Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Belajar Bahasa dari Acara Masterchef

14 September 2018   13:07 Diperbarui: 4 Mei 2019   22:09 3722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingin mengatakan sesuatu sebelum menulis tentang apa yang bisa saya pelajari dari acara masak-memasak, baik itu acara masak Indonesia atau luar, entah itu dari Masterchef, My Kitchen Rule, Hell Kitchen, dan sebagainya. Sesuatu yang jujur, dari lubuk hati yang paling dalam, tanpa ada yang ditutup-tutupi sedikit pun. Saya babar blas ndak bisa masak.

Pertanyaannya, kalau babar blas ndak bisa masak, terus apa yang saya pelajari dari acara masak kalau begitu? Paling nggak saya ngerti bumbu. Apa itu kunyit (turmeric), ketumbar (coriander),  jahe (ginger), atau daun salam koja (curry leaf). Membayangkan bumbu ini ditumbuk aja, rasanya udah seneng banget dan ikut kenyang.

Kenyang? Yang bener aja? Mungkin kalau sebagian orang justru merasa lapar ketika melihat para koki rumahan memasak, saya justru ikut kenyang terlebih kalau makanan yang terhidang terlihat menggugah iman.

Tingkah para koki rumahan di balik meja dapur (station) juga menarik untuk dinikmati. Beberapa dari mereka kadang mengolah bahan sekantung penuh, tapi demi alasan estetika, mereka hanya menaruhnya tiga tetes di atas piring.

Demi alasan yang sama, terkadang untuk masakan berkuah dan/atau bersaus, para peserta masterChef Australia, misalnya, sepertinya kompak untuk meletakkannya secara terpisah, jadi ketika dihidangkan kita bisa melihat saus bening atau pun kental mengalir manja di atas piring #halah.

Dari segi penataan pun, kadang kita mendapat ilmu sederhana namun efektif, misal saat chef Michael Bonacini (MasterChef Canada) menyarankan peserta untuk menaruh potongan iga dalam jumlah ganjil agar lebih sedap dipandang.

Terlepas dari itu semua, saya juga menikmati bahasa dan istilah yang dipakai para juri dan juga peserta, termasuk para pengalih bahasa yang bikin saya cengar-cengir sendiri melihat kreativitas mereka menata bahasa yang apik dan ndak bikin saya naik darah.

dokpri
dokpri
Meskipun remeh dan mungkin nirfaedah, menarik melihat istilah yang dipakai masterChef Amerika dan Australia untuk menyebut tempat yang biasa ditempati peserta yang tidak perlu lagi memasak karena memenangi tantangan atau harus mengikuti babak eliminasi, atawa bahasa MasterChef-nya pressure test

Juri Masterchef Kanada <canada.com>
Juri Masterchef Kanada <canada.com>
Gary Mehighan dan dua juri MasterChef Australia lainnya lebih suka menyebut tempat di lantai atas itu sebagai yang kalau saya tidak salah dengar sebagai "gentry" ketimbang "balcony", yang kalau ndak salah berarti ningrat atau tingkat atas atau atas saja kalau dilihat dari konteksnya. 

Penggunaan istilah jadul yang unik, tapi cukup masuk akal lantaran "the gentry" dalam konteks MasterChef Australia memang berarti tempat bagi mereka yang tidak perlu lagi memasak karena setidaknya tiga alasan. 

Pertama, peserta tersebut menang tantangan kotak misteri (mystery box challenge), atau menang uji kreasi atau reka cipta (invention test), atau hanya sekedar melihat rekannya mengikuti tantangan imunitas (immunity challenge).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun