Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup melemah pada perdagangan awal pekan, Senin (24/3/2025), menyusul kejatuhan tajam yang juga terjadi di akhir pekan lalu. Dalam dua hari perdagangan terakhir, IHSG telah terkoreksi sebesar 3,46% dari 6.381,674 menjadi 6.161,218) atau menyusut hampir 197 poin (dari 6.258,179 menjadi 6.161,218. Pelemahan ini menyapu bersih kenaikan teknikal yang sempat terbentuk di awal bulan, memperlihatkan bahwa tekanan jual di pasar belum sepenuhnya mereda.
Meski secara teknikal koreksi ini dapat dikaitkan dengan sentimen global maupun volatilitas sektor teknologi, momen kejatuhan IHSG yang bertepatan dengan pengumuman jajaran pengurus Danantara---entitas baru hasil penggabungan startup teknologi nasional---menarik untuk diamati dari sisi psikologis pasar. Danantara, yang didapuk sebagai tonggak baru transformasi ekonomi digital Indonesia, justru tampak disambut dingin oleh pelaku pasar. Belum genap 24 jam setelah pengumuman resmi nama-nama dewan pengurusnya, indeks anjlok 1,55% dari 6.258,179 menjadi 6.161,218 di hari Senin, melanjutkan penurunan 1,94% Â dari 6.381,674 menjadi 6.258,179) pada hari Jumat sebelumnya.
Dari sisi aliran dana asing, tekanan jual juga belum berhenti. Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa investor asing mencatat net sell sebesar Rp 160,86 miliar pada hari Senin, menyusul aksi jual jumbo sebesar Rp 2,35 triliun pada hari Jumat. Secara kumulatif, net sell asing sejak awal tahun telah mencapai Rp 33,3 triliun. Ini menunjukkan kecenderungan capital flight yang terus membayangi likuiditas pasar domestik, terlebih di tengah valuasi yang mulai melemah dan ketidakpastian arah kebijakan pemerintah terhadap sektor strategis, termasuk teknologi.
Volume dan nilai transaksi turut mencerminkan melemahnya partisipasi investor. Pada hari Senin, total volume hanya mencapai 14,17 miliar saham, turun lebih dari 33% dari 21,34 miliar menjadi 14,17 miliar  dibanding hari Jumat. Nilai transaksi pun terpangkas hingga tinggal Rp 14,3 triliun, jauh di bawah rata-rata harian tahun berjalan yang sebesar Rp 18,6 triliun. Ini memberi sinyal bahwa pasar tengah berada dalam fase wait and see, atau bahkan mencerminkan meningkatnya risk aversion pasca pengumuman pengurus Danantara.
Di sisi lain, kinerja sektor teknologi justru mengalami penguatan sebesar 3,79% (dari 7.114,889 menjadi 7.384,327) dalam indeks sektoral. Ini mencerminkan adanya bifurkasi di dalam pasar. Mengapa? Â sementara secara umum IHSG melemah, sebagian pelaku pasar mungkin melakukan bargain hunting pada saham-saham teknologi tertentu, termasuk yang diasosiasikan dengan portofolio Danantara. Bifurkasi adalah fenomena pasar di mana sektor-sektor tertentu (seperti teknologi) bergerak berlawanan arah dengan tren umum indeks saham (IHSG), mencerminkan kompleksitas psikologi pasar dalam merespons informasi baru. Teori akuntansi menengarai fenomena ini selaras dengan ketidakefisienan pasar dan anomali perilaku investor, di mana psikologi pasar dan persepsi risiko dapat menghasilkan pergerakan harga yang tidak sejalan antar sektor.
Yang perlu dicermati ke depan bukan hanya bagaimana pasar merespons struktur pengurus Danantara, tetapi juga apakah narasi besar ekonomi digital yang diusungnya mampu mengembalikan kepercayaan investor. Jika formasi kepemimpinan tidak meyakinkan pelaku pasar terhadap tata kelola, kapabilitas, dan visi yang solid, maka bukan tidak mungkin Danantara justru menjadi sumber volatilitas baru alih-alih stabilisator sektor digital.
Pada titik ini, pasar tampaknya belum melihat alasan kuat untuk berpindah dari posisi defensif. Ketidakpastian arah kebijakan, tekanan global, serta narasi yang belum matang dari aktor-aktor kunci dalam transformasi digital Indonesia berpotensi membuat IHSG bergerak dalam tekanan dalam waktu dekat. Efek psikologis dari pengumuman besar seperti susunan pengurus Danantara tidak bisa diremehkan: pasar menunggu lebih dari sekadar nama---ia menuntut kredibilitas, sinyal arah kebijakan, dan jaminan atas tata kelola yang profesional. Sesuai dengan pendekatan decision usefulness dalam teori akuntansi keuangan, informasi seperti ini hanya akan dianggap relevan jika mampu mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan keyakinan investor atas nilai fundamental perusahaan atau sektor yang bersangkutan
Kajian atas dinamika IHSG pasca pengumuman Danantara dapat diposisikan dalam kerangka behavioral finance dan decision-usefulness framework. Reaksi pasar yang emosional, tidak sepenuhnya rasional, dan bifurkasi sektoral memperlihatkan perlunya pendekatan yang melampaui asumsi pasar efisien murni. Dalam konteks ini, akuntansi tidak hanya menjadi alat pelaporan, tetapi juga medium sinyal kepercayaan dan kredibilitas institusional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI