Mohon tunggu...
Carol Kwms
Carol Kwms Mohon Tunggu... lainnya -

Perempuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa yang Sebenarnya Teroris dan Siapa di Balik ISIS?

9 Agustus 2014   05:50 Diperbarui: 4 April 2017   16:30 21761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita cukup heboh baru-baru ini di Amerika adalah tentang CIA yang ketahuan berbohong terkait program memata-matai anggota senat. Ini bukan kebohongan CIA yang pertama. Sebelumnya, CIA berbohong menutupi progam mematai-matai warga sipil yang kemudian dibongkaroleh Edward Snowden. CIA juga berbohong tentang program penyiksaan tahanan yang melanggar HAM. Anehnya, yang dijebloskan ke penjara oleh rezim Obama bukanlah para pelaku penyiksaan melainkan para whistleblowers, di antaranya bekas karyawan CIA, John Kiriakou yang membongkar aktivitas ilegal CIA ini ke media.

Obama yang pada masa kampanye menjanjikan pemerintahan yang transparan justru menghukum banyak whistleblowers. Itu sebabnya Snowden minta suaka ke luar negeri. Menurut Kiriakou, Obama dikelilingi penasehat intelijen yang sama dengan Bush. Meski presiden berganti, tidak ada pergantian kebijakan program intelijen dan anti terorisme.

CIA seperti tidak tersentuh hukum, seperti halnya Pentagon. Pusat militer Amerika ini merupakan satu-satunya lembaga federal yang tidak pernah diaudit. Padahal, Pentagon yang dibiayai pajak rakyat terkenal dengan pemborosannya. Beberapa kali ada laporan kehilangan senjata, misalnya yang senilai $626 juta di Afghanistan, 190 ribu senapan AK-47 dan pistol di Iraq, serta terjegal banyak kasus korupsi. Pentagon pun dilaporkan sebagai penyebab maraknya korupsi di Afghanistan.

Dengan dukungan dana pajak yang melimpah dan kekebalan hukum, tak heran jika bidang militer dan intelijen pun menjadi lahan bisnis menggiurkan. Jurnalis independen, Jeremy Schahill dalam kesaksiannya di depan anggota senat memaparkan bagaimana industri militer swasta mengeruk keuntungan besar atas nama perang melawan teroris di Iraq.

Perang Iraq pun disebut-sebut sebagai perang dengan keterlibatan kontraktor militer swasta terbesar dalam sejarah. Robert Greenwald, sutradara film dokumenter "Iraq for Sale" memaparkan bagaimana cara industri militer swasta bisa terlepas dari jerat hukum dan tetap mendapat kontrak jutaan dollar. Mereka merekrut mantan-mantan petinggi militer yang punya jaringan kuat dan menggelontorkan dana untuk melobi anggota-anggota senat.

Apapun cara dihalalkan untuk mengeruk keuntungan dari perang, termasuk dengan mengadu domba, memperuncing konflik ras dan agama. Sebuah film dokumenter, hasil investigasi media Inggris, The Guardian dan BBC Arab menyajikan bukti-bukti aktivitas ilegal militer Amerika di Iraq yang berperan mengobarkan perang sektarian antara Sunni dan Shia.

Dikisahkan, James Steel, mantan kolonel yang terlibat dalam perang kotor, "dirty wars" di Amerika latin tahun 80an berada di Iraq sejak 2003 sebagai kontraktor sipil bidang energi. Sebagai orang sipil, Steel sebenarnya tak punya wewenang dalam bidang militer. Kenyataannya, ia bebas berada di tengah-tengah elit militer untuk observasi.

Rekam jejak Steel tercatat dari mulai Vietnam, El Salvador, Nikaragua, hingga Panama. Di Nikaragua, Steel terlibat penjualan senjata ilegal. Di El Salvador, Steel  melatih pasukan bersenjata semacam "death squad" pro pemerintah yang brutal dan tak segan melakukan aktivitas pelanggaran HAM berat, seperti penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan.

Pasukan Steele "berjasa" mengobarkan perang saudara El Salvador (1986) yang puncaknya memakan korban jiwa puluhan ribu rakyat sipil. Dalam debat calon presiden 2004, Dick Cheney menegaskan bahwa El Salvador bisa menjadi contoh baik untuk diterapkan di Afganistan dan Iraq.

Pada 2004, militer AS terkejut dengan intensitas perlawanan Sunni. Jumlah prajurit AS yang tewas meningkat drastis. Ini menjadi alasan pemerintah AS untuk merekrut Steel. Keahliannya digunakan untuk membentuk "death squad" Shia melawan Sunni.

Anehnya, Steel juga merangkul seorang jendral Sunni, Adnan Thabit untuk memimpin kelompok bersenjata Sunni dengan motto "teror melawan teror". Tak lama kemudian, Iraq jatuh ke dalam perang sektarian Sunni-Shia. Pada puncaknya, 3000 mayat dalam sebulan tersebar di jalanan Iraq. Banyak di antara mereka orang tak bersalah dan di tubuh mereka terdapat tanda-tanda penyiksaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun