Ada kalanya tulisan kita hanya menjadi penghuni sunyi di pojok Kompasiana.
Tidak menjadi "Artikel Pilihan," apalagi "Artikel Utama." Tidak ramai komentar, tidak dibagikan, bahkan mungkin hanya dibaca oleh segelintir orang yang tak sengaja mampir.
Tapi, apakah itu alasan untuk berhenti menulis? Saya pikir tidak. Menulis bukan sekedar soal sorotan. Menulis adalah proses.
Sebuah cara untuk terus berpikir, merenung, dan menyampaikan isi hati.
Dan di Kompasiana, kita tidak hanya sedang menulis untuk orang lain, tetapi juga sedang menulis untuk diri sendiri.
 Menulis untuk menyusun ulang pikiran yang berserakan, menulis untuk mengenang, untuk berdamai, dan kadang untuk sembuh.
Saya ingat tulisan pertama saya yang tayang di Kompasiana. Jangankan menjadi Artikel Utama, dibaca lebih dari 10 orang saja sudah membuat saya girang bukan main.
Tapi justru dari sanalah saya belajar, bahwa proses menjadi penulis bukanlah perlombaan cepat-cepat masuk headline, melainkan soal ketekunan merawat kata.
Setiap tulisan adalah jejak. Jejak itu tidak akan hilang, meski tersembunyi. Suatu saat, seseorang bisa saja menemukannya dan merasa terhubung.
Bisa jadi tulisan yang hari ini hanya punya satu pembaca, akan jadi sumber inspirasi bagi seseorang lima tahun mendatang.