita, dari anak-anak seusia SD sampai nenek-nenek (bahasa Bali: Dadong) banyak yang berasal dari kota-kota bagian utara Bali, seperti Karangasem, Singaraja dan Bangli. Mereka dengan sigap dan cekatan dalam menjemput rejeki.
Pada malam hari, di gedung utama bagian depan sebelah kiri biasanya kita akan melihat running text (teks berjalan) yang menampilkan harga kebutuhan sembako terkini. Kita bisa melihatnya yang akan memberikan informasi dalam melakukan transaksi pembelian. Sungguh-sungguh membantu.
Pasar Rakyat Badung Denpasar benar-benar menjadi media para pencari rejeki yang tetap menjaga kearifan lokal. Jangan heran di bagian pojok kanan Pasar Rakyat Badung Denpasar kita bisa melihat keberadaan Pura Melanting yang merupakan tempat persembahyangan agama Hindu. Ada saatnya mencari rejeki da nada saatnya ingat terhadap Tuhan.
Jadi, menelusuri Pasar Rakyat Badung Denpasar kita akan menemukan keunikan yang luar biasa. Kolaborasi penjual besar (supplier) dan kecil, kehadiran golongan marginal (para tukang su’un), ketaatan masyarakat Hindu Bali dalam mencari rejeki selalu ingat akan Tuhannya. Pasar Rakyat Badung Denpasar yang buka 24 jam memberikan keadilan para pelaku pasar dalam mencari rejeki secara bergantian (ship).
Yang paling menarik adalah menjamurnya para pelaku retail modern tidak membuat mati suri geliat ekonomi di Pasar Rakyat Badung Denpasar. Mereka akan terus eksis dalam mencari rejeki buat anak dan keluarga mereka. Karena di masa depan ada harapan yang ingin diraihnya. Oleh sebab itu, mari kita mempertahankan Pasar Rakyat sebagai ranah menjalankan roda perekonomian yang tetap mempertahankan budaya lokal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI