Dengan terpogoh-pogoh Gyas memasuki kelas. Seperti biasa ada jeda diam satu detik ketika Gyas memasuki kelas karena disangka guru yang akan mengajar.Â
Gyas tidak memerlukan jubah Harry Potter agar terlihat invisible. Setelah tahu Gyas yang masuk, mereka kembali melakukan aktivitas masing-masing. Up date status (dilakukan sembunyi-sembunyi, kalau ketahuan HP bisa dirampas). Mengobrol. Tanpa menghiraukan kehadiran Gyas.
Sebetulnya selain Gyas, ada Olive yang sering datang terlambat. Bukan karena Olive tidak suka Patrion, melainkan karena rumah Olive berada di daerah Bandung coret.Â
Secara administrasi rumah Olive memang tidak berada di wilayah Kota Bandung, tetapi secara pikiran dan perasaan Olive merasa menjadi warga Bandung sejati.Â
Suatu kebanggaan bisa bersekolah di Patrion. Beli formulir pendaftarannya saja susah. Biaya per-semester setiap anak berbeda-beda. Tergantung deposit dan pendapatan keluarga.
Setiap hari Olive diantar jemput oleh sopir yang khusus dipekerjakan untuk kepentingan Olive semata. Tetapi tetap saja tidak bisa mengatasi keruwetan dan kemacetan jalanan Bandung
Hampir senasib dengan Gyas, finger print Olive nyaris dikategorikan datang telat. Walau pun jam kedatangan Olive tidak terlalu membuat kisruh hati guru-guru pengajar jam pelajaran pertama.Â
Olive anak juragan ayam.Keluarga Olive adalah orang-orang yang berpengaruh dalam peredaran ayam di kota Bandung. Katanya mah, mereka punya kuasa. Bisa menurunkan dan menaikan harga ayam.
"Hai Olive..."sapa Gyas.
"Hai Gee," jawab Olive.
Bangku di belakang Olive, satu-satunya bangku yang tersisa. Seperti hari-hari kemarin Gyas duduk paling belakang. Gyas tidak mempermasalahkan posisi duduknya di mana. Sayangnya ada beberapa guru yang keberatan melihat anak yang suka duduk di belakang. Sering dianggap pemalas. Dengan pemahaman seperti itu, Gyas adalah sasaran empuk menjadi ajang uji nyali untuk menyelesaikan soal-soal atau menjawab pertanyaan.