Mohon tunggu...
Camytha Octa
Camytha Octa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Analisis Novel Ayahku (Bukan) Pembohong

24 Februari 2018   16:53 Diperbarui: 24 Februari 2018   17:12 6404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dengan dihukum membersihkan perpustakaan sekolah, aku memiliki banyak waktu untuk memeriksa seluruh bagiannya, menggambarnya." (hlm. 128)

Pada akhir cerita novel ini, ayah Dam meninggal dengan tidak dicantumkan sebab terjadinya ayahnya meninggal. Penulis hanya menceritakan bahwa ayahnya meninggal di bab terakhir, bab 31, dan menunjukkan bahwa ternyata cerita-cerita Ayah selama ini benar adanya.

"Pemakaman ini dihadiri walikota, keluarga besar Jarjit, teman-teman sekolahku, temanteman klub renang, tetangga, kolega, dan kenalan Ayah yang sebagian besar tidak kukenali." (hlm. 295)

Latar waktu yang digunakan penulis dalam mempernyata novel ini bisa kita lihat dari kutipan-kutipan berikut.

"Masih pagi, sekolah belum ramai saat Taani tergopoh-gopoh datang." (hlm. 40)

"Kau menonton sang Kapten, Dam?" Jarjit menyapaku pulang sekolah, hari berikutnya." (hlm.84)


"Persis pukul lima sore, tibalah pertandingan besar itu." (hlm. 105)

"Malamnya saat menemani Ibu tidur di kamar, memijat lengan Ibu, sambil terisak aku bertanya, "Apakah cerita-cerita Ayah selama ini bohong, Bu?" (hlm. 108)

Hal lain yang digunakan untuk mempernyata novel ini adalah latar suasana. Ada suasana menegangkan dari amarah Dam yang membuat istri Dam bertekuk lutut kepadanya dan anak-anak Dam yang ketakutan dengan pertengkaran orang tuanya.

 "Dam!" Taani sudah memeluk lututku. "Itu Ayah, Dam. Ayah kau! Yang menggendong kau saat bayi, yang mengajak berlarian saat kau dua-tiga tahun. Itu Ayah, Dam." Di atas sana, Zas dan Qon menangis memeluk bantal. Mereka bisa mendengar pertengkaran kami." (hlm. 279-280)

Ada juga suasana yang sunyi. Dam tidak tahu harus berkata apalagi setelah ia tidak enak hati berbicara kepada ayahnya untuk menanyakan apakah cerita ayahnya benar-benar ada atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun