Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pandangan Masyarakat dan Mahasiswa tentang Toleransi di Indonesia Saat Ini

19 April 2017   09:31 Diperbarui: 19 April 2017   09:59 74660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Khusus untuk mahasiswa yang menjadi cerminan atau garda terdepan dalam menggebrak perwujudan dan cita-cita bangsa Indonesia, toleransi adalah hal yang sangat penting dalam meningkatkan hubungan sosial yang baik di kalangan akademis dan intelektual untuk kemajuan pluralisme dan menghargai beragam macam perbedaan yang ada di sekitar mereka. 

Artinya mahasiswa diajarkan untuk menghargai pendapat orang lain, membantu masyarakat disaat senang maupun susah dan mengamati situasi kultur sosial di sekitar mereka agar mahasiswa selalu menggunakan akal dan hatinya untuk berpikir dan bertindak sesuai kaidah yang berlaku dalam beragama dan bermasyarakat. Disebut mahasiswa karena di fase inilah pemikiran seseorang menjadi lebih dewasa dan terdidik. Serta telah terarah rasional berpikir, berperilaku dan mengambil keputusan yang tepat untuk menentukan mana yang baik untuk para kaum mahasiswa dan mana yang buruk. 

Mahasiswa diajarkan untuk mengabdikan ilmu, moral dan tenaganya kepada seluruh masyarakat. Mahasiswa juga diajarkan dan dibentuk untuk memiliki ilmu sosial yang tinggi agar mereka sebagai generasi penerus bangsa Indonesia dapat bermasyarakat yang baik, jujur, serta menghargai segala macam perbedaan yang ada di sekitar mereka alias belajar bertoleransi antar umat. Mahasiswa tidak hanya sekedar studi ilmu dan kegiatan-kegiatan politik saja, tetapi lebih daripada itu mahasiswa juga merupakan golongan terpelajar yang dididik untuk berbakti pada masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu mahasiswa yang memperjuangkan kehidupan bermasyarakat yang toleran, adil dan sejahtera pada era tahun 60-an adalah bernama Soe Hok Gie. Ia seorang mahasiswa yang belajar sejarah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia juga merupakan seorang Cendekiawan ulung yang terpikat pada ide pemikiran untuk mengembangkan dan menyajikan ide-ide untuk keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia (Catatan Seorang Demonstran, Kata Pengantar:xi). Dalam catatannya, ia mengemukakan salah satu penggalannya yang disebut “Manusia-Manusia Baru” (Catatan Seorang Demonstran: I:11). 

Manusia-manusia baru ini diartikan sebagai manusia yang lahir atau dididik di era pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Manusia-manusia baru juga diartikan sebagai generasi penerus bangsa Indonesia yang menjadi motor penggerak perubahan pola pikir dan tindakan masyarakat Indonesia agar memiliki visi misi dan tujuan yang jauh kedepan demi menjaga kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Manusia-manusia baru adlaah manusia penggerak perubahan kultur sosial masyarakat agar saling toleran dan aktif dalam bersosialisasi demi tercapainya kesejahteraan, keadilan dan persatuan Indonesia. Serta dengan berkemanusiaan dan menghargai pendapat orang lain agar tercapainya kata mufakat dalam bermusyawarah secara adil dan beradab.

Oleh karena itu khususnya di bidang toleransi antar sesama manusia yang berbudi pekerti luhur dan beragama, manusia-manusia baru sebagai penerus bangsa harus dapat menghargai dan menghayati cita-cita bangsa indonesia yang sudah diperjuangkan pahlawan revolusi kita zaman pra kemerdekaan. Dan juga sebagai cerminan masa depan bangsa dalam meningkatkan rasa persaudaraan dan kekerabatan sesama bangsa Indonesia, menghargai privasi dan kegiatan umat lain sehingga mencegah terjadinya intoleransi antar manusia dan umat beragama yang justru membuat kacau dan hancur roda pemerintahan negara kita sendiri. 


Makanya toleransi di kalangan mahasiswa ini sangatah penting dipelajari, dikaji, serta diamalkan dalam diri mahasiswa sendiri guna memunculkan bibit unggul perdamaian yang adil dan makmur di masa depan. Toleransi di kalangan mahasiswa juga menjadi sarana masyarakat untuk meningkatkan rasa solidaritas dalam bertoleransi antar masyarakat karena masyarakat meyakini mahasiswa sebagai garda terdepan dalam perwujudan Indonesia yang damai dan intelektual, serta bermoral dan beragama.

Contoh toleransi yang ada di Indonesia sangat banyak sekali dan dapat kita jumpai dimana-mana. Baik toleransi dalam bermasyarakat maupun toleransi dalam beragama. Contohnya seperti di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Tepat di bagian barat Alun-Alun Kota Malang ada 2 rumah ibadah yang saling berdampingan, yakni Masjid Agung Jami’ Malang dan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Jemaat Immanuel Malang. Keduanya saling bersinergi dalam menciptakan toleransi antara umat Islam sebagai agama mayoritas dan umat Kristen sebagai agama minoritas di Malang. 

Jika ada kegiatan seperti sholat Jumat atau hari raya besar umat Islam (Idul Fitri dan Idul Adha) di Masjid, maka pihak gereja memberikan lahannya untuk parkir kendaraan bermotor atau memberikan lahannya untuk sholat Idul Fitri maupun Idul Adha para jamaah Masjid Jami’. Begitu juga sebaliknya, ketika Gereja melakukan ibadah Minggu ataupun hari raya besar umat Kristen seperti paskah, natal dan lain-lain, maka pihak Masjid juga memberikan lahannya untuk parkir kendaraan bermotor umat Kristen maupun kegiatan yang berhubungan dengan peribadatan umat Kristen di Kota Malang.

Hal tersebut bukan hanya terdapat di kota besar seperti Malang, namun juga terdapat di pedesaan yang bernama Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Di desa yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat Kota Lamongan terdapat 3 rumah ibadah yang saling berdampingan satu sama lain, yakni Masjid Miftahul Huda, Pura Sweta Maha Suci dan Gereja Kristen Jawa Wetan (GKJW) Jemaat Lamongan Wilayah Balun. Bahkan sangking akrabnya 3 umat beragama dalam satu desa, desa Balun digelari desa Pancasila. 

Dinamakan desa Pancasila karena selain 3 umat beragama berkumpul dalam satu desa dan ada 3 rumah ibadah yang saling berdampingan satu sama lain, juga dikarenakan masyarakat disana saling gotong royong alias bersatu dalam meningkatkan hubungan silaturrahmi antar sesama warga desa Balun yang telah tercipta sejak zaman nenek moyang mereka. Selain itu, masyarakat disana juga saling menghargai, menjaga dan membantu umat beragama menjalankan ibadahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun