Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makna Terbitnya Perpres 46 Tahun 2025 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

12 Juli 2025   13:14 Diperbarui: 12 Juli 2025   13:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Landing-page-policies-rules-agreement (Ilustrasi)/Image by upklyak on Freepik

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 sebagai perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mencerminkan upaya berkelanjutan pemerintah untuk menyempurnakan ekosistem pengadaan publik yang lebih adaptif, inklusif, dan berpihak pada kepentingan nasional. Perubahan ini tidak sekadar bersifat administratif, melainkan mencerminkan arah kebijakan strategis negara dalam memaksimalkan belanja pemerintah sebagai instrumen pembangunan. Substansi utama dari regulasi ini menggarisbawahi pentingnya percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa, peningkatan penggunaan produk dalam negeri, serta penguatan peran pelaku lokal---termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi---dalam rantai pasok pemerintah.

Makna penting dari Perpres ini juga tampak dari penguatan aspek profesionalisme dan integritas dalam proses pengadaan. Penegasan kewajiban sertifikasi kompetensi bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pengaturan etika yang lebih rinci, serta pelarangan konflik kepentingan secara tegas menunjukkan bahwa pengadaan dipandang tidak semata-mata sebagai proses teknis, melainkan sebagai arena strategis dalam memastikan tata kelola keuangan publik yang bersih dan efisien.

Lebih jauh, dimasukkannya pengaturan yang lebih eksplisit tentang pengadaan desa dan penyediaan bahan oleh pemilik pekerjaan (owner-supplied) menandakan adanya kesadaran terhadap kebutuhan operasional yang lebih fleksibel dan kontekstual, terutama di tingkat tapak. Di sisi lain, kewajiban alokasi minimal 40% anggaran pengadaan untuk produk UMK/koperasi dari hasil produksi dalam negeri memperkuat komitmen terhadap industrialisasi nasional dan keadilan ekonomi. Perpres ini juga mendorong penggunaan teknologi informasi, termasuk wajibnya penggunaan sistem pengadaan secara elektronik dengan fitur transaksional dalam metode tertentu, sebagai bentuk akselerasi digitalisasi birokrasi.

Dengan demikian, Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tidak hanya menjadi instrumen hukum administratif, tetapi juga refleksi dari transformasi paradigma pengadaan pemerintah Indonesia: dari sekadar proses belanja negara menuju alat kebijakan pembangunan nasional yang berkelanjutan, inklusif, dan berintegritas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun