Saya ingin mengatakan sesuatu sebelum menulis tentang apa yang bisa saya pelajari dari acara masak-memasak, baik itu acara masak Indonesia atau luar, entah itu dari Masterchef, My Kitchen Rule, Hell Kitchen, dan sebagainya. Sesuatu yang jujur, dari lubuk hati yang paling dalam, tanpa ada yang ditutup-tutupi sedikit pun. Saya babar blas ndak bisa masak.
Pertanyaannya, kalau babar blas ndak bisa masak, terus apa yang saya pelajari dari acara masak kalau begitu? Paling nggak saya ngerti bumbu. Apa itu kunyit (turmeric), ketumbar (coriander),  jahe (ginger), atau daun salam koja (curry leaf). Membayangkan bumbu ini ditumbuk aja, rasanya udah seneng banget dan ikut kenyang.
Kenyang? Yang bener aja? Mungkin kalau sebagian orang justru merasa lapar ketika melihat para koki rumahan memasak, saya justru ikut kenyang terlebih kalau makanan yang terhidang terlihat menggugah iman.
Tingkah para koki rumahan di balik meja dapur (station) juga menarik untuk dinikmati. Beberapa dari mereka kadang mengolah bahan sekantung penuh, tapi demi alasan estetika, mereka hanya menaruhnya tiga tetes di atas piring.
Demi alasan yang sama, terkadang untuk masakan berkuah dan/atau bersaus, para peserta masterChef Australia, misalnya, sepertinya kompak untuk meletakkannya secara terpisah, jadi ketika dihidangkan kita bisa melihat saus bening atau pun kental mengalir manja di atas piring #halah.
Dari segi penataan pun, kadang kita mendapat ilmu sederhana namun efektif, misal saat chef Michael Bonacini (MasterChef Canada) menyarankan peserta untuk menaruh potongan iga dalam jumlah ganjil agar lebih sedap dipandang.
Terlepas dari itu semua, saya juga menikmati bahasa dan istilah yang dipakai para juri dan juga peserta, termasuk para pengalih bahasa yang bikin saya cengar-cengir sendiri melihat kreativitas mereka menata bahasa yang apik dan ndak bikin saya naik darah.
Penggunaan istilah jadul yang unik, tapi cukup masuk akal lantaran "the gentry" dalam konteks MasterChef Australia memang berarti tempat bagi mereka yang tidak perlu lagi memasak karena setidaknya tiga alasan.Â
Pertama, peserta tersebut menang tantangan kotak misteri (mystery box challenge), atau menang uji kreasi atau reka cipta (invention test), atau hanya sekedar melihat rekannya mengikuti tantangan imunitas (immunity challenge).
Saya sendiri termasuk yang ngefans dengan perangkai istilah "reka cipta" atau "uji kreasi"  yang kompak dipakai di beberapa versi MasterChef. Nggak mudah lho menghubungkan kata kreasi atau reka cipta, ketika beberapa pemirsa condong mengartikan kata invention sebagai penemuan.
Alih-alih memakai kata "setelah", para penerjemah yang sudah makan asam dan garam entah berapa galon ini menggunakan kata "selepas" untuk memadankan kata after, dan anehnya kata tersebut, pas-pas aja nangkring di kotak subtitle yang tidak seberapa besarnya itu.
Beberapa istilah memang tidak perlu repot-repot dipikirkan artinya karena para padawan eh wikipediawan sudah menyediakannya untuk kita. Misalkan kata dadih yang berarti  curd atau kacang badam yang berarti  almond.
Terlepas dari itu semua, tukang otak-atik bahasa emang keren. Saya sendiri termasuk penikmat  istilah yang mereka ciptakan itu. Lewat tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih karena sudah membuat kami para penonton menikmati tontonan dengan nyaman.
Kembali lagi ke istilah "gentry" dan "balcony", saya sendiri menikmati istilah yang para penyulih bahasa pakai untuk memadankannya ke dalam bahasa kita tercinta Indonesia. Kadang ada yang menyebutnya atas, atau balkon meski peserta menyebutnya "gentry", ada juga yang menyebutnya galangan (balok penyangga). Selama artinya tidak berubah, padanan yang mereka gunakan sah-sah aja dan berterima.
Ternyata, saya yang salah tangkap. Apa yang para juri MasterChef Australia ucapkan itu adalah "gantry" dan bukan "gentry". Gantry sendiri memang galangan atau landasan atau jembatan penopang yang dalam hal ini digunakan untuk menampung manusia. Ngomong-ngomong, terima kaih untuk kamus dan channel youtube yang udah mengoreksi :)Â
Kebetulan istilah cooked perfectly memang muncul dalam kamus, dan menariknya, tidak semua ekspresi yang disampaikan dalam acara masak muncul dalam kamus, contohnya  "the ice cream hasn't set." setidaknya kamus kolokasi, meskipun set sendiri memang juga berarti belum jadi atau belum mengeras. Kalaupun harus menerjemahkan, anda bisa mengungkapkannya dengan berbagai cara, entah es krimnya belum padat, belum beku, masih cair dsb, dkk, dll, dst ...Â
Alih-alih paham keberadaan orang yang dimaksud, orang yang bertanya malah kadang mesti bertanya lagi apa itu sepen, tapi tidak ada salahnya juga mengakrabkan istilah-istilah itu dengan orang-orang sekitar kita karena lewat cara itulah suatu bahasa bisa berterima di masyarakat
Oh iya gambar yang dipakai dalam coretan ini dipinjem dari Channel 10 untuk MasterChef Australia dan Fox buat versi Amrik dan Kanadanya. Monggo klo ada yang mau menambahkan atau mengoreksi, dengan senang hati saya akan menerima dengan tangan terbuka  Â
 Â