Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Toleran dan Capres Intoleran

12 Desember 2018   10:02 Diperbarui: 12 Desember 2018   10:13 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merawat Toleransi | Dokumentasi nasional.tempo.co

Setara Institute suskes menuai protes dari pimpinan daerah kabupaten/kota yang merasa dirugikan nama baik kota tersebut akibat riset survei yang "ngawur".

Walikota Banda Aceh adalah salah satu dari beberapa pimpinan daerah lainnya yang melayangkan keberatan hasil survei kota toleran kepada Setara Institute.

Pasalnya Kota Banda Aceh berada diurutan 2 paling bawah kota kurang toleran dengan Indeks Kota Toleran (IKT) 2,830. Aminullah Usman pun mempertanyakan indikator, dasar, serta sampel yang digunakan Setara Institute untuk menggelar survei. 

Menurut Aminullah, kerukunan umat beragama di Banda Aceh sangat penting, terutama dalam rangka menguatkan berbagai sektor pembangunan, pariwisata, membangun infrastruktur, dan mendatangkan investor.

Secara faktual kerukunan hidup masyarakat Aceh juga sangat harmonis. Dengan warganya yang heterogen hampir tidak ada masalah, baik dalam mendapatkan pelayanan publik, sosial, dan hak-hak dasar lainnya sebagai warga kota.

Bahwa masyarakat Kota Banda Aceh didominasi oleh ummat Islam, hal itu tidak bisa mengatakan Kota Banda Aceh tidak toleran. Karena itu Aminullah menganggap hasil survei Setara Institute cacat logika ilmiah, tidak faktual, dan cenderung kurang objektif.

Setara Institute dalam suveinya yang kontroversial tersebut menggunakan empat variabel yang diukur, yaitu regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial, dan demografi agama. Namun tidak dketahui berapa lama survei ini dilakukan. Berdasarkan keempat variabel itulah yang menjadi dasar analisa untuk mendapatkan indeks.

Barangkali demografi agama (Islam) memiliki hubungan negatif dengan toleran. Jika hipotesisnya seperti itu, maka terdapat kemungkinan yang lebih besar Kota Banda Aceh menjadi Kota Tidak Toleran. Sebab semakin banyak penduduk yang beragama Islam semakin rendah indeks toleran.

Namun sayangnya pihak Setara Institute tidak secara terbuka dan transparan dalam ini. Alangkah lebih bagus jika LSM itu memaparkan metodologi surveinya kepada masyarakat secara terbuka.

Sehingga para peneliti lain bisa mengkritisi dan jika memungkin diseminarkan diuji publik.
Sementara kota dengan indek toleran paling tinggi adalah Kota Singkawang 6,513. Kota Singkawang sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Kalimantan Barat atau sebelah utara Kota Pontianak.

Kota ini hampir tidak begitu terkenal. Bahkan banyak masyarakat Indonesia yang jarang mendengar nama Kota Singkawang dalam berbagai prestasi nasional. Nama Singkawang sendiri berasal dari bahasa Hakka, San khew jong yang mengacu pada sebuah kota di bukit dekat laut dan estuari.

Secara demografi, penduduk Singkawang yang bergama Islam sekitar 53 persen, Budha 30 persen, Katholik 8 persen, dan Protestan 5 persen, selebihnya menganut agama dan kepercayaan lainnya.

Singkawang memiliki jumlah penduduk 215,30 jiwa pada tahun 2017, dengan tingkat pengangguran mencapai 8,08 persen dengan tren terus meningkat sejak 2014-2016. Mayoritas keturunan Tionghoa, Dayak dan Melayu. 

Banyaknya populasi Tionghoa yang memeluk agama Budha dan Khonghucu membuat banyaknya bangunan Vihara dan Kelenteng yang dibangun di Kota Singkawang.

Kunci tertinggi indeks toleran kota yang sering diistilahkan "Hongkong" Indonesia tersebut adalah masyarakat Singkawang sangat unik dan plural sekali dan tidak ada yang dominan di Singkawang. 

Di kota ini Anda boleh melakukan apa saja, bebas asalkan tidak melanggar ketertiban umum. Bahkan sebagai kota unik, "amoy" Singkawang pun bisa menjadi pelopor toleransi. Jadi ucapan selamat untuk Kota Singkawang.

Lain kota toleran, lain pula capres intoleran. Meskipun belum ada lembaga yang berani mengeluarkan hasil survei, manakah diantara dua pasangan capres 2019 yang paling tidak toleran. Sebenarnya penting untuk diketahui publik.

Konon jika sudah disebut hasil survei biasanya publik langsung percaya pada kesimpulan itu tanpa tedeng aleng-aleng.
Sebagaimana metode survei pada umumnya yang berlaku pada riset ilmiah, tentu survei capres intoleran juga menggunakan indikator-indikator atau paramater.

Mungkin yang sudah pernah dilakukan oleh LSI yang menemukan aksi 212 sebagai pemicu Intoleran. Bisa dikaitkan dengan capres, apakah toleran atau tidak. Itu bisa menjadi indikator.

Atau bahkan Islam selalu dilekatkan dengan intoleran. Artinya jika ada capres yang didukung oleh ummat Islam bisa ada kemungkinan ia tergolong capres yang tidak toleran. Namun harus ada angka indeksnya agar terlihat sebagai hasil karya ilmiah.

Lalu berikutnya buat juga survei dengan topik politik toleran dan politik intoleran. Misalnya diskriminasi hukum dan ketidakadilan, atau mengarahkan pendukungnya untuk menghadang capres lain agar tidak bisa kempanye, persekusi, kriminalisasi, dan variabel lain yang dapat dijadikan tolok ukur.

Nah kemudian hasilnya dibeberkan kepada publik agar masyarakat menjadi sadar akan pilihannnya. Dan hal ini juga bisa menjadi pemicu bagi capres untuk menjadi lebih toleran dalam praktik politik yang mereka jalankan.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun