Mohon tunggu...
Candra Setiawan
Candra Setiawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hidup bebas lepas

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kilas Balik Sektor Energi di Tahun 2017

20 Januari 2018   05:55 Diperbarui: 20 Januari 2018   08:10 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tahun 2017 telah berlalu berbagai kEbijakan dan kejadian telah dilalui. Beberapa kebijakan di sektor energi cukup besar dampaknya di perekonomian indonesia. Sektor energi sebagai salah satu tulang punggung perekonomian indonesia cukup menyumbang berbagai hal seperti pajak, retribusi, lapangan kerja , hingga inflasi. 

Sektor energi seperti listrik, minyak dan gas merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat. Sektor tersebut berperan penting dalam hajat hidup orang banyak seperti tercantum dalam UUD pasal 33 ayat 3 "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". 

Pembenahan dan perbaikan di bidang sektor energi cukup mempengaruhi ekonomi indonesia. Kompasianer Hans Z. Kawai mengulas perbaikan sektor energi ini. Salah satunya dengan mereformasi kebijakan tentang subsidi energi. 

Menurut Hans ,isu subsidi energi tidak hanya berpengaruh terhadap ekonomi tetapi juga merupakan isu sosial dan politik. Sehingga kebijakan harga energi menjadi isu politik anggaran yang sangat serius. Selain itu subsidi energi yang selama ini diterapkan merupakan beban dan tidak tepat sasaran. Kebijakan subsidi telah menjadi beban fiskal dan membebani anggaran yang seharusnya digunakan untuk hal produktif, selain itu subsidi energi juga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat mistin tetapi juga golongan ekonomi menengah ke atas. 

Senada dengan pendapat di atas kompasianer Ina Tanaya yang menyoroti tentang penghapusan subsidi energi listrikbagi pengguna 450 VA dan 900 VA. 2 golongan pengguna tersebut merupakan pengguna listrik terbesar yang menerima subsidi energi listrik yang mencapai 49,32 Triliun (87%). Sayangnya dua golongan pelanggan ini masih terdapat rumah tangga yang tidak layak disubsidi. Sehingga pemerintah perlu mengalihkan dana subsidi kepada masyarakat miskin dan tidak mampu terutama bagi 2500 desa dan 1.6 juta warga yang belum teraliri listrik . Sedangkan bagi pengguna listrik 450 VA dan 900 VA yang tidak mampu dan tidak terdata bisa melaporkan ke kantor desa / kelurahan serta kantor PLN dengan melampirkan salinan KK dan KTP untuk mendapatkan subsidi.

Selain pembahasan subsidi energi ,sektor energi juga akan diprediksi akan terjadi disrupsi besar -- besaran seperti halnya sektor lainnya. Prediksi ini diutarakan kompasianer fu affu ghofur yang menjelaskan bahwa sektor energi akan berubah dari energi konvensional (minyak ,gas, batubara, dan nuklir) menjadi energi terbarukan (panas matahari, air , dan angin). Beberapa ciri terjadinya disrupsi dijelaskan melalui ciri -- ciri berikut : kepemilikan produksi energi menjadi kolektif -- kolaboratif, proses bisnis lebih hemat biaya dan lembih mudah, kualitas energi yang dihasilkan lebih baik, menciptakan pasar baru, produk mudah diakses dan dijangkau konsumen, serta lebih smart, hemat waktu (efisien) dan akurat (efektif). Perubahan disrupsi ini mulai terlihat di bidang energi tepatnya di bidang mobil listrik. 

Kemandirian energi juga menjadi bahasan yang menarik di tahun 2017. Topik ini dibahas kompasianer Leony Asram dengan mengusulkan holding BUMN tambang sebagai solusi kemandirian energi. Terutama holding BUMN tambang akan banyak memberi manfaat bagi ketiga BUMN tambang saat ini ( Inalum, Antam, Bukit Asam). Holding BUMN tambang akan membuat kemudahan dalam bermanuver dan mengembangkan bisnis di bidang energi. Selain itu pembentukan holding ini akan membuat aset menjadi lebih besar dan akan mempermudah akses permodalan. Akses permodalan, efisiensi, dan sinergi dari perusahaan yang tergabung akan membuat holding tamabnag akan memiliki daya saing yang tinggi di tingkat internional. 

Terakhir di hujung tahun 2017 kompasianer Ishak Pardosi mengkritik aturan baru di sektor perminyakan. Terutama setelah pemerintah menerapkan aturan baru gross split yang mengantikan aturan lama cost recovery. Kontrak gros split ini ternyata kurang menarik bagi para investor bila dibandingkan dengan kontrak cost recovery. Bila pada kontrak cost recovery seluruh biaya eksplorasi akan diganti jika berhasil menemukan cadangan minyak. Sedangkan pada skema gross split negara tidak menganti biaya yang dikeluarkan investor sebelum menemukan cadangan minyak. Hal ini dirasa kurang adil bagi investor karena semua risiko dibebankan kepada investor dan membuat perusahaan migas kesulitan memprediksi biaya operasi. Terlebih memasuki tahun politik 2018 yang diperkirakan kondisi penuh ketidakpastian , investor akan menahan investasi di sektor migas. Sehingga diperkirakan tahun 2018 sektor energi migas akan lesu sperti tahun 2017 terkecuali ada aturan baru yang lebih menarik bagi investor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun