Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Prosesi Kematian Masyarakat Pidie Aceh

23 Agustus 2018   21:47 Diperbarui: 24 Agustus 2018   07:39 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga di sebuah desa di Kabupaten Pidie sedang berziarah ke makam keluarga mereka sesaat setelah melakukan shalat hari raya. (dokumentasi pribadi)

Maka seorang imam ditunjuk untuk memimpin shalat jenazah, diikuti oleh seluruh warga, keluarga dekat maupun keluarga jauh bahkan ada juga beberapa warga desa tetangga. Setelah selesai shalat, Imam memberikan tausiyah singkat pelepasan jenazah untuk dikuburkan. Pada terakhir kalinya seluruh warga dapat menyaksikan seorang teman, sahabat, saudara, adik, abang, kakak, atau siapapun yang kini terbujur kaku dan akan dibawa untuk dikuburkan.

 Artinya setelah ini tidak dapat lagi dilihat untuk selama-lamanya. Saat itulah kemudian Imam menanyakan kepada seluruh hadirin yang hadir, "apakah bapak/ibu sudah memaafkan segala dosa mayat saudara kita ini"? Lalu dijawab oleh seluruh para hadirin dengan serentak "alhamdulillah, sudah".

Selanjutnya jenazah pun dibawa ketempat kuburan yang telah disiapkan. Sampai semua prosesi ini selesai, para warga kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk melanjutkan kegiatan yang tertunda karena wajib menghadiri le rumah warga atau keluarga yanh sedang berduka/mengalami musibah.

Kenduri 7 Hari 7 Malam

Meskipun begitu, acara kematian ini belum selesai. Seluruh warga kembali hadir ke rumah duka saat selesai shalat magrib malam itu. Mereka biasanya melakukan tahlil atau membaca doa secara bersama-sama secara khusus kepada almarhum/ah.

Dipimpin oleh imam meunasah (imum surau), tahlil dan tahmid pun dibacakan. Pada malam pertama biasanya hanya warga setempat yang melakukan takziah. Namun pada malam berikutnya bisa dari desa tetangga secara bergiliran.

Takziah semacam ini sendiri berlangsung sampai 7 hari 7 malam. Para warga yang ikut takziah, pada malam pertama diberikan makan malam (kenduri bu), dihidangkan kenduri atau nasi dengan menu alakadar khas kematian. Dengan kuah sayur dan ikan asin, kerupuk, telor sambal, dan pelengkap lainnya yang sangat sederhana.

Namun pada malam kedua sampai malam keenam, warga yang bertakziah disuguhi minuman dan kue ringan. Biasanya disediakan teh, kopi, bandrek, atau minuman ringan lainnya.

Tradisi ini berlangsung sampai semua prosesi acara kematian selesai dilaksanakan, yaitu pada hari ketujuh. Namun uniknya tradisi ini berlangsung dengan sifat gotong royong. Meskipun diberikan makanan, minuman, dan bahkan potong kambing atau lembu. Para warga ikut membantu dan menyumbang. Ada yang memberikan beras, minyak goreng, kelapa, pisang, sampai uang. Semua itu dilakukan untuk meringankan beban keluarga yang sedang berduka atau mengalami musibah.

Karena musibah kematian dapat dialami oleh siapapun dan warga manapun, maka budaya tolong menolong dalam menyiapkan seluruh prosesi tersebut berjalan dengan baik. Sistim ini sudah dianut sebagai sebuah nilai yang saling menguatkan satu sama lainnya oleh masyarakat Pidie. Sehingga tak heran jika begitu pengumuman atau berita duka ini dikabarkan, maka seluruh warga kampung ramai-ramai mendatangi rumah duka dan meninggalkan seluruh pekerjaan atau aktivitas lain sampai mayat telah dikuburkan.

Begitulah tradisi kematian pada masyarakat Pidie, bagaimana dengah daerah mu? Wasalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun