Mengacu pada standar internasional, revitalisasi aset mangkrak menuntut serangkaian prosedur yang terstruktur dan berbasis prinsip akuntabilitas. Langkah pertama adalah audit teknis dan akuntansi aset. Proses ini melibatkan penilaian fisik secara menyeluruh terhadap struktur bangunan eksisting oleh lembaga independen guna menentukan kelayakan struktural dan keselamatan bangunan. Selanjutnya, dilakukan evaluasi atas nilai tercatat aset tersebut dan kemungkinan terjadinya penurunan nilai (impairment) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam IPSAS 21 dan IPSAS 26. Langkah ini memastikan bahwa pengakuan akuntansi mencerminkan kondisi aktual dari aset yang bersangkutan.
Baca juga: Gambler's Fallacy, Ketika Berbohong Terasa Mudah Tinimbang Gagal
Apabila hasil audit menunjukkan bahwa aset masih memiliki potensi manfaat publik di masa mendatang serta layak secara teknis, maka dapat dilakukan pengakuan kembali (re-recognition) dalam laporan keuangan pemerintah. Aset tersebut bisa diklasifikasikan kembali sebagai aset tetap atau aset dalam konstruksi, bergantung pada status dan rencana penggunaannya.
Tahap berikutnya adalah proses penganggaran dan justifikasi sosial. Revitalisasi aset harus didukung oleh studi kelayakan sosial dan finansial yang komprehensif. Penganggaran dilakukan berdasarkan estimasi biaya aktual revitalisasi, bukan berdasarkan nilai historis proyek sebelumnya, guna memastikan prinsip value for money tetap terjaga dan tidak terjadi overstatement dalam pencatatan nilai aset.
Akhirnya, pengawasan berlapis menjadi elemen penting untuk memastikan keberhasilan revitalisasi aset. Pengawasan dilakukan pada tiga tahap, yaitu ex-ante (sebelum pelaksanaan), ex-during (selama pelaksanaan), dan ex-post (setelah pelaksanaan). Masing-masing tahap memerlukan keterlibatan otoritas pengawasan internal seperti auditor internal pemerintah maupun pihak eksternal untuk menjamin bahwa proses revitalisasi berjalan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas penggunaan sumber daya publik.
Revitalisasi aset mangkrak tidak dapat dilihat semata sebagai proyek teknis atau pencatatan akuntansi. Ia adalah cermin dari keberanian institusional untuk menyelesaikan warisan kegagalan melalui praktik tata kelola yang benar. Belajar dari kegagalan pasca-Olimpiade Athena dan keberhasilan Berlin-Gatow, negara manapun termasuk Indonesia harus menyusun kerangka kerja revitalisasi aset mangkrak berbasis pada standar , transparansi anggaran, dan kebermanfaatan publik. Revitalisasi bukan hanya membangun kembali beton yang terbengkalai, tetapi membangun ulang kepercayaan dan nilai guna kolektif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI