Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Makna Fotografi bagi Praktisi Public Relation

8 Oktober 2018   07:26 Diperbarui: 8 Oktober 2018   15:59 3081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fotografi memiliki arti penting dalam dunia kehumasan atau public relation (PR). Fotografi merupakan salah satu aspek krusial dalam kegiatan PR, mengingat setiap informasi PR perlu didukung oleh ilustrasi berupa gambar atau foto-foto yang baik.

Bahkan, tidak jarang foto mengandung lebih banyak informasi daripada kata-kata. Oleh karena itu, setiap praktisi PR juga dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai di bidang fotografi dan mengerti bagaimana bekerja sama dengan para fotografer profesional dalam menciptakan foto-foto yang indah dan penuh makna.

Sangat bijaksana bagi praktisi PR untuk mampu menggunakan kamera dan melakukan pembuatan foto apabila fotografer, karena sesuatu alasan, mereka tidak bisa dihadirkan. Kemungkinan untuk itu senantiasa terbuka.

Hal penting yang harus diingat adalah bahwa foto yang dimuat di media cetak (surat kabar) pada umumnya hitam putih, tidak berwarna. Namun saat ini banyak juga media cetak yang menerbitkan berita gambar berwarna, tentu dengan biaya yang lebih mahal.

Apabila kita hendak mempekerjakan seorang fotografer profesional, kita harus memberikan serangkaian instruksi yang jelas dan lengkap pada mereka. Foto-foto yang buruk dan mengecewakan seringkali terjadi hanya dikarenakan instruksi yang tidak memadai atau kurang jelas.

Pada umumnya kita berasumsi bahwa fotografer sudah tahu apa yang harus dikerjakan untuk menciptakan gambar-gambar yang kita inginkan. Mereka memang menguasai teknik pemotretan, namun mereka bukan pembaca pikiran.

Setiap praktisi PR harus memandang kamera sebagai sebuah alat komunikasi, sama halnya dengan pena, mesin ketik, word-processor, komputer, telepon, dan ungkapan-ungkapan lisan.

Dalam kalimat lain, mereka harus mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi melalui lensa kamera, atau bagaimana memaparkan suatu pesan atau cerita lewat gambar-gambar.

Pengetahuan itu harus miliki oleh PR jika hendak mengirimkan gambar-gambar mengenai organisasi atau perusahaan kita ke media massa. Bagaimanapun editor hanya mau menerima atau memuat foto-foto yang bermutu dan memiliki tertentu.

Foto yang baik bahkan bisa menutupi kekurangan atau kelemahan naskah untuk menarik minat para editor dan pembaca. Selain itu foto yang baik juga dapat memperindah, menunjang, dan mempopulerkan news release yang dikirimkan.

Setiap gambar atau foto sengaja dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu yang berlainan satu sama lain. Teknik dan sudut-sudut pengambilan gambar pun hendaknya disesuaikan dengan tujuannya.

Foto untuk news release atau jurnal internal, atau tulisan ringan, jelas berbeda dengan foto penghias panel pameran. Misalnya saja foto untuk news release harus diusahakan agar menarik minat konsumen, foto untuk jurnal internal harus diupayakan menarik bagi para pegawai, dan foto untuk gerai pameran harus dibuat sedemikian rupa sehingga menarik minat kalangan industri yang terkait.

Kesempatan untuk mengambil sebuah foto biasanya hanya ada sekali. Artinya kita hanya berpeluang sekali saja untuk membuat suatu gambar dalam situasi dan momentum tertentu. Oleh karena itu kita harus berlatih untuk memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin.

Meskipun foto berwarna amat disukai, namun untuk keperluan penerbitan dibutuhkan foto-foto hitam putih. Seorang fotografer profesional seringkali membawa dua kamera sekaligus. Mereka akan menggunakan kamera sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi dilapangan.

Meskipun pada dasarnya, seorang fotografer adalah seorang yang profesional. Dan ia menguasai teknik pembuatan foto, namun mereka tidak mengetahui apa pesan dari gambar yang harus ditampilkan, bagaimana gambar akan digunakan, siapa yang akan melihatnya, atau bagaimana gambar tersebut akan diproduksi, kecuali mereka diberitahu.

Foto yang memenangkan hadiah pertama dalam sebuah perlombaan memotret belum tentu cocok dijadikan foto PR. Para praktisi PR dituntut untuk mengetahui benar jenis foto-foto seperti apa yang dibutuhkan, dan juga harus mampu menjelaskan segenap syarat atau kriterianya kepada para fotografers.

Semua persiapan harus ditangani demi menunjang kelancaran pekerjaan sang fotografer, seperti pembersihan berbagai macam hal yang tidak relevan dari bidang pemotretan, dan memastikan bahwa semua orang yang hendak dipotret sudah siap dengan pakaian dan peralatan yang pantas.

Sebagai contoh, jika yang hendak dipotret adalah sekumpulan pekerja dan hendak ditonjolkan adalah keamanan lingkungan kerja, maka pastikan bahwa tidak ada yang merokok, semuanya mengenakan perlengkapan pengaman, nama perusahaan di badge seragam, dan seterusnya.

Kekeliruan yang sering dilakukan oleh para fotografer adalah mengundang terlalu banyak orang, atau bahkan melibatkan orang-orang yang sebenarnya tidak berkepentingan, untuk turut berpose tanpa menyadari konsekuensi-konsekuensi negatifnya. Hal ini bisa menimbulkan multi tafsir terhadap hasil gambar yang disajikan.

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahahpahaman para fotografer dalam mengambil gambar, praktisi PR perlu membuat sebuah rancangan rencana yang lebih matang sebelum kegiatan PR mulai dilakukan.

Membuat sebuah perencanaan dengan memuat target dan sasaran yang ingin dicapai dari sebuah kegiatan PR yang akan dilancarkan terhadap publik yang dituju, merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memastikan fotografer tidak salah dalam menghasilkan gambar ataupun foto.

Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam fotografi adalah bagaimana instrumen yang diciptakan tersebut dapat merepresentasikan cerita atau konten dari sebuah naskah yang akan dirilis. Kita harus menemukan korelasinya dengan peristiwa yang mau diangkat ke khalayak.

Selain daripada itu, para praktisi PR juga perlu mempertimbangkan momentum penanyangan materi (berita, pers rilis, newsletter, film dokumenter, baliho, poster, surat kabar, dan lain sebagainya), agar tepat waktu dengan media yang tepat pula.

Hmmm.... Begitulah sekilas saya berbagi tentang begitu pentingnya fotografi dalam kegiatan PR. Anda yang berprofesi sebagai praktisi PR tentu lebih memahami secara lebih dalam. Pun begitu semoga tulisan singkat ini dapat bemanfaat kiranya bagi pembaca, terutama Kompasianer yang selalu menulis berbagai konten dan menyertakan foto/gambar dalam artikelnya.

Salam***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun